Ch 10

1.2K 111 2
                                    

Alva terhenyak saat merasakan pergerakan di ranjangnya. Sontak ia membalikkan badannya. Mata nya membola melihat ada orang lain yg berbaring di sampingnya

"Navasha ?!" pekik Alva kaget

"Sayang" sapa Navasha, tersenyum manis

Alva menegakkan tubuhnya. Menjauhi Navasha. Cewek itu ikut mendudukkan diri di ranjang Alva.

"Lo ngapain disini, Cabe !"

"Kangen sama terong nya aku" Navasha tersenyum menyebalkan. Alva kesal mendengar panggilan sayang Navasha padanya. Meski ia tahu, jika Navasha hanya membalas karena Alva lagi-lagi menyebutnya cabe.

"Kenapa lo ada di kamar gue ?"

"Kangen" ucap Navasha merengek

Ia meringsek maju. Memeluk Alva, menyandarkan kepalanya di dada bidang Alva yg terbalut piyama berwarna violet.

Alva bergeming. Ia masih terkejut dan tidak percaya jika Navasha ada di kamarnya di malam-malam begini. Tapi pelukan cewek itu di tubuhnya membuat Alva yakin jika dirinya sedang tidak bermimpi saat ini.

"Sha !"

"Aku kangen banget sama kamu, sayang"

Alva melengos malas. Panggilannya malah di balas ungkapan sayang yg sudah sangat sering Alva dengar.

"Vasha lo kenapa bisa kesini ?"

"Ya bisa lah. Aku kan naik taksi, terus turun ke rumah kamu, lalu masuk ke kamar kamu"

Alva berdecak, "Maksud gue, kenapa lo bisa ke sini malem-malem gini ? Emang orang tua lo gak khawatir ?"

"Aku udah ijin sama mereka"

Alis Alva bertaut bingung, "Mereka ngijinin lo ke sini ?"

"Aku bilang mau nginep di rumah temen"

Alva berdecak sekali lagi, "Jangan bilang lo mau tidur di sini ?!"

Navasha malah tersenyum lebar. Hal itu membuat Alva semakin frustasi. Ada apa dengan cewek yg jadi pacarnya itu. Sesantai itu meniatkan diri menginap di rumah cowok. Tidur sekamar dengan Alva di ranjang yg sama.

"Lo nginep di sini, besok-besok lo bunting. Mau ?!"

Alva memberi peringatan. Namun Navasha malah mengangguk-anggukan kepalanya.

"Mau"

"Gila !" Alva mendorong wajah Navasha menjauh. Ia bisa benar-benar khilaf jika terus berada di dekat Navasha. Cewek itu tidak waras.

"Sayang, lembut dikit kek. Aku kan cewek" gerutu Navasha sebal

"Lo bukan cewek. Tapi cabe !" tukas Alva

"Kalo aku cabe, kamu terong"

"Terserah lo, pe'a !"

Navasha cemberut. Alva duduk di sisi ranjang membelakangi nya. Ia bingung harus menyikapi Navasha bagaimana.

Akhir-akhir ini ia memang merindukan Navasha. Ia rindu celotehannya. Rindu senyumnya. Rindu aroma nya. Rindu pelukannya. Dan sikap agresifnya yg lain.

Tapi, kehadiran Navasha yg tiba-tiba, dengan tingkah yg diluar dugaan membuat Alva sulit berfikir. Otak nya mendadak blank. Ia tidak tahu harus bagaimana sekarang.

Keadaan sekarang terasa janggal. Navasha berada di rumahnya malam-malam begini. Memang di rumah Alva ia hanya tinggal berdua dengan abangnya, yg kebetulan sedang dinas keluar kota.

Jadi Alva sendirian di sini.

Tapi bagaimana dengan keluarga Navasha. Alva yakin mereka mengira Navasha menginap di rumah teman perempuan nya. Bukannya nyangkut di rumah cowok yg menjadi pacarnya.

Alva mengacak rambutnya frustasi.
Sial ! Alva bingung harus bagaimana jadinya.

Sepasang tangan melingkar dilehernya. Alva menoleh ke samping. Mendapati wajah Navasha berada tepat di depannya. Hidung mereka bersentuhan. Jarak sedekat itu membuat fokus Alva teralihkan.

"Al"

Navasha memanggilnya dengan pelan. Namun berpengaruh besar pada Alva. Darahnya berdesir menyambut suara Navasha yg ditangkap indra pendengaran nya.

"Hn?"

"Kangen sama aku gak ?"

Mata Alva naik membuat pandangan mereka bersibobok. Sorot mata mereka kini tergambar berbeda. Mata sayu yg sedikit berkabut.

Inilah kenapa sepasang manusia berbeda tidak diperbolehkan tinggal berdua dalam satu ruangan. Karena perasaan asing akan merambat pada diri mereka. Menyalurkan satu perasaan ingin memiliki yg menepikan akal sehat.

Navasha yg memberi celah, Alva yg melangkah. Bibir mereka bersatu. Bersentuhan dengan lembut. Hanya beberapa detik, jarak yg kembali terbentuk dimanfaatkan Alva untuk memandang bola mata pacarnya.

Tangan Alva membelai pipi Navasha, menyingkirkan helaian rambut yg menempel di pipinya.

"Navasha"

Suara Alva terdengar serak. Tubuh Navasha merasakan getaran aneh yg membuatnya ingin semakin merapatkan diri pada pacarnya itu.

"Ya?"

"Gue kangen sama lo"

Senyum kembali terlukis di wajah Navasha. Akhirnya kalimat yg ia nantikan tercetus dari bibir Alva. Kemustahilan yg akhirnya bisa benar-benar ia wujudkan.

Navasha mengeratkan pelukannya di leher Alva. Menarik kepala cowok itu, menyatukan kembali bibir mereka.

Mereka saling memangut penuh kerinduan. Ada rasa damba yg membuat mereka semakin ingin mengikis jarak. Melupakan akal sehat. Namun mereka sama-sama berusaha menahan diri. Mengendalikan diri agar tidak semakin melangkah jauh.

Hanya berciuman, di atas ranjang Alva. Menimbulkan decakkan-decakkan akibat peraduan bibir mereka. Dua tubuh yg sama-sama terbaring di ranjang, menikmati kegiatan penuh cinta.

Harusnya mereka menyembunyikan diri di bawah selimut, atau menutup rapat pintu sebelum melakukannya. Jadi seseorang di depan kamar itu tidak menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kecil saat menyaksikan aksi mereka.

Tangannya meraih knop pintu, menariknya hingga celah itu tertutup sempurna. Menyembunyikan kegiatan yg semula dilihatnya secara tidak sengaja.

"Udah berani nakal ya lo, Al" gumamnya pelan

Niatnya mengecek apakah sang adik sudah tidur atau masih terjaga di kamarnya. Ia malah disuguhi pemandangan yg membuatnya tak percaya.

Astaga, sejak kapan Alvaro Attareksa, adiknya yg bersifat kaku itu memiliki pacar. Dan, berani sekali dia menyusupkan ceweknya ke rumah. Membawa nya ke kamar. Dan melakukan yg iya-iya.

"Cari mati tuh anak" tangannya menggulung lengan kemejanya hingga sebatas siku. Kedua tangannya bertengger di pinggang. "Mau di sunat lagi kayaknya si Al"

Alvasha (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang