PART 4

7.6K 1.1K 729
                                    

Apa kabar kalian?

Makasih masih setia menunggu kelanjutan cerita ini.🤗

BTW jangan lupa follow akun ini ya. Follow juga akun IG author dengan username Partikel__Atom.🥳

Yuk kita baca ceritanya.🥳🥳

***

(Revisi Setelah End)

“Kenalin nama aku Irma.” Santri bergisung itu menyalami Ayda sesaat setelah Ustaz Adnan pergi.

“Gu … gue, eh aku Ayda.” Balas Ayda. Perasaannya sebenarnya masih campur aduk. Tidak pernah terpikirkan olehnya sebelumnya akan masuk ke sebuah pondok pesantren.

“Nama kamu bagus. Ayok aku anterin ke kamar,” ajak santri bernama Irma itu.

Ayda menyusul dari belakang, kemudian cepat-cepat mengimbangi langkah Irma. “Kamu sudah lama di sini?”

“Lumayan. Hampir genap dua tahun,” jawab Irma. “Nanti kita akan sekamar lho. Begitu pesan Ustaz Adnan tadi.”

“Siapa namanya? Ustaz?” Ayda baru tersadar.

“Iya. Ustaz Adnan. Emang kamu gak kenal? Beliau itu anak Kiyai Luthfi, pimpinan pesantren ini.” Irma menjelaskan.

“Ooh gitu.” Ayda angguk-angguk, meskipun sebenarnya dia masih kaget dengan apa yang dia dengar.

“Ini kamar kita.” Keduanya berhenti di depan sebuah gedung asrama tiga lantai. Di sisi kanan gedung ada palang bertuliskan Sakan Fatimah. Irma kemudian mengajak Ayda masuk ke kamar nomor tiga, kamarnya dan dua sahabatnya, Inces dan Raya.

“Assalamu’alaikum,” ucap Irma dan langsung masuk. “Ayok Ayda, silakan masuk.”

Ayda menyusul masuk. Matanya melihat sekeliling ruangan empat kali lima meter itu. Ada empat lemari berjejer di sudut ruangan. Begitu juga di sampingnya, ada tumpukan kasur dan bantal. Lantainya polos, bersih, berkeramik putih. Di dinding ada papan tulis dan poster-poster bertuliskan sesuatu. Ayda mendekat biar bisa melihat apa yang tertulis di sana, ternyata itu adalah kosakata sehari-hari dengan terjemahan bahasa Arab.

“Silakan istrahat dulu Ayda.” Irma membentangkan kasur. “Sapa tahu kamu kecapean. Ini bisa kamu pakai kalau keluar dari kamar ya.” Tidak lupa Irma mengeluarkan jilbab dari dalam lemarinya dan memberikan kepada Ayda.

Ayda menurut saja. Duduk di atas kasur yang sudah dibentangkan Irma.

“Aku tinggal bentar ya. Aku masih punya tugas, menjaga di pos pendaftaran. Bentar lagi Inces dan Raya bakal datang kok. Mereka teman sekamar kita.” Lanjut Irma yang sekarang sudah berdiri di depan pintu kamar.

Ayda mengangguk. Irma pergi. Ayda segera merebahkan badannya, pandangannya mengawang ke langit-langit kamar. Ini benar-benar pilihan yang begitu dadakan selama hidupnya. Kenapa dia begitu percaya dengan pemuda bernama Adnan itu. Pemuda yang ternyata merupakan seorang ustaz di pesantren ini, anak pimpinan pondok pula. Ayda kemudian bangkit duduk lagi, menarik jilbab yang tadi dan mencobanya. Selama ini dia tidak pernah lagi menggunakan jilbab, kecuali dahulu sebelum orang tuanya meninggal. Ayda berputar-putar di depan cermin yang menempel di salah satu lemari. Setelah itu dia kembali rebahan dengan jilbab yang masih menempel di kepala. Begitu nyaman dan menenangkan.

“Assalamu’alaikum.” Terdengar suara salam. Bersamaan dengan itu masuk dua orang santri. Satu bertubuh gemuk dan satunya agak jangkung. Keduanya memakai jilbab panjang dengan warna dan motif yang sama. Ayda bangkit. “Wa’alaikum salam.”

“Kamu santri baru itu ya?” Lanjut santri bertubuh gemuk. Sekarang dia duduk hadap-hadapan dengan Ayda. Sementara yang satunya lagi seperti tidak peduli dengan kehadiran Ayda. Dia menarik kasur, membentangkannya dan berbaring di atasnya.

NIQAB UNTUK AYDA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang