PART 7

6.5K 950 733
                                    

Hallooooo ...
Gimana kabar kalian? Semoga sehat selalu ya.🤗

Terima kasih udah setia menunggu kelanjutan cerita ini.🥳🥳

Follow akun ini, terus simpan cerita ini di perpustakaan kalian, biar selalu dapat info update.

Jangan lupa vote dan comment juga.
Selamat membaca.🤗

***

(Revisi setelah end)

Ini hari pertama Ayda masuk kelas. Karena atas rekomendasi dan pertimbangan Ustaz Adnan juga, Ayda langsung dimasukkan ke kelas semester akhir, bersama tiga teman sekamarnya, Inces, Raya dan Irma.

Ustazah Nurul sedang menjelaskan di depan kelas. Hari ini adalah mata pelajaran Siroh Nabawi. Ustazah Nurul sambil berdiri memegang kitab, beliau menjelaskan tokoh-tokoh wanita muslimah yang sangat berperan penting terhadap dakwah baginda nabi.

“Jika kita berbicara tentang tokoh wanita Muslimah yang sangat berpengaruh terhadap Islam, tentunya nama Khadijah bintu Khuwailid lah yang paling pertama terbesit. Ya, beliau adalah istri pertama baginda Nabi.” 

Para santri memperhatikan dengan saksama. Di barisan paling belakang, Ayda memasang telinga baik-baik. Dia sama sekali belum pernah mendengar nama itu. Berbeda dengan Ayda, Irma di sebelahnya sambil mendengar dia juga sembari mencatat poin-poin penting yang dijelaskan ustazah.

Ustazah Nurul melanjutkan. “Khadijah rodiallahu ta’ala anha adalah seorang pengusaha sukses, seorang wanita terpelajar, dan seorang istri solehah tentunya. Beliau selalu mempunyai pemikirin lebih selangkah dibanding wanita-wanita sebayanya. Beliau sangat jujur dalam bisnisnya, dan juga sangat tulus dalam mendampingi nabi yang sedang berjuang di jalan dakwahnya. Beliau adalah panutan terbaik dalam mencintai suami. Beliau juga selalu mengutamakan kepentingan suaminya di atas kepentingan pribadinya.” 

Pelajaran berlangsung dengan tenang. Santri mandapat banyak wawasan baru dari penjelasan-penjelasan Ustazah Nurul yang sangat mudah dipahami. Kelas bubar saat bel berakhirnya jam pelajaran berbunyi. Setelah mengucapkan salam yang disambut riuh oleh para santri, Ustazah Nurul keluar dari dalam kelas.

“Wah, Ustazah Nurul masya Allah banget ya,” seru Inces. Tangannya sibuk merapikan kitabnya.

“Maksud kamu?” sahut Ayda.

“Ya gitu. Aku kagum sama beliau, masih muda, cantik, ilmu dan wawasannya luas pula. Aku juga pengen seperti beliau.”

“Kalau lulus nanti kamu mau mengabdikan diri di sini atau lanjut kuliah, Nces?” Irma mengangkat kepala. Entah apa yang sedang ditulisnya sejak tadi. Irma memang selalu terlihat rajin seperti biasa. Wajar saja jika dia selalu jadi juara kelas.

“Tergantung. Kalau ibu bapak aku suruh pulang ya aku bakal pulang buat mengabdikan diri ke mereka. Tapi kalau masih diizinin di sini aku lebih seneng lagi.” Balas Inces. Pandangannya mengawang ke pintu kelas. Dia teringat kedua orang tuanya yang sudah berumur di kampung.

“Kalau kamu Ayda?” Pertanyaan yang sama juga dilempar Irma kepada Ayda.

“Aku ... aku belum tau.” Ayda tertunduk.

Inces dan Irma kemudian menatap Raya.

Raya hanya membalas dengan senyum dingin. “Udah azan tuh.” Raya pun bangkit. Memang di luar telah menggema suara azan zuhur. Mereka pun bergegas menyusul Raya. Raya memang selalu susah ditebak, namun Irma dan Inces memahami itu. Apalagi keduanya sudah tahu cerita latar belakang keluarganya.

***

Keempat sahabat itu baru usai mendirikan salat zuhur secara berjamaah. Seperti biasa, mereka ada jadwal tadarrus sebelum waktunya makan siang. Para santri melingkar membentuk halaqoh-halaqoh kecil sesuai dengan grupnya masing-masing. Ayda memegangi buku Iqro’nya, sementara yang lain sibuk dengan mushaf masing-masing dan membacanya. Para mudabbiroh pun begitu, sambil mengawas, mereka juga ikut tadarrus bersama santri yang lain.

NIQAB UNTUK AYDA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang