7K 744 17
                                    

"Kamu kenapa terlambat Raefal? Barusan ibu lihat kamu seperti ini."

Pemuda yang di maksud menundukkan kepala sambil memejamkan matanya, dalam hati tidak pernah diam memaki si oknum yang membuatnya di ceramahi seperti ini.

Sedangkan kelima orang yang juga berada di sana hanya berdiri santai dengan kedua tangan yang setia berada di saku celana, bahkan Jaidan dan Carel sudah bersandar di tembok sangking malas nya. Tidak jarang juga dengusan lelah keluar dari guru BK saat melihat kelima siswa bebal di hadapannya, jika boleh jujur ia sudah sangat bosan melihat wajah kelima siswanya itu.

"Jangan mentang-mentang kamu itu pintar kamu malah jadi seenaknya seperti ini ya, jangan aneh-aneh ini sudah tahun terakhir kamu." Wanita dengan kacamata tebal lanjut bersuara, membuat Raefal tambah menundukkan kepalanya.

"Maaf bu." Hanya kata itulah yang sekiranya pantas Raefal ucapkan saat ini.

"Kamu juga Hardyan, apa kamu ngga bosan buat masalah terus? Kamu sudah kelas dua belas lohh, bisa-bisa nanti kamu ngga lulus kalau seperti ini terus."

Hardyan merotasikan bola matanya malas, bacot sekali wanita tua di depannya ini.

"Sebenarnya saya bosan bu." Hardyan menjawab malas.

"Nah kalau bosan kenapa masih buat masalah lagi, masalahnya kali ini kamu menyeret Raefal."

"Iya bu saya emang bosan, bosan dengerin ocehan ibu."

Wanita paruh baya itu sontak memegang kepalanya, heran, sudah tau Hardyan anak nya seperti itu masih juga terserang sakit kepala mendadak seperti ini. Harusnya ia sudah terbiasa, yaa mungkin karena faktor usia juga pikir nya.

"Sudah-sudah sana kalian semua, sebagai hukuman bersihkan seluruh toilet pria, maupun itu di gedung IPA atau IPS, pokoknya semua toilet pria!!! Tidak ada pengecualian."

Raefal membulat kan mata yang tadinya sayu, sarat akan kelelahan menjadi bulat sebulat bulat nya. Lalu dengan tajam ia melirik kelima manusia tidak ada akhlak di sana secara bergantian.

Jarvis, Jaidan, Jafran, dan Carel merasa suasana di dalam ruangan tiba-tiba berubah, bulu kuduk mereka berdiri, dengan hati-hati mereka melihat ke arah Raefal, lalu secara bersamaan mereka bergidik ngeri, entahlah, sejak kapan ludah terasa sangat susah sekali tertelan bagikan menelan sebuah batu besar.

Hardyan juga merasakan hal yang sama, plis lah ia lebih suka di omeli dari pada di berikan lirikan mematikan dari pria yang lebih pendek darinya, sekarang, Raefal lebih mirip psikopat yang siap menerkam mangsanya.

Demi apapun pun mereka berlima lebih takut menghadapi Raefal (saat sudah mengetahui sisi maung nya) dari pada menghadapi guru.

"B-bu boleh ngga Raefal ngga usah ikut bersih-bersih." Jarvis berucap gugup, sesekali matanya melirik ke arah Raefal, takut jika manusia mungil itu menampakkan wujud aslinya, iiii ngeri.

"Nah iya bu bener banget katanya bang Jarvis." Dengan susah payah Jafran menelan ludah yang serasa tersangkut di tenggorokan nya.

Sekuat-kuatnya Jaidan, sepertinya ia juga lebih memilih main aman dari amukan Raefal.

"Kalau menurut saya yang di katakan kedua teman saya ada benarnya bu, kan Raefal juga baru pertamakali telat nih terus kan secara tidak langsung penyebab Raefal telat juga karena dia nebeng sama kita, jadi yang salah kita bu, masa yang buat salah kita tapi yang tanggung orang yang ngga bersalah sama sekali." Kalimat panjang lebar itu dengan lancar keluar dari mulut Jaidan.

"Kayaknya itu benar-benar solusi yang baik bu, takutnya nanti ka Raefal ketinggalan pelajaran, kan dia anak emas bu, kalau prestasinya turun karena ibu ngasih hukuman yang jelas jelas bukan salahnya kan bisa gawat bu, bisa rusak reputasi sekolah kita yang tercinta ini."

Wanita paruh baya di sana mengerutkan keningnya bingung, meresapi setiap kata Jaidan dan Carel yang ia rasa benar. Tapi aneh sekali manusia-manusia di depannya ini, biasanya ketika di kasih hukuman langsung keluar begitu saja, boro-boro mengerjakan hukuman yang di berikan mereka malah akan membuat masalah baru, seperti bolos pelajaran misalnya.

Tapi sepertinya usulan mereka memang bagus, jadi Raefal tidak berhubungan lebih lama lagi sama siswa siswa kepala batu di depannya, soalnya ia sempat takut jika Raefal menjadi bahan bully mereka jika sama-sama berada di kamar mandi untuk melaksanakan hukuman, dan juga secara harfiah kamar mandi memang kerap sekali terjadi pembulian.

"Oke, Raefal, kamu langsung masuk ke kelas, ibu sudah menjelaskan sama guru mapel kamu hari ini."

Entah sejak kapan deretan kalimat dari mulut wanita paruh baya itu sangat di cermati oleh kelima pria yang berada di ruangan tersebut, dengan serentak, helaan nafas terdengar dari mereka berlima, membuat wanita dengan kacamata tebal itu mengalihkan pandangannya ke mereka.

"Kalian kenapa?"

"Ngga kok bu."

"Udah sana kerjain hukuman kalian, ibu biarin Raefal ke kelas karena ibu juga takut nanti kalian semua jadiin dia bahan bully-an, ibu udah tau sama otak kalian semua."

'wahh ternyata emang bener. Jangan nilai orang dari cover nya.'

'yang ada kita bu yang bakal pulang tinggal nama.'

'yaelah bu jangan percaya sama muka sama tinggi badannya kali bu.'

'percayalah bu mukanya yang ngga berdosa itu menyembunyikan sifat psikopat.'

'kalau Raefal ikut, yang perlu ibu khawatirkan itu kita!'

Kelima pria tersebut membatin.

Raefal yang mendengar keputusan akhir dari wanita paruh baya di depannya_menghela nafas lega.

Senyuman manis nya terbit tanpa komando.

"Wahh makasih yaa bu kalau gitu saya permisi dulu," ucapnya sumringah, terlihat sangat manis sekali dia saat ini.

Namun ekspresinya tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat ketika kembali memandang kelima makhluk di ujung sana. Yang menjadi objek tatapan pun membuang arah pandangan mereka, kemana saja, asal tidak berpapasan dengan tatapan manusia mungil itu.

Mungil bukan sembarang mungil.

***

"Mpo es teh panas lima ya."

"Astagaa kalian bolos lagi? Padahal udah kelas tiga loh ini." Wanita paruh baya itu menggelengkan kepalanya tak habis pikir, langganan nya yang satu ini memang sangat bebal, entah sudah keberapa kali ia memberi saran, namun tetap saja terulang.

"Ini namanya bukan blos yee mpo," Jafran mendongak ke atas sembari mengipasi bagian leher hingga ke atas menggunakan bajunya di bagian dada, menarik narik baju nya hingga mengeluarkan angin dari sana.

"Cuman sekarang kita itu sedang melakukan perlindungan diri dari kegiatan yang dapat menghambat proses kepanjangan umur kita." Lanjut nya.

Wanita paruh baya itu hanya dapat memberikan gelengan kepala, sepertinya tidak ada hal yang ditakuti oleh kelima pria di sana_duduk santai di warungnya sekarang ini.

Mereka berlima sedang dilanda penat yang luar biasa, setelah kabur dari hukuman mencuci WC, mereka memilih untuk mengisi tenaga di tempat biasa. Warung mpo ani.

Jarvis terlihat mengutak-atik ponselnya, setelah jarinya menyentuh tombol terakhir, semua ponsel keempat pria lainnya bunyi bersamaan menandakan masuknya sebuah notifikasi.

"Ck lo ngapain lagi sih jar." Hardyan berdecak kesal setelah melihat tingkah laku temannya itu.

"Anjayyy slebeww, bagus bang, gue emang udah menjadi pens nya ka Raefal." Jafran berujar sumringah, sangat senang mengetahui bahwa ia masuk kedalam grup yang sama dengan Raefal.

Jaidan hanya memutar bola matanya jengah, ia lebih memilih untuk menegak es teh di hadapannya yang baru saja sampai.

"Semoga aja ka Raefal ngga tercemar sifat dajjal yang sudah menjadi ciri khas circle ini." Jafran memberikan kedua jempolnya untuk kalimat yang Carel ucapkan barusan, sangat benar.

tbc.





𝙃𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙚𝙣𝙙𝙞𝙣𝙜 [𝙝𝙮𝙪𝙘𝙠𝙧𝙚𝙣] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang