12.💚

356 33 9
                                    

Bismillah cerita ini pembacanya banyak, dan bermanfaat bagi kalian semua.

Yang punya teman atau saudara yang suka baca wattpad, cerita ini bisa direcomendasiin ya kawan.

Vote dan komennya jangan lupa. Pokoknya harus tinggalin jejak.

Lailiintan_

💚

Sedetik kemudian, Mutiara membulatkan matanya lalu menatap intens ketiga teman kelasnya tersebut.

"LO DAPET KERTAS INI DARI MANA?" teriak Mutiara sambil menyobek kertas yang dipegangnya tersebut.

"Panik gak? Panik gak? Panik lah masa enggak!" sahut Zuliya sambil tertawa menyeringai.

Deru nafas Mutiara semakin kencang. Keringat dingin mengucur di dahinya hingga menyeluruh ke area wajah lainnya. Tangannya kini mengepal sambil gemetar yang sangat.

Dia hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya di atas kertas tersebut. Dia tak habis pikir semua ini akan terjadi di dalam hidupnya. Lagi dan lagi, dia harus menderita di saat senyuman mulai terukir kembali dari bibirnya.

Di kertas tersebut, ada sebuah foto dirinya yang berpose seakan dia mencium pipi seorang laki-laki. Lelaki itu tak jelas wajahnya. Hanya wajah Mutiaralah yang terpampang dengan jelas di foto itu.

Mutiara memegang dadanya yang sesak. Siapa gerangan yang berani menyebar fitnah besar seperti itu kepada dirinya.

Tak terasa, cairan putih mulai membasahi pipinya. Air matanya luruh tak tertahankan. Kesakitannya tak hanya bullian dari teman-temannya, tapi juga tentang harga dirinya sebagai seorang perempuan.

"Sok suci lo nangis segala," decit Azizah.

"Gue gak habis pikir wanita cerdas, alim, dan taat seperti lo bisa ngelakuin hal sehina itu." Fafa menambahi.

"Mutiara-Mutiara. Penghafal Al-Qur'an bisa seperti itu juga, ya. Gue gak nyangka banget. Beneran," celetuk Fafa sambil tersenyum smirk.

Mutiara hanya diam bingung harus menjawab apa. Dia tak merespon apapun yang mereka katakan. Kepalanya sudah pening memikirkan hari ini, esok, dan masa depannya nanti. Harga dirinya telah hancur hanya karena fitnah busuk yang entah siapa pelakunya.

Azizah mendekat ke arah telinga Mutiara kemudian membisikkan sesuatu. "Pilihan lo cuma dua. Keluar dari sekolah ini, atau dikeluarin dari sekolah ini!"

💚

Mutiara berjalan cepat agar segera keluar dari kelasnya. Dia sudah lelah mendengar cacian-cacian dan hinaan-hinaan yang terlontar dari mulut teman-teman kelasnya. Biarlah kali ini dia ijin untuk lari dari masalah yang sedang menerpanya. Biarlah Mutiara menjauh dari hal-hal yang menyakiti hatinya.

Dia juga manusia biasa yang ingin bernafas lega. Dia juga remaja yang ingin berlaku bebas tanpa ada tekanan. Namun, semua itu belum pernah sekalipun berpihak kepada hidup Mutiara.

Dia berlari sekencang mungkin tak perduli tahapan-tatapan tajam dari murid kelas lain. Dia hanya butuh kesendirian, ketenangan, dan waktu sebentar untuk dirinya berkeluh-kesah.

Dia menghentikan aktivitasnya berlari karena tangannya kini sudah gemetar, kakinya melemah, dadanya pun sesak. Dia meremas dadanya yang kini sangat sulit untuk bernafas sebab terlalu kencang saat dia berlari tadi.

Air matanya mengucur dengan derasnya. Dia sengaja membiarkan cairan putih dari pelupuk matanya keluar tanpa harus dia tahan. Dia mengeluarkan semua stok air matanya tanpa harus ada yang tersisakan.

MutiarakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang