Ketika kegabutan menyerang, dan sifat kekanakkan tiga teman Alva tengah kumat. Alva di seret paksa mengikuti permainan kurang kerjaan yg membosankan. Ia dan ketiga temannya duduk melingkar di kursi dengan sebuah botol di meja di tengah-tengah mereka.
"Truth or dare !"
Ares berseru menunjuk Johan. Permainan klasik yg cukup menghibur bagi nya. Kesempatan dimana ia bisa menggali informasi dari teman-temannya atau mengerjai nya.
"Truth" jawab Johan
"Cowok pilih truth itu banci" decak Geo
Ia merasa terlalu membosankan jika hanya di lempari pertanyaan. Dan bukannya tantangan. Meski ia pun akan malas jika di suruh memilih dare. Karena tahu tantangan dari teman-teman nya akan lebih mengerikan.
"Bacot, serah gue lah" balas Johan acuh
"Pertanyaan nya, emm .. apa ya ?" Ares mengetuk dagu. Berusaha mengingat pertanyaan yg layak untuk ia lontarkan pada Johan. Pertanyaan yg bisa menggali karakter Johan yg sedikit tertutup.
"Hubungan lo ama Sinta apa ?"
Suara Alva membuat ketiga cowok itu menoleh ke arahnya. Johan terdiam kaku, ia tak langsung menjawab. Wajah tegang nya berangsur tenang.
"Temen" jawab Johan singkat
"Temen apa demen" goda Geo
"We're just friends" tegas Johan
"Friendshit atau Friendzone ?" giliran Ares yg menggoda
Johan berdecak kesal. Ia kurang menyukai jika Sinta dijadikan bahan obrolan mereka.
"Puter lagi tuh botol, sebelum gue keluar dari permainan gegara tingkah tengil kalian" titah Johan"Baperan lo !" decak Ares
Ares dan Geo menurutinya, sebelum Johan benar-benar keluar, dan permainan akan tidak menyenangkan jika pemain berkurang.
Botol itu berputar, gerak cepat nya semakin melambat, dan akhirnya berhenti dengan moncong menunjuk Alva.
Alva menaikan pandangannya melihat ketiga temannya yg menyeringai. Ia sudah bisa membaca teman-temannya memiliki pertanyaan yg menjebaknya.
"Oke, truth" ucap Alva sebelum ditanya
Ares menggesek kedua telapak tangannya.
"Truth pun gass lah. Alva kan informasinya sangat berharga""Lo ama Navasha udah tahap mana ?" tanya Geo
"Udah pernah ciuman ?" tanya Johan
"Udah taken ?" tanya Ares
"Gimana rasanya ?" tanya Johan
Alva melengos. Menatap kesal pada mereka. "Gue cuman bakal jawab satu pertanyaan. Jadi pilih salah satu !" ketusnya
Jo, Ares dan Geo menjauh. Mereka berkumpul bertiga merundingkan pertanyaan yg paling tepat untuk Alva. Sungguh, pertanyaan ini akan sangat mereka nantikan. Karena Alva orang yg kaku dan dingin, ini kesempatan mereka untuk bisa menggali informasi lebih jauh tentang Alva. Terutama dalam percintaan cowok itu.
"Oke, kita udah deal" ucap Johan
Mereka kembali ke tempat duduk masing-masing. Tiga teman Alva itu mencondongkan tubuh, demi memperkecil jarak mereka.
Alva sedikit risih dengan keadaan ini. Apalagi tatapan mereka terus menatapnya dengan penasaran.
"Lo, udah ciuman ama Navasha ?" tanya Geo
Alva mengdengkus sinis, "Kalian seneng banget gali privasi orang" sindirnya
"Jawab aja bangke !" geram Ares. Ia penasaran setengah mati. Ares sempat berfikir Al itu tidak normal. Jadi jawaban dari pertanyaan ini akan jadi jawaban atas dugaannya selama ini.
"Pernah"
Mereka bertiga tertegun. Jawaban yg tidak disangka. Sumpah, dari awal tiga cowok itu mengira jika Alva akan menjawab tidak. Karena sikap Alva itu.
"Di mana ?"
"Udah sampe mana ?"
"Siapa yg nyerang duluan ?"
Pertanyaan-pertanyaan lainnya menyusul. Dan hal itu membuat Alva semakin kesal.
"Satu aja kampret ! Udah gue jawab pertanyaan yg tadi. Gak ada pertanyaan lainnya"
Mereka mendesah kecewa. Menyandarkan punggung dengan lesu.
"Gak seru lo Al""Gak asik ah"
"Sayang .."
Perhatian teralihkan oleh Navasha yg memasuki kelas mereka. Cewek itu duduk di samping Alva. Bergelayut di lengan cowok itu.
"Kenapa disini ? Gak masuk ?" tanya Alva heran
"Lagi jam kos. Sama kayak kamu. Kayaknya kita beneran jodoh ya.. Samaan terus"
Alva melengos, membiarkan Navasha dengan senyum centil yg sudah jadi santapan setiap harinya.
"Kebetulan ada lo Nav" seru Ares
"Kita mau tanya nih""Tanya apa ?" Navasha memandang mereka
Alva sudah bisa menduga apa yg hendak teman-temannya lakukan. Tiga cowok itu kembali merapat, mencondongkan tubuh ke tengah meja.
"Lo .. beneran udah pernah ciuman sama si Al ?"
Pertanyaan itu membuat Navasha tercekat. Ia melirik ke arah Alva yg acuh tak acuh, tak peduli pada obrolan mereka.
"Emang kenapa ?" tanya Navasha"Beneran pernah ?"
Navasha mengangguk, dan ketiga teman Alva tecengang. Ternyata bukan hoax.
"Dimana Nav ?"
"Di kam-" ucapan Navasha terhenti saat satu tangan Alva melingkar di belakang kepalanya, dengan telapak tangan cowok itu membekap mulutnya. Navasha melirik Alva yg tengah menatap lurus pada teman-temannya.
"Kalian harus tahu apa yg dinamakan privasi"
"Yaelah, Al. Pelit lo ! Ama temen doang ini" cetus Geo
"Apa gue juga harus ikut-ikutan buka privasi kalian ? Kayak si Ares yg pernah bawa majalah bokep ke sekolah, atau si Johan yg gemeteran waktu nembak cewek pertama kali, atau si Geo yg pernah gak sengaja narik rok guru ampe d skorsing sepuluh hari"
"STOOPP !!!" Seru ketiga teman Alva serempak. Wajah mereka sudah seperti dicabut nyawa saja. Pucat pasi.
Bagaimana Alva bisa mengetahui semua aib mereka. Sial ! Alva benar-benar tidak terduga.
Alva menyeringai puas, "Maka nya jangan sibuk ngurusin privasi orang. Kalo privasi kalian sendiri aja gak suka di usik"
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvasha (End)
Teen FictionHari-hari Alvaro tidak bisa setenang biasanya, ketika ia berhadapan dengan Navasha. Saat cewek itu memaksanya untuk berpacaran dengannya. "ALVARO ATTAREKSA, WILL YOU BE MY BOYFRIEND?" "CEWEK GILA!"