>•<
"Lo belum jelasin ke kita semalam lo dari mana." Ujar pria dengan ekspresi yang sedikit sebal, mungkin efek karena kehilangan teman nya secara tiba-tiba semalam yang membuatnya harus rela mengorbankan uang untuk meneraktir anggotanya menggantikan si oknum yang menghilang itu.
"Jangan-jangan lo ngepet har terus ngga ngajak kita." Jaidan berucap.
"Ohh iya bisa jadi lo ngepet kan semalam, dapet berapa duit lo." Jarvis menimpali kalimat asal yang keluar dari mulut Jaidan.
Hardyan menggelengkan kepalanya tidak habis pikir mengapa kedua temannya ini berfikir hal-hal yang terbilang sangat konyol itu.
"Jangan ngaco lo bedua."
"Makanya semalam lo dari mana aja." Jarvis benar-benar penasaran dengan alasan temannya ini pergi begitu saja, tidak biasa pikir nya.
Mau tidak mau Hardyan harus menjawab pertanyaan itu jika ia mau hidup aman dan damai tanpa pertanyaan lagi.
"Gue dari sekolah."
"Nah kan fix lo ngepet ngapain coba ke sekolah malam-malam, tobat har rejeki itu ada di mana-mana jangan pilih jalan pintas har uang haram itu tuh."
"Btw dapet berapa duit lo kalau kerja begituan, terus hasilnya banyak ngga?" Lanjut Jarvis lagi membuat Hardyan merotasikan bola matanya malas.
"Kalau banyak ajak kita juga kali har, gue bagian jaga lilin deh." Jaidan menimpali perkataan temannya, Jarvis.
"Semerdeka lo bedua deh." Ucap Hardyan yang sudah jengah.
***
Di sisi lain Raefal sudah tiba di depan sebuah rumah sakit, sepulang sekolah tadi ia memang sudah berencana memeriksa kesehatan nya, soal les Raefal sudah izin khusus untuk hari ini, karena jika menunggu waktu luangnya mungkin dia tidak akan pernah pergi ke rumah sakit.
Raefal berjalan di atas lantai rumah sakit sambil matanya mengamati aktivitas-aktivitas yang sedang terjadi di sana, jika boleh jujur sebenarnya Raefal tidak terlalu suka suasana rumah sakit serta bau nya yaitu bau karbol.
Setelah berjalan beberapa menit melakukan tanya jawab lalu sang dokter memeriksa darah, tekanan, suhu tubuh, berat badan, dan lainnya, hingga hasil pemeriksaannya telah keluar.
"Dari semua pemeriksaan yang kita lakukan tadi saya tidak ada menemukan gejala sakit atau sebagainya, semuanya normal dan sehat-sehat saja." Jelas dokter itu menyampaikan hasil dari pemeriksaannya.
"Dan untuk sakit kepala yang tiba-tiba itu mungkin karena kebetulan kamu lagi kecapean saja, tapi seperti yang dek Raefal cerita kalau belakangan ini sering terbangun karena mimpi yang tidak jelas, soal itu saya kurang paham karena dari pemeriksaan fisik kamu dinyatakan sehat, saya bisa sarankan sebaiknya anda konsultasikan hal ini dengan psikiater yang memang lebih ahli dengan bidang itu." Lanjut dokter itu lagi dengan memberikan senyuman profesional di akhir kalimat nya.
Raefal mengangguk-angguk mendengar penjelasan dokter yang ada di depan, setelah itu ia mengatakan terimakasih dan keluar dari ruangan tersebut untuk membayar tagihan.
Sekarang Raefal sudah berada di dalam taksi, rencananya ingin langsung pulang saja, namun mengingat ia tidak ada kesibukan memunculkan ide untuk menghabiskan waktu di perpustakaan kota saja.
"Pak ke perpustakaan *** ya pak." Ujar Raefal yang di turuti oleh sang supir.
Jika Raefal tidak menyukai bau rumah sakit, maka berbeda dengan bau perpustakaan, bau buku sangat kuat masuk menyapa indera penciuman nya.
Raefal ingin mengambil satu novel, menurutnya mengistirahatkan pikiran dengan membaca sebuah novel ringan bukan ide yang buruk.
Baru saja Raefal ingin mengambil novel dengan sampul warna pastel tapi sebuah novel dengan sampul berwarna hitam dengan perpaduan warna gold lebih dulu menarik atensi nya.
Ia arahkan tangan nya untuk mengambil novel itu sedikit berjinjit karena tempatnya memang sedikit lebih tinggi dan tinggi tubuhnya memang terbatas.
Setelah novel itu sampai di tangan nya, Raefal membawa tubuhnya menuju tempat duduk yang dekat dengan jendela, mencari tempat yang nyaman lalu membuka novel itu lembar per lembarnya.
Raefal terlarut dalam cerita, tangannya tergerak mengelus salah satu nama yang ada di halaman itu.
'Hans?'
'kenapa gue ngerasa familiar banget ya sama karakter di buku ini.' batin Raefal.Ia tidak berbohong, saat pertama kali membaca sebuah nama itu Raefal merasa sudah kenal lama dengan salah satu karakter yang ia baca sekarang ini, dan kenapa saat memikirkan karakter asing namun familiar itu tiba-tiba saja nama Hardyan muncul di kepalanya.
Belum selesai Raefal membaca buku itu hingga akhir, ia memilih untuk menutupnya saat di rasa kepalanya kembali di hantam kilasan-kilasan itu lagi, namun anehnya kilasan-kilasan itu sekarang sangat jelas terekam di ingatan Raefal.
Telinganya kembali berdengung, dan kepalanya seolah akan pecah saat di paksa menerima kilasan-kilasan itu. Raefal di buat tidak percaya saat kilasan-kilasan itu ternyata adalah adegan yang sama persis di dalam novel yang ada di tangannya.
Raefal menyentuh pipinya saat di rasakan nya basah terkena oleh air matanya sendiri.
'Gue kenapa sih.'
Rasanya perasaan Raefal sekarang sangat rumit, seperti dua perasaan yang bercampur di dalam satu tubuh.
Bagaimana bisa di kepalanya muncul adegan cerita, ralat bukan adegan tapi rasanya lebih ke adegan reka ulang dari cerita yang dia baca, seperti adegan ini memang sudah pernah terjadi, benar-benar mirip dari segala sisi manapun, sampai ia bisa membayangkan dengan jelas bagaimana bentuk wajah dari karakter Hans dan Rey.
Sekarang Raefal benar-benar butuh seorang psikiater yang bisa menerima cerita tidak masuk akalnya ini, takut jika nanti mental nya benar-benar rusak saat memaksa mencerna semuanya sendiri.
Setelah merasa sedikit lebih tenang, Raefal memilih untuk membeli novel yang ada di tangannya, membawa ke kasir lalu menebus harganya.
Kini Raefal pulang menuju rumahnya bersama dengan sebuah novel aneh bergenre fantasi yang menceritakan tentang dua pria werewolf yang ingin bersama tapi di saat merasa sudah memiliki mate masing-masing, pada akhirnya mereka berjuang mati-matian demi meraih kebahagiaan mereka yang malangnya dunia sendiri pun menentangnya.
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙃𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙚𝙣𝙙𝙞𝙣𝙜 [𝙝𝙮𝙪𝙘𝙠𝙧𝙚𝙣] ✓
Teen Fiction"Ck, cepetan permintaan lo apa!" Raefal mendengus malas, melihat seringai pria tan di depannya membuat keinginan melempar helm ke wajah pria itu makin tinggi. "Gue mau lo jadi pacar gue." detik pertama... detik ke dua... detik ke tiga... "Lo gila...