Navasha duduk di bangku kantin di pojokkan bersama Sinta dan Dania. Mereka memesan makanan dan minuman yg sama, yakni bakso dan ice tea.
Navasha mencuri pandang ke arah meja Alva sebelum duduk di bangku nya. Cowok itu tidak menoleh sedikitpun padanya. Dia terlihat sibuk dengan makanan nya sambil sesekali ikut berbincang dengan teman-temannya.
Saat bersama mereka, Navasha bisa melihat Alva tertawa. Senyum nya yg membuat cowok itu semakin menarik di mata Navasha.
Sinta mendelik, melihat Navasha yg memperhatikan Alva dengan segitu nya.
"Pelototin aja terus ! Ampe mata lo keluar" cetus SintaNavasha tersenyum. Ia kembali mengalihkan perhatiannya pada makanan nya.
"Tiap hari, Alva makin bikin gue jatuh cinta aja""Alay lo !" cibir Dania. Ia kadang tidak suka dengan sikap agresif Navasha. Apalagi saat melihat Navasha nembak Alva kemarin. Rasanya Dania ingin menyeret anak itu dan mengurung nya di kelas. Dari pada harus membiarkan temannya itu bertingkah tidak tahu malu.
Bagi Dania, cewek itu harus punya harga diri. Tidak boleh mengkode terlalu keras. Apalagi sampai memberanikan diri nembak cowok duluan.
Tapi prinsip nya itu bertolak belakang dengan Navasha. Temannya itu bilang, jika Alva terlalu dingin dan kaku. Jadi sia-sia rasanya jika menunggu Alva mengajaknya menjalin hubungan.
Maka hari kemarin, adalah langkah awal keberanian Navasha, nembak cowok yg disuka nya dengan sikap yg ia tiru dari sinetron ala emak-emak.
Sayangnya, posisi mereka terbalik.
Dania sampai geleng-geleng kepala. Ia jadi berfikir, bagaimana perasaan Alva saat itu, saat dirinya tidak kuasa di bawah kukungan Navasha.
"Jadi cewek harus punya harga diri dikit, Sha ! Itu harga diri lo kemana-in ?!" cetus Dania
"Gue gadein ke pegadaian, buat biaya nikah ntar gue sama Alva"
"Stress lo !" Sinta mendorong kepala Navasha. Entah kenapa isi otak Navasha sangat berbeda dengan mereka semua. Cewek itu lebih jujur dan terbuka. Saking terbuka nya, ia selalu melakukan apapun tanpa pikir panjang.
"Kalian protes mulu sama gue !" Navasha cemberut. Sejak kemarin dua temannya itu seakan menyalahkan sikap Navasha. Padahal Navasha hanya berjuang demi mendapatkan pujaan hatinya. Salahnya dimana coba.
"Harusnya kalian seneng liat gue berhasil jadiin Alva cowok gue""Yang ada gue prihatin ama lo, Sha !" sahut Dania "Tingkah lo makin gak tahu malu. Emangnya gue gak tahu apa lo suka meluk-meluk si Al"
"Yey .. Emang salah meluk pacar sendiri" Navasha mencebik
Sinta dan Dania memutar bola matanya malas. Entah dengan cara apa mereka harus memberi tahu Navasha. Padahal jelas-jelas sikap Navasha yg seperti itu malah membuat nya terlihat murahan dimata orang-orang.
"Mending lo intropeksi diri dech. Pusing gue bilangin lo juga lo gak paham-paham" Dania memegang kepalanya frustasi. Memiliki teman seperti Navasha seperti memiliki anak yg sulit di ajari. Bandel !
"Inti nya sih, jangan kegatelan ama si Al" Sinta memberi tahu dengan perlahan. Tangannya menyentuh pundak Navasha. Sebagai teman, Sinta tidak mau sampai Navasha jadi bahan gunjingan satu sekolah karena sikapnya sendiri.
"Tapi kalo gue gak maju, hubungan gue gak bakal ada manis-manisnya" ucap Navasha. Karena ia tau betul sikap Alva yg super dingin. Jika bukan karena Navasha yg agresif, hubungan mereka hanya akan seperti perpustakaan. Senyap sunyi, membosankan.
"Serah lo dech !" Sinta ikut angkat tangan. Menyerah memberi tahu Navasha yg sudah terlalu menggilai seorang Alvaro Attareksa.
"Memang ya cinta itu buta" cetus Dania.
"Buta, ampe bikin bego orang-orang yg merasakan nya""Nyinyir mulu kerja lo !" sungut Navasha. Ia menodongkan sendok ke arah temannya itu. "Ntar lo ngalamin, tahu rasa lo !"
Dania menepis tangan Navasha dari wajahnya. "Jatuh cinta gak bakal bikin gue gila kayak lo !"
"Gue gak gila !" tukas Navasha tidak terima, "Gue cuman tergila-gila ama Alva"
"Sama aja tolol !"
"Gak sama lah bego !"
Dan, meja mereka pun diisi oleh perseteruan Dania dan Navasha yg tiada habisnya. Sinta menepuk jidatnya sendiri. Kenapa ia harus berteman dengan dua cewek yg tidak pernah akur itu. Sinta tidak pernah bisa jadi penengah. Ia hanya bisa sabar berada di tengah-tengah medan perang mulut kedua nya.
🍀
Alva melirik meja Navasha sekilas. Keributan mereka cukup mencuri perhatian. Apalagi dengan suara Dania yg cukup menggema. Navasha juga bisa menimpali setiap ucapan Dania, tak mau kalah.
Sudut bibir Alva tertarik tanpa sadar. Sikap Navasha yg tidak mudah di tindas patut di ancungi jempol.
"Cewek lo tuh, Al !" seru Ares
Geo dan Johan mengikuti arah pandang Area. Mereka membalikkan badan untuk bisa melihat meja Navasha. Mereka langsung melihat Navasha yg berseteru dengan Dania. Tingkah keduanya membuat mereka geleng-geleng kepala.
"Cewek lo menarik, Al" Johan berkomentar.
Alva jadi memperhatikan Navasha. Ia melihat bagaimana cewek itu di meja nya. Navasha memang cantik, dia juga pintar dalam akademik. Navasha baik pada semua orang, murah senyum, dan menjadi salah satu murid kesayangan guru juga.
Setiap apa yg ada diri Navasha itu menarik. Alva menganggukkan kepala nya samar. Menyetujui ucapan Johan dalam hati.
"Itu yg ribut ama si Navasha si Dania kan ? Tuh cewek kan mulutnya bahaya. Gila ya ?! Cewek lo berani adu mulut ama Dania. Keliatan sengit banget adu mulutnya. Keren tuh cewek lo !"
Alva menyahut acuh, "Adu mulut bukan prestasi. Gak perlu di banggain segala"
Ia meminum minumannya lewat sedotan.
"Yaa dari pada cewek yg bisa nya diem aja, nangis di pojokan nunggu pangeran berkuda putih nolongin dia waktu di julid-in orang. Si Navasha lebih cool karena bisa ngadepin masalahnya sendri"
"Ucapan lo berlebihan" timpal Alva, ia menatap Geo jengkel "Si Dania tuh temennya. Ya wajarlah kalo si Navasha bisa adu mulut se-ringan itu. Bego lo ya ?!"
Johan dan Ares tertawa mendengarnya. Mereka membenarkan ucapan Alva. Sedangkan Geo langsung mencebikkan bibirnya kesal. Alva memang bermulut brengsek.
"Lo tuh harusnya sama Dania, bukan sama Navasha. Lo sama Dania satu spesies. Sama-sama bermulut bangsat !" ketus Geo
"Cewek gue Navasha. Bukan Dania !" balas Alva sengit
Responnya membuat ketiga temannya menatapnya bingung. Mereka tahu Alva ini pacar Navasha. Tapi mereka kira Alva tidak mau mengakui nya. Kenapa sekarang sikap Alva seperti menegaskan jika Navasha adalah pacarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvasha (End)
Teen FictionHari-hari Alvaro tidak bisa setenang biasanya, ketika ia berhadapan dengan Navasha. Saat cewek itu memaksanya untuk berpacaran dengannya. "ALVARO ATTAREKSA, WILL YOU BE MY BOYFRIEND?" "CEWEK GILA!"