17. The Way of Saying Love

1.6K 195 44
                                    

Hai, hai!

Jangan lupa tandai typo dan vote, ya. Spam komen banyak-banyak agar Naya makin semangat updatenya.

SELAMAT MEMBACA
■■■

Sekarang Xeryn dan Daniel sudah berada di rumah sakit, sedang ditangani dokter. Rita dan Andi datang dengan wajah pucat, wajah Rita juga sudah penuh dengan air mata. Tak lama kemudian, datang Gunawan dan Santi yang tak kalah panik. Selanjutnya, disusul Dara dan Amel yang datang dengan wajah pucat.

Mereka menunggu dengan perasaan tak menentu.

Juna mengacak rambutnya tak tenang. Sedetik kemudian dia bangkit, berjalan meninggalkan ruang tunggu yang langsung ditanya Zoey.

"Lo mau ke mana?"

Juna tak menjawab, pria itu tetap melanjutkan langkahnya yang membuat Zoey mengumpat. Segera dia menyusul langkah Juna.

"Lo harus tenang, Jun!" kata Zoey berusaha menahan langkah sahabatnya itu.

"Tenang lo bilang?" tanya Juna sambil menatap sahabatnya itu tajam dengan air mata yang menetes.
"ADIK GUE DAN DANIEL SEKARAT DI SANA, BANGSAT!"

Zoey menghela napas, mencoba memahami perasaan Juna. "Terus lo mau apa?" tanya pria itu.
"Lo mau datangin Rico dan bunuh dia?"

"Dia nggak sendiri!" kata Juna membuat Zoey terdiam.
"Ada orang-orang yang harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada Daniel dan Xeryn!"

"Maksud lo?"

Juna memalingkan wajahnya. Pikirannya kacau sekarang. Dia tak bisa berpikir dengan jernih. Namun jelas ia tahu, Rico tak bekerja sendiri. Ada orang-orang yang coba mencelakakan adiknya dan Daniel. Mereka bekerja sama.

"Siapa orang-orang yang kamu maksud?"

Pertanyaan itu membuat Juna dan Zoey tersentak kaget. Di sana berdiri Gunawan yang tengah menatapnya dengan sorot mata datar.

"Sebutkan, Juna!" Satu perintah dari Gunawan membuat Juna terdiam. Sikap ayahnya yang ini menurun sekali pada Xeryn. Sorot mata dingin dengan aura intimidasi yang kuat.

"Juna, kamu dengar Ayah, 'kan?" tanya Gunawan dengan sorot mata menajam.

Juna tidak langsung menjawab, ia menatap ayahnya dulu sambil bertanya, "Jika aku sebutkan, Ayah mau apa?"

Mata Gunawan menggelap.
"Akan aku hancurkan hingga mereka lebih memilih mati dari pada hidup," ujarnya dengan seringai mematikan seperti Xeryn.

●●●

Xeryn meringis sambil mengerjap pelan. Dia dapat melihat para perawat yang mulai mempersiapkan alat-alat medis dan segala macam yang tidak gadis itu pahami. Dengan gemetar, Xeryn memegang tangan perawat terdekatnya hingga perawat tersebut menjerit.

"Aaahkkk!"

"Ada apa?"

"Kenapa?"

Pertanyaan dari para rekan kerjanya dijawab perawat itu dengan menunjuk Xeryn. Tubuhnya bergetar dan wajah memucat. Entah karena kaget ataupun takut, atau mungkin keduanya. Sebab, mereka pikir Xeryn sudah benar-benar kehilangan kesadarannya. Ketika tadi diperiksa pun, tak ada tanda-tanda gadis itu akan sadar. Selain kehilangan cukup banyak darah, ada peluru yang belum mereka keluarkan. Tak ada yang menduga saat mereka mempersiapkan alat-alat medis di ruang operasi, gadis itu akan sadar seperti ini.

Xeryn terbatuk sebelum kemudian berbicara dengan pelan. "Ni-el di-di ma-na?"

Setelah mencoba menstabilkan emosinya karena melihat Xeryn seperti melihat mayat yang kembali hidup, perawat itu menghela napas. Rekan kerjanya yang lain saling pandang sebelum kembali mempersiapkan alat medis yang dibutuhkan.

Unexplained✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang