Ch 7

1.1K 104 0
                                    

"NAVASHAA !!!"

Navasha yg baru keluar dari kelas terperanjat mendengar seseorang yg meneriakan namanya. Dari kejauhan ia melihat Alva berjalan mendekat dengan tatapan memangsa.

Mampus !

Rasanya Navasha ingin menangis. Tungkai kakinya bergemetar. Ia menepuk pundak kedua temannya yg tengah bersamanya, dengan tatapan waspada pada Alva yg semakin mendekat.

"Gue cabut duluan. Bye ! Bye !"

Setelah mengatakan itu, Navasha berbalik dan langsung berlari menjauhi Alva.

"NAVASHA !! JANGAN KABUR LO CABE !!"

Alva berlari mengejar, dan hal itu membuat Navasha semakin mengencangkan lari nya ketakutan.

"AMPUN, AL. AKU SALAH APA SAMA KAMU ?" Teriak Navasha

"BERHENTI LO !"

"NGGAAAAKKK .... ALVA NYEREMIN ! AKU TAKUT"

"NAVASHA !!!"

"MOMMY ... !!!!"

Bel pulang baru berbunyi beberapa saat lalu. Membuat hampir seluruh penghuni sekolah berada di luar karena kelas telah usai. Namun aksi kejar-kejaran Alva dan Navasha menjadi penarik bagi mereka untuk bertahan di sana. Menyaksikan kucing dan tikus yg berlarian di koridor.

"Temen lo kenapa ?"

Dania menoleh, saat mendengar Sinta bertanya. Ia melihat Johan berdiri di samping mereka. Oh, ternyata dia bertanya pada Johan.

"Alva marah, Hp nya di ambil Navasha" jawab Johan

Dania mengernyit bingung, "Masalah Hp doang ? Ngamuknya si Alva udah kayak anaknya baru di kawinin orang"

Johan mendelik sinis "Omongan lo ngeres"

Dania menggendik acuh.

"Alva tuh paling gak suka kalo barang nya di ambil tanpa ijin. Tahu sendiri lah gimana nyebelin nya sifat tuh anak"

Sinta mengangguk setuju, "Gue heran kenapa lo betah temenan ma dia"

"Gue lebih heran kenapa si Navasha mau ama dia" timpal Dania

Johan tertawa kecil, menghadapi karakter Alva yg dingin dan terkadang kejam itu memang merepotkan. Johan sempat berfikir temannya itu akan kesulitan mendapatkan pacar. Siapa sangka, tanpa bersusah payahpun Alva berhasil memacari Navasha. Yang merupakan satu cewek famous di sekolah.

"Kuat mental tuh temen lo" Johan memuji Navasha. Hanya cewek itu yg tahan berada di sisi Alva. Hubungan yg berawal dari paksaan yg hebatnya sudah berjalan hampir dua bulan. Johan tidak menyangka dua orang itu mampu bertahan selama itu.

"Navasha bukan kuat mental" ujar Dania

Johan dan Sinta menatap ke arahnya

"Tuh anak cuman kurang waras"

Kontan mereka tertawa. Jo mangut-mangut setuju. Memang kadang Navasha bertingkah absurd. Sikapnya yg lain dari yg lain yg mampu membuat Alva kadang kewalahan menghadapi nya.

"Dan, gue duluan ya !" Sinta pamit pada Dania. Temannya itu hanya mengangguk singkat.

"Yuk, Jo !"

Johan mengangguk. Ia merangkul Sinta, berpamitan juga pada Dania sebelum meninggalkan tempat itu.

"Duluan ya !"

"Hn" sahut Dania malas

Sepergiannya mereka. Diam-diam Dania merutuk. Kenapa dua temannya pergi dengan pasangan masing-masing. Sementara disini Dania ditinggal sendirian.

Kesal rasanya saat mengetahui fakta hanya dirinya yg belum mendapat someone di sisinya.

Kembali pada Navasha dan Alva. Kini keduanya sudah dibanjiri keringat. Rambut Navasha lepek karena keringat yg membuat helaian rambutnya melembab. Nafas Navasha terengah. Ia berada di depan Alva dengan meja sebagai penghalang mereka.

Navasha memang lari ke dalam kelas, agar bisa lebih mudah menghindari Alva. Karena jejeran bangku bisa menghalangi gerak cowok itu.

"Ampun Al ! Udah ya ? Aku capek sayang" Navasha memelas. Ia berbicara dengan deru nafas yg terasa berat.

Alva sama kacau nya. Wajah beringas nya sedikit menyusut karena rasa lelah mengejar Navasha yg sialnya sangat sulit di tangkap.
"Lo pikir gue gak capek ?! Kenapa juga lo harus lari tadi ?!" omel Alva kesal

"Ya abis Alva nyeremin" cebik Navasha. "Aku kan takut"

Tubuh Navasha merosot ke bawah. Terduduk di lantai dengan lemas. Ia tak peduli jika pada akhirnya akan menerima amukan Alva. Navasha sudah tidak kuat lagi berlari.

Tubuh Navasha berbaring di lantai. Matanya terpejam meredakan rasa lelahnya.

Alva melengos. Ia naik ke atas meja yg jadi penghalang mereka. Lalu mendarat tepat di sisi Navasha yg tiduran di lantai.

Mata Navasha kembali terbuka. Ia merentangkan tangannya pada Alva. Alva menautkan alisnya bingung.

"Sini ! Aku udah siap kamu apa-apain"

Alva menepis tangannya itu.
"Dasar Cabe !"

Navasha tersenyum geli. Menggoda Alva sudah menjadi hobi nya. Menggoda cowok dingin seperti Alva terasa seperti tantangan sendiri bagi Navasha.

"Bangun bego ! Di situ kotor" seru Alva

Navasha mengulurkan tangannya lagi
"Bangunin !"

"Manja lo !" decak Alva. Ia meraih tangan Navasha, membantu nya untuk bangun dari posisinya. Tapi tubuhnya langsung terhuyung karena Navasha menubruk tubuhnya, memeluknya.

Alva membeku.

Detak jantung mereka seakan menyatu. Sama-sama berpacu dengan jelas, seirama. Kepala Navasha bertengger di pundak Alva, dengan mata terpejam. Mencari kenyamanan.

"Alva juga deg-degan"

Alva mendengus kecil, "Itu karena gue masih capek. Baru ngejar anak ayam yg kabur" cibir nya

"Kirain kamu bakal jawab, karena gue idup gak mati, biasanya kan Alva suka gitu"

Tangan Navasha melingkar memeluk Alva.

"Itu juga termasuk"

Alva bergeming. Matanya terpejam sesaat, menenangkan deru nafas yg masih terasa berat. Anehnya, pelukan Navasha membuat kekesalan Alva berkurang. Digantikan perasaan nyaman yg sulit ia tepis.

Aroma tubuh Navasha yg bercampur dengan keringatnya tertangkap indra penciumannya. Rasanya Alva ingin membalas pelukannya, tapi rasa gengsi menahannya.

Tangan yg sempat terangkat, terkepal. Alva gamang. Sial ! Navasha selalu membuatnya gelisah tidak jelas.

"Al gak mau balas pelukan aku ?"

"Gak" jawab Alva singkat

Ia tidak mungkin menjawab jujur. Bisa-bisa Navasha semakin terbang ke angan-angan.

"Kenapa ?"

"Lo bau"

Navasha seketika mencebik. Mulut Alva memang silet. Jadi Navasha harus menyiapkan mental kuat agar tidak selalu patah hati setiap berbicara dengan nya.

"Bales aja sekali, Alva aja bau keringat gini aku peluk gak papa"

"Itu kan elo. Gue gak mau" balas Alva keukeuh

Navasha melonggarkan pelukannya. Namun kedua tangannya masih setia melingkar di pinggang Alva. Tatapan Navasha beradu dengan manik dingin Alva.

"Pilih peluk atau cium ?"

"Gak kedua nya"

Tangan Navasha berpindah ke tekuk Alva. Membuat Alva seketika waspada.

Saat Navasha mulai mendekatkan wajah mereka. Alva menarik tubuh cewek itu hingga kembali ke pelukannya. Navasha menahan senyum, merasakan kedua tangan Alva yg memeluk pinggangnya kini.

"Lebih enak cium tahu Al"

"Ciuman aja ma tembok"

Alvasha (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang