PART 15

5.9K 899 590
                                    

Hallooo ... Apa kabarrrr?

Yuk langsung dibaca ceritanya. Part ini lumayan panjang. Hehe

***

(Revisi setelah end)

Mobil Adnan masuk ke area rumah sakit. Meluncur dan berhenti tepat di pintu utama rumah sakit. Cepat-cepat Adnan bergerak. Raya membuka pintu dari dalam. Sebuah brankar langsung merapat di sisi mobil. Beberapa petugas rumah sakit membantu Adnan memindahkan Ayda ke brankar. Dengan cepat brankar di dorong masuk ke dalam. Ayda langsung dilarikan ke UGD.

Ayda dibawa masuk. Seorang dokter menahan Adnan yang hendak menerobos. "Mohon untuk menunggu di luar, Pak." Pintu tertutup.

Adnan kembali dan duduk di kursi panjang rumah sakit dengan lesuh. Tidak peduli lagi dengan pakaiannya yang kotor. Raya juga begitu. Dia diam duduk di samping Kiyai Luthfi. Raya masih lengkap dengan tas di punggung. Raya juga memeluk tas Ayda yang sejak tadi ia bawa. Tidak ada obrolan di antara mereka. Hanya terdengar suara Kiyai Luthfi yang sedang menelpon dengan seseorang.

Berselang tiga puluh menit, muncul Ustazah Farida bersama Inces dan Irma dari ujung koridor. Terlihat Inces menenteng beberapa kantong plastik di tangan kiri. juga Irma membawa tas kain ukuran sedang. Sepertinya itu tempat pakaian. Kiyai Luthfi tadi lewat telepon meminta pihak pesantren untuk membawakan beberapa potong pakaian sebagai baju ganti Adnan dan untuknya. Sepertinya mereka akan bermalam di rumah sakit.

Melihat Inces dan Irma, Raya langsung berdiri. Berlari memeluk kedua sahabatnya itu. Dia benar-benar menyesali tindakan nekat mereka hari ini. "Inces, Irma maafin aku." Raya tenggelam dalam pelukan Inces dan Irma. Air matanya mengalir deras tak terbendung. "Ayda. Ayda seperti itu karena aku, Nces." Raya semakin tersedu-sedu.

"Kamu gak salah, Raya." Ustazah Farida ikut mengusap bahu Raya yang masih dipeluk Inces. "Semua sudah ditakdirkan Allah seperti ini. Kamu percaya takdir 'kan? Kita orang beriman. Sudah seharusnya percaya dong. Ayda seperti ini gak ada kaitannya dengan kamu sama sekali."

"Ta-tapi, Ustazah." Raya yang selalu terihat kuat sekarang benar-benar merasa terpuruk karena merasa bersalah atas kondisi sahabatnya.

"Sudah, sudah. Sini!" Ustazah Farida ikut merangkul Raya.

***.

Dua puluh menit lebih berlalu. Gagang pintu ruangan UGD bergerak. Pintu terbuka. Keluar dari dalam, dokter yang tadi disusul oleh beberapa orang perawat yang membawa baskom-baskom berisi peralatan operasi pada troli yang di dorong.

Adnan langsung berdiri. Berhambur mendekati sang dokter. "Bagaimana keadaan pasien, Dok?"

"Alhamdulillah kondisi pasien sekarang sudah sadar. Dia tadi hampir kehabisan darah. Daya tahan tubuhnya yang kelihatan kuat akan sangat mampu membantunya untuk pulih dalam waktu cepat."

"Alhamdulillah. Terima kasih, Dok." Adnan mengelus dada. Menghembuskan napas lega. Kemudian menutup mata sejenak. Mengucap do'a syukur.

"Kalau begitu saya pamit."

Adnan mempersilakan dan langsung masuk ke dalam ruangan dengan dekorasi yang serba putih itu. Melihat Adnan masuk, yang lain juga ikut masuk untuk melihat kondisi Ayda.

Adnan manarik kursi dan duduk di samping Ayda. "Ayda," ucap Adnan lirih. Dia tidak mau bertanya apa-apa dulu. Ini bukan waktu yang tepat.

Tidak lama saat dia sadar, Ayda menengok perlahan. Wajahnya masih pucat. Ayda berusaha tersenyum melihat sosok laki-laki yang duduk di sampingnya sekarang.

Baru saja Ustaz Adnan ingin membuka suara, Kiyai Luthfi langsung menyela. "Bukan saatnya ngobrol, Nak. Ayda butuh istrahat. Ayok keluar dulu. Ustazah Farida mau ngeganti jilbab dan baju Ayda dulu."

NIQAB UNTUK AYDA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang