24. The Days Without Her

1.6K 207 18
                                    

Hai, hai!

Setelah nggak update dalam waktu yang cukup lama, akhirnya Naya balik lagi.
Apakah ada yang kangen, Naya?

Yok, ramaikan lagi, ya part ini!

SELAMAT MEMBACA
■■■

Tiga hari setelah pertengkarannya dengan Xeryn, Daniel masih belum menghubungi gadis itu. Lagipula, selama tiga hari ini juga, Xeryn tidak mengirimnya pesan atau meneleponnya.

Namun, Daniel rindu.

Selama tiga hari ini, Xeryn tidak kembali ke rumah. Daniel dapat menebak jika gadis itu menginap di rumah ayahnya atau di rumah Dara.

Ah, mungkin hari ini Daniel akan menurunkan sedikit egonya untuk menghubungi gadisnya lebih dahulu. Menanyakan kabarnya dan akan membicarakan masalah mereka tempo hari. Mungkin, setelah tiga hari ini gadis itu akan berubah pikiran. Iya, semoga saja.

Daniel segera meraih ponselnya, mencari nama Dara untuk ia hubungi. Setelah nada tunggu yang menyebalkan, akhirnya sebuah suara menyapanya.

"Halo, Niel."

"Ra," panggil pria itu. "Xeryn ada di lo? Boleh gue bicara sama dia?"

Menyebalkan, Dara tidak segera menjawab pertanyaannya. Gadis itu memberikan jeda lama yang cukup menyiksa.

"Ra, lo bisa dengar gue, 'kan?" tanya Daniel dengan nada sedikit mendesak.

"Niel ..., Xeryn udah pergi ke Jerman. Lo nggak tahu?"

●●●

Daniel Wiranto
Sayang, kamu di mana?

Sayang, maaf. Aku egois. Jangan ngilang ngini, ya.

Aku ke Jerman besok. Kita akan bicara baik-baik, oke.

Istirahat yang cukup, makan yang banyak. Aku nggak mau kamu sakit.

Sayang, aku rindu ...

Daniel menatap layar ponsel dengan tatapan sendu karena masih tak ada tanda-tanda pesan itu tersampaikan kepada Xeryn. Centang satu tak berubah menjadi dua, terlebih berubah warna menjadi biru.

"Lo harus makan!"

Itu adalah kalimat perintah dari Juna yang meletakkan dengan keras piring berisi makanan di depan Daniel. Namun, tak ada pergerakan berarti. Daniel hanya menatap kosong ke depan dengan helaan napas kasar.

"Sialan, Niel!" umpat Juna dengan nada suara meninggi. "Xeryn baik-baik saja di sana! Adik gue itu nggak bodoh!"

Daniel menghela napas pelan mendengar ucapan Juna. Matanya menyendu. "Tapi, Jun. Gue di sini nggak baik-baik saja."

Juna mencambak rambutnya sendiri ketika mendengar ucapan sahabatnya ini. Baginya, Daniel sudah kehilangan kewarasannya. Hidup tanpa Xeryn membuatnya menggila. Namun, ketika gadis itu ada di sini, Daniel dengan segala keegoisannya membuat Xeryn memilih pergi.

Jelas Juna tidak bodoh. Tentang lima pertanyaan terakhir yang waktu itu ia berikan kepada Xeryn, Juna langsung tahu jika orang yang adiknya maksud adalah Daniel. Bagaimana pun Xeryn adalah gadis normal dan Daniel adalah pria yang layak untuk dicintai.

Xeryn yang selama ini mendambakan kasih sayang dan rasa aman, semua itu Daniel bisa memberikannya. Wajar jika Xeryn, seorang gadis yang tidak pernah mengenal cinta, kemudian jatuh ke dalam pesona kakak tirinya sendiri.

Sialnya, Daniel yang menginginkan Xeryn menatapnya tenyata malah makin mengembangkan perasaan itu. Daniel ingin Xeryn mencintainya dan rasa ingin dicintai ini semakin menggila. Bukan hanya sebatas adik-kakak, tetapi sebagai pria dan wanita.

"Niel ...," panggil Juna setelah jeda beberapa saat.

Daniel tidak menjawab. Pria itu masih menatap kosong ke depan.

"Sebelum lo suka sama Xeryn, atau lebih tepatnya sebelum lo sadar perasaan lo ke dia," ujar Juna menggantung ucapannya. Itu berhasil membuat Daniel menatapnya. "Gue juga jatuh cinta sama dia, Niel. Sebagai seorang pria."

Mata Daniel melebar mendengar pengakuan Juna. Walau sebelum itu pernah ia prediksi, tetapi ketika mendengar secara langsung ternyata jauh lebih menyakitkan.

"Namun, ketika malam itu ... di galeri seni dan berlanjut debat bunda Rita dan ayah di rumah sakit, gue tahu jika Xeryn adalah adik kandung gue." Juna menatap Daniel dalam. "Gue secara sadar berusaha untuk menghilangkan perasaan itu."

Napas Daniel memberat, pria itu bangkit dan menatap Juna dengan tajam.
"Sayang banget, Jun. Tapi gue dan Xeryn bukan saudara kandung."

"Lo belum paham maksud gue, Niel?" tanya Juna dengan intonasi suara yang berbeda. "Gue lakuin itu untuk bisa nahan Xeryn tetap di sisi gue, Bangsat!"

Ucapan Juna membuat Daniel terpaku di tempat. Kalimat itu berhasil menamparnya dengan sangat.

"Gue boleh aja egois. Persetan dengan ayah, ibu ataupun bunda Rita. Tapi gue masih waras, Niel. Gue hanya akan membuat Xeryn di posisi yang sulit," ujar Juna.

"Nggak, Jun—"

"Lo bilang lo sayang sama dia, lo cinta sama dia. Tapi kenapa lo masih egois dengan perasaan lo sendiri tanpa mikirin perasaan mereka yang lain?" tanya Juna berhasil menampar Daniel hingga membuat pria Wiranto itu terdiam.
"Ayah, bunda Rita dan papa Andi. Juga Sean yang berposisi sebagai tunangan Xeryn dan sahabat kita. Belum lagi perasaan Xeryn sendiri. Kenapa lo nggak pernah mikirin itu Niel dan hanya fokus pada perasaan lo sendiri?"

Daniel terdiam mendengar ucapan itu. Kalimat demi kalimat yang Juna katakan jelas menyadarkannya. Namun, apa mau dikata, semua telah terjadi. Kepergian Xeryn tanpa mengabarkannya seolah mengatakan jika kisah mereka tak bisa lagi dilanjutkan.

"Jun," panggil Daniel pelan. "Gue ingin egois untuk kali ini saja."

Juna mengangguk, "Dengan resiko Xeryn nggak akan pernah bisa lo miliki, lo siap?"

Daniel menggeleng sebagai jawaban. "Gue ingin egois dengan memilikinya, Jun."

"Tapi buktinya Xeryn pergi, Keparat." Juna mulai frustrasi menanggapi sahabatnya ini.

"Jun—"

"Niel, listen!" kata Juna dengan nada tegas. "Lo tahu kenapa Xeryn pergi? Alasan dia menghilang seperti sekarang?"

Daniel diam, tidak menjawab. Kepalanya menunduk. Tak balas menatap Juna.

"Itu karena perasaan cintanya ke lo, Bangsat!" teriak Juna makin membuat Daniel tak berani melihat sahabatnya itu. "Dia cinta ama lo karena itu dia pergi! Dia nggak mau nyakitin bunda Rita, papa Andi dan ayah, makanya dia ngilang! Harusnya lo sadar!"

"Nggak gitu, Jun—"

"Diam! Gue belum selesai!" ujar Juna memotong ucapan Daniel. "Sebagai kakak kandung Xeryn dan sahabat lo, gue mohon. Niel, jangan buat adik gue makin tersiksa. Bisa nggak lo cintai dia sebagai adik saja? Jika belum bisa, setidaknya tolong hilangin perasaan lo sekarang."

Daniel menggeleng dengan air mata yang mulai menetes. "Jun, gue ... gue nggak mungkin bisa ...."

"Niel ... lo jelas paham," kata Juna pelan. "Lo dan Xeryn ... kalian adalah sebuah kemustahilan."

■■■
To be continue~

Maaf jika part ini sedikit lebih singkat dari part-part sebelumnya. Saat ini, Naya lagi masa-masa sibuk banget. Semoga bisa dimaklumi, ya!

Unexplained✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang