Ch 2

1.7K 137 0
                                    

"Alva sayang !"

Suara Navasha menyambut warga sekelas Alva yg langsung memperhatikan cewek itu di ambang pintu, dengan berbagai macam pandangan menyorotnya.

Sementara Alva mendesah lesu. Baru bel, dan ia sudah dihadapkan lagi dengan cewek merepotkan yg satu ini.

Navasha berjalan ke arah Alva yg masih membereskan buku-buku nya ke dalam tas.

"Al sayang mau di bantuin gak ?" tanya Navasha

"Gak perlu" jawab Alva dingin. Ia bahkan tidak mau menoleh pada Navasha

"Gak, pokoknya aku bantuin" tangan Navasha menahan lengan Alva. Menghentikan cowok itu membereskan peralatannya.

Alva menatapnya jengkel. Berbeda dengan Navasha yg memandangnya dengan senyum manis.
"Aku bantuin yah ... kan aku pacar kamu yg baik"

Mendngar kata pacar Alva seketika merasa mual. Tapi perkataan Navasha membuat Alva berpikir ulang. Ia memandang cewek itu dengan sebelah alis terangkat.
"Yakin mau bantuin ?"

"Yakin dong !" jawab Navasha mantap.
"Aku kan sayang sama kamu. Kan ku lakukan semua hanya untuk kamu"

Navasha berujar dramatis. Membuat Alva menggulirkan matanya malas.

"Ya udah, beresin tuh ! Cepetan tapi, gue mau balik" titah Alva

"Oke, sayang"

Navasha menurutinya. Ia membereskan alat-alat tulis Alva ke dalam kantong pensil. Merapikan buku-buku di atas meja. Dan memasukannya kedalam tas. Setelah semua tertata rapi. Navasha menutup resleting tas Alva.

"Udah selesai sayang"

"Udah ?" Alva yg tengah memainkan ponselnya langsung menoleh. Ia bangkit dari kursi, meraih tasnya dan bergegas pergi dari kelas.

Setelah keluar dari kelas. Langkah Alva berhenti, ia menyorot Navasha yg berjalan mengikuti nya.
"Lo ngapain ngikutin gue ?"

"Ya kan mau pulang bareng"

"Kapan gue bilang mau pulang bareng lo ?!"

Navasha mencebik, menghentakkan kaki nya kesal. "Ih, Alva ! Masa udah pacaran aja gak mau pulang bareng sih !"

Alva mengernyit, menatap tak suka pada tingkah manja Navasha. Dari awal cewek itu yg memaksanya menjadikannya pacar. Seharusnya Navasha sadar diri untuk tidak terlalu banyak berharap dan menuntut lebih pada Alva.

"Gue ada janji ama Johan. Lo balik aja sendiri" seru Alva

"Nggak mau !" Navasha memeluk lengan Alva erat

"Ih, cabe ! Ngapain sih lo meluk-meluk tangan gue kayak gini ? Lepasin gak ?!" ancam Alva

Namun bukan Navasha nama nya jika langsung menuruti perkataan Alva. Cewek itu menggelengkan kepalanya.
"Anterin aku pulang !"

"Gue udah bilang, gue ada janji ama Johan, Navasha" ucap Alva geram

Baru beberapa jam mereka jadi pasangan, tapi Navasha sudah berkali-kali membuat Alva kesal. Bagaimana kedepan nya nanti ? Alva tidak bisa membayangkan. Bisa jadi, jika ia sudah benar-benar tidak kuat, Alva akan memilih untuk pindah sekolah saja.

"Alva kamu jadi pacar jahat banget sih ?!" pekik Navasha keras, wajahnya memberenggut sebal "Masa pacar sendiri di suruh pulang sendirian"

"Lo sendiri jadi pacar gak pengertian" tukas Alva, membela diri. "Udah dibilangin gue gak bisa nganter lo pulang"

Mendengar balasannya, perlahan Navasha melepaskan pelukannya. Ia menunduk sedikit, merasa bersalah.
"Ya udah iya, maaf. Aku bakal berusaha jadi pacar yg pengertian buat kamu"

Alis Alva terangkat, menatap heran pada Navasha yg tiba-tiba berubah secepat itu.

"Aku pulang duluan kalo gitu, kamu pulang nya jangan kemaleman ya ! Hati-hati dijalannya. Sama jangan lupa makan. Latihan basket kan juga butuh tenaga"

Setelah mengatakan itu, Navasha berjalan pergi meninggalkan Alva. Ya, ia tidak boleh egois. Navasha harus bisa jadi cewek yg diinginkan Alva. Menerima Navasha sebagai pacarnya saja sudah menjadi keberuntungan besar baginya. Harusnya Navasha bisa lebih menerima sikap Alva yg tidak bisa di rubah meski dengan status mereka yg sudah berubah.

Alva mengusap rambutnya kasar. Harusnya ia senang karena Navasha mau mengalah. Tapi perasaan nya malah merasa bersalah, apalagi melihat raut wajah Navasha tadi.

Alva menghembuskan nafas kasar. Menyusul langkah Navasha yg belum terlalu jauh dari nya.

Ia meraih tangan gadis itu. Membuat Navasha terperanjat. Alva menghiraukan ekspresi terkejut gadis itu. Ia menarik tangannya dari sana.
"Gue anter lo pulang !"

"Tapi, tadi kamu bilang-"

"Gak usah banyak nanya !" potong Alva cepat. Pandangan tajamnya membuat Navasha kembali mengatupkan mulut.
"Waktu gue gak banyak. Jadi turutin aja ! Gak usah banyak ngoceh !"

Navasha mengulum senyum. Ia tidak menyangka Alva akan mau berubah pikiran dan memilih untuk mengantarnya lebih dulu, sebelum akhirnya ikut latihan basket seperti biasa.

Navasha naik ke atas motor Alva setelah cowok itu menyuruhnya. Tangan Navasha memegang kedua sisi jacket yg dikenakan Alva. Motor mereka pun melaju meninggalkan kawasan sekolah.

Kepala Navasha menempel, bersandar di punggung hangat Alva. Matanya terpejam merasakan kenyamanan yg menjalar. Aroma tubuh cowok itu menjadi candu baginya. Perlahan, kedua tangan Navasha merayap, melingkar di perut cowok itu.

Tepat setelah motor mereka berhenti di lampu merah. Alva melepaskan pelukan Navasha dari tubuhnya.
"Gak usah modus !"

Navasha mencebik, "Peluk pacar sendiri juga. Itu bukan modus, Alva sayang"

"Ngeles aja lo !" tukas Alva. "Dasar ganjen !"

"Ih, Alva nyebelin !" pekik Navasha kesal
"Salah gitu kalo aku pengen mesra-mesraan sama kamu"

"Mesra-mesraan di hotel, bukan dimotor"

Celetukan Alva membuat bola mata Navasha melebar. Mulutnya pun terbuka dengan tidak percaya mendengar ucapan Alva.
"Al ternyata mesum ya ?! Masih kecil lho, main ajak ke hotel aja. Tapi kalo Alva mau sih, aku gak nolak"

Navasha kembali melingkarkan tangannya di perut Alva. Kini pelukannya lebih erat. Membuat Alva mendengkus kesal.

"Lepasin cabe !"

"Alva, kamu panggil aku cabe terus ih !" protes Navasha

"Ya emang lo cabe ! Diliat dari tingkah lo yg kayak cabe-cabean gini, emang salah kalo gue panggil cabe ?!"

Navasha menghembuskan nafas jengkel
"Al kalo kamu panggil aku cabe. Aku panggil kamu terong. Biarin semua tahu, anggap aja itu panggilan sayang kita berdua"

"Dasar gila !" tukas Alva sengit. "Nama panggilan kayak gitu malah bikin orang mikir kotor tentang kita tolol !"

"Ya makanya berhenti manggil aku cabe !"

Alva melengos malas. Ia hanya bisa mengalah dari pada perbincangan mereka semakin memanjang. Yang pada akhirnya hanya membuat kekesalan Alva semakin memupuk tinggi.

"Oke, gue gak bakal panggil lo cabe lagi"

Navasha tersenyum, "Makasih sayang"

"Sayang-sayang, pala lo peyang" ketus Alva

Navasha menusuk pipi Alva dengan geli. Alva menepisnya denan Jengkel.

"Al kalo lagi kesel makin ganteng tahu"

"Oh, jadi itu sebabnya lo suka bikin gue kesel ?!" tuduh Alva

Navasha menggeleng, "Nggak kok. Alva marah itu udah jadi hobbi Alva sendiri"

"Makin ngaco aja omongan lo ya ?! Mana ada marah jadi hobbi"

"Ada kok, itu Alva bukti nya"

"GUE GAK HOBBI MARAH !"

"Lah ?! Itu apa ?"

Alva mengusap wajanya kasar. Sialan ! Sialan ! Kenapa ia harus dihadapkan dengan cewek semacan Navasha sih ?!

Alvasha (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang