"Ck, cepetan permintaan lo apa!" Raefal mendengus malas, melihat seringai pria tan di depannya membuat keinginan melempar helm ke wajah pria itu makin tinggi.
"Gue mau lo jadi pacar gue."
detik pertama...
detik ke dua...
detik ke tiga...
"Lo gila...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
>•<
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hardyan, pria berkulit tan itu mendengus malas melihat respon teman-temannya di aplikasi burung biruitu. Giliran tentang uang mah langsung gercep.
Dengan baju kaos di padukan dengan setelan jaket kulit hitam andalannya sedangkan untuk bawahan ia hanya mengenakan celana training bermerek adi*as dan yang terakhir ia mengenakan sandal jepit biasa sebagai pelengkap outfit nya malam ini.
Dia melangkahkan kakinya menuju pintu keluar, pintu keluar dari ruangan yang sebenarnya tidak bisa ia sebut rumah, istana selingkuhan ayah? Ya sepertinya sebutan itu cocok menggambarkan tempat yang sekarang ia pijaki.
"Kamu mau kemana Hardyan!" Suara bariton itu menggema di ruang tamu bernuansa keemasan.
Hardyan mengehentikan langkahnya namun tidak menatap sang pemilik suara, Hardyan memutar bola matanya malas. Kenapa coba orang tua itu kembali lebih cepat dari acara mesra mesraan dengan si jalangnya. Padahal akhir-akhir ini ia selalu bahagia karena tidak melihat sepasang manusia menyebalkan, siapa lagi jika bukan ayahnya dan si ibu tirinya.
Benci sebenarnya mengakui itu semua, tapi mau di apalagi itu adalah kenyataan yang mau tidak mau terpaksa Hardyan akui bukan? Kenyataan jika ayahnya membunuh ibu kandungnya hanya karena tidak merestui hubungan gelap ayah nya dengan si penggoda.