19. Where is She?

1.6K 211 19
                                    

Hai, hai!

Tandai typo, jangan lupa vote dan spam komen, ya. Naya sayang kalian❤

SELAMAT MEMBACA
■■■

Langit-langit kamar berwarna putih dengan aroma obat-obatan yang menguar menjadi hal pertama yang ia temukan ketika sadar. Setelah mengerjapkan matanya berulang kali untuk membiasakan bias cahaya yang masuk, ia pun bisa menemukan bundanya yang saat ini bersandar di kursi dengan mata terpejam.

"Bun-da."

Suara panggilan itu kecil, tetapi bisa membuat Rita yang menutup mata mengernyit.

"Bunda," panggilnya lagi. Sedikit lebih besar.

Rita yang mendengarnya sontak saja langsung membuka mata. Dapat ia temukan anaknya yang beberapa hari ini menutup mata, sekarang tengah menatapnya.

"Daniel!"

Satu tetes air mata jatuh di pelupuk matanya. Segera ia menghampiri Daniel yang mencoba untuk tersenyum lemah padanya.

"Apa yang kamu rasakan, Nak? Ada yang sakit, hm?" tanya Rita setelah memberikan kecupan penuh kasih sayang di kening anaknya.

Daniel menggeleng sebagai jawaban.
"Xeryn, Bunda?" tanya pria itu membuat Rita terdiam. Melihat keterdiaman bundanya, Daniel kembali bertanya, "Xeryn di mana, Bunda? Dia baik-baik saja, 'kan?"

"Bunda panggil dokter dulu, ya." Rita mengusap kepala Daniel.
"Kamu baru saja sadar. Dokter harus—"

"Bunda!" Potong Daniel karena merasa bundanya menyembunyikan sesuatu.
"Jawab aku!"

"Nak ...,"

"Apa Xeryn baik-baik saja? Di mana dia sekarang?" tanya Daniel sambil memegang tangan Rita erat.
"Aku ingat dia tertembak, Bunda! Dia tertembak tepat di depan mataku! Adik nakalku itu mencoba menyelamatkanku, Bunda! Aku harus tahu dia di mana? Bagimana keadaannya? Apa dia merasa sakit? Aku harus tahu, Bunda."

Rita menitikan air matanya mendengar ucapan Daniel.
"Dia baik-baik saja, Sayang. Kamu tidak perlu khawatir, hm. Dia menunggumu untuk menjenguknya. Jadi, cepatlah sembuh, hm?" ujarnya membuat Daniel menggeleng.

Firasat pria itu tidak baik. Daniel merasa bundanya sedang menyembunyikan sesuatu.
"Bunda, apakah adik nakalku itu benar baik-baik saja?"

Satu anggukan Rita ia berikan. Tetapi yang mengganggu Daniel adalah air mata bundanya yang tak berhenti mengalir.
"Dia baik-baik saja. Dia menunggumu."

Daniel menatap Rita dengan lemah.
"A-aku takut, Bunda," ujarnya pelan.
"Aku takut jika ketika aku sembuh dan menemuinya, dia akan pergi. Aku tidak ingin sehat. Akan kubiarkan dia menunggu selamanya agar dengan begitu dia tidak akan pergi ke mana-mana."

"Nak, jangan bicara seperti itu," ujar Rita sambil menggeleng.

"Adik nakalku itu selalu saja membuatku tak tenang," ujar Daniel sambil terkekeh. Namun bukan kekehan bahagia, melainkan rasa sedih yang begitu besar ada di sana. Satu tetes air mata mengalir dari pelupuk matanya.
"Bunda, yang aku takutkan telah terjadi."

"A-apa yang kamu takutkan, hm?"

"Adik nakalku itu, dia ... terluka dan aku tidak bisa melakukan apapun untuknya," ujar Daniel lemah sambil menangis.

"Daniel ...."

"Aku takut, Bunda," kata Daniel.
"Aku takut ketika aku sembuh nanti, aku berada di dunia yang tidak ada Xeryn di dalamnya."

Rita menggeleng dengan tangis yang semakin deras.
"Jangan bicara seperti itu!"

"Aku teramat menyayanyinya, Bunda. Aku tidak ingin kehilangan dia. Aku sangat mencintainya, Bunda." Daniel menangis saat mengucapkannya.
"Aku mencintai adik nakalku itu, Bunda."

Unexplained✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang