21. Sejuta Kasih Penuh Rindu

1.7K 213 39
                                    

Hai, hai!

Selamat hari kamis di mana banyak yang manis-manis.

Seperti biasa, tandai typo, ya. Jangan lupa vote dan komen.

SELAMAT MEMBACA
■■■

Hal pertama yang ia lihat adalah langit-langit putih khas rumah sakit. Ingatannya memutar kembali adegan yang membuatnya bisa berakhir di sini. Pabrik tua, perkelahiannya dengan Rico, dan Daniel yang berlumuran darah.

Seketika satu tetes air mata mengalir dari pelupuk matanya. Daniel ... apa kabar kakaknya itu?

"Iya, gue tahu. Tenang aja, nanti gue kabarin lo di setiap jamnya jika lo sekhawatir ini."

Suara itu membuat ia, Xeryn, menoleh. Dapat ia lihat kakak laki-lakinya menutup pintu setelah meletakkan keranjang buah di atas meja.

Itu Arjuna.

Benar, dia Juna. Bukan Daniel.

"Ya Tuhan, iya. Nggak usah—"

Mata Juna terbelalak ketika mendapati adiknya yang selama ini menutup mata layaknya Putri Tidur kini menatapnya.

"Na-nanti gue telepon lagi." Juna cepat-cepat menutup panggilan dan berjalan ke arah ranjang. "Dek, lo bisa lihat gue?"

Satu anggukan Xeryn berikan dan itu membuat Juna tersenyum bahagia. Kecupan lama ia berikan di puncak kepala Xeryn.

"Tunggu, gue panggil dokter dulu."

●●●
Semuanya sudah berkumpul di ruangan Xeryn. Kata dokter, gadis itu sudah baik-baik saja. Hanya tinggal beberapa hari di rumah sakit untuk pemulihan dan dia bisa pulang.

Xeryn mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Dara dan Amel asik bercanda dengan Zoey. Leo dan Sean berbincang serius dengan Andi. Rita dan Santi sibuk menyiapkan buah-buah untuk mereka. Juna dan Gunawan juga berbicara sambil sesekali tertawa.

Di tengah suasana hangat itu, ada satu orang yang Xeryn harapkan kedatangannya. Namun, dia tidak ada di sana. Dia tidak datang. Kakak tersayangnya, Daniel, pria itu tidak hadir.

Dara mendekat ke arah Xeryn, meninggalkan Amel dan Zoey yang kini mulai berdebat entah karena apa.

"Xer ...," panggil Dara membuat sahabatnya itu menoleh.
"Dia, Daniel, nggak bisa datang karena ada kegiatan dari kampus."

Kampus, ya? Jadi sekarang kakaknya itu sudah kuliah? Dia ambil jurusan apa? Kuliah di mana? Ingin sekali Xeryn bertanya, tetapi yang gadis itu lakukan adalah tersenyum kecil.

"Dia selalu datang ke sini. Setiap hari. Menemani lo dengan ucapan-ucapan kerinduan dan harapan agar lo bisa segera bangun," ujar Dara berhasil membuat Xeryn seketika menangis.
"Jangan nangis. Lo nggak cocok nangis."

Dara mengusap air mata yang turun di wajah cantik sahabatnya. Namun, yang bisa Xeryn berikan adalah tatapan penuh kerinduan dan harapan. Dara mengerti itu.

"Lo rindu sama dia, ya?" tanya Dara yang dijawah anggukan oleh Xeryn.
"Ini."

Sebuah amplop Dara berikan padanya. Sahabat baiknya itu menyelipkan amplop tersebut di tangan Xeryn.

"Daniel nitipin ini ke gue dua bulan lalu. Katanya disuru kasih ke lo ketika lo udah sehat. Namun, gue nggak bisa simpan ini lebih lama lagi," ujar Dara membuat Xeryn menatap amplop yang ada di tangannya.
"Gue rasa, udah waktunya lo terima ini. Gue nggak tahu mau isinya apa dan gue nggak pernah tanya."

Unexplained✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang