Navasha menyandarkan punggungnya di kursi. Ia tidak segera beranjak seperti para anggota nya yg bergegas pergi setelah rapat selesai. Navasha butuh bernafas sejenak. Mengistirahatkan tubuhnya yg semakin hari semakin pegal tidak tertahan.
Navasha bukan satu-satu nya yg masih bertahan di sana. Ada Lio yg duduk di bangku samping kirinya. Ia merasa iba pada Navasha yg tampak kelelahan.
"Lo terlalu maksain diri, Nav" ujar Lio
Navasha menoleh malas, kepalanya masih setia bersandar di puncak kursi.
"Ini udah jadi tugas gue, yo. Jadi wajar aja kalo gue kerja lebih keras dari yg lain""Ya harusnya lo bisa bagi pekerjaan lo ama gue. Gue wakilnya, Nav" decak Lio kesal
Navasha menghandle tugas yg seharusnya menjadi pekerjaan mereka berdua. Menyisakan beberapa tugas kecil untuk Lio, sementara sebagian besar dilakukan nya seorang diri.
Lio tidak mengerti kenapa Navasha memilih merepotkan dirinya sendiri.
"Seandainya lo gak punya pawang"
"Jangan jadiin Lia alasan !" suara Lio sedikit meninggi karena kesal. Navasha selalu segan memberinya pekerjaan, dan kembaran Lio selalu dijadikan alasan atas semua tindakan nya.
"Lia gak seegois itu""Gue tahu" Navasha mendesah pelan. Ia mengubah posisinya, menyandarkan kepalanya di meja, berbantal lipatan tangannya sendiri.
"Gue cuman trauma ama amukan Lia"Lio berdecak sebal. Ia juga tidak bisa memaksa jika Navasha memiliki ketakutan tersendiri dengan seseorang yg selalu setia disamping Lio.
Tapi kadang Lio juga merasa tidak terima dirinya diperlakukan lain oleh Navasha. Padahal Lio mampu melakukan nya.
"Gue pulang dulu" pamit Navasha, sambil bangkit dari kursinya.
"Perlu gue anter ?" tawar Lio
"Gak usah" tolak Navasha. "Gue gak mau di gosipin yg nggak-nggak sama lo"
Lio menatap temannya itu bingung, "Sejak kapan lo peduli ama pandangan orang ?"
Setahu Lio, Navasha orang yg masa bodo dengan sekitarnya. Navasha selalu menjadi dirinya sendiri. Itulah salah satu karakter cewek itu yg cukup Lio sukai.
"Sejak gue punya cowok" Navasha menoleh malas pada Lio, "Kalo lo lupa, gue sekarang gak single. Berangkat-pulang sama lo cuman bakal bikin hubungan gue dalam bahaya"
Lio terdiam, tak menjawab. Membiarkan Navasha pergi meninggalkan nya seorang diri di ruang OSIS.
🍀
Navasha menyelesaikan mandinya dengan cepat. Hari ini kesibukan nya sebagai ketua Osis telah selesai. Meski Navasha harus bekerja ekstra demi menyelesaikan tugasnya dengan segera.
Navasha baru sampai di rumah menjelang magrib dan tidak membuang waktu untuk apapun. Ia segera meluncur ke kamar mandi. Lalu memilah pakaian yg hendak di kenakannya.
Jam sudah menunjukkan pukul 9. Tapi Navasha sudah siap dengan dress peach nya, dengan tas selempang kecil di bahu. Cewek itu menuruni tangga dengan tergesa.
Keluarga nya yg tengah berkumpul di meja makan menatapnya dengan bingung.
"Navasha, kamu mau kemana ?" tanya Ibunya
"Hari ini aku nginep di rumah temen, mom. Jangan tungguin ya !" balas Navasha. Ia menyempatkan diri mengambil beberapa roti di meja sebelum meninggalkan rumah.
"Tapi ini udah malem, Nav. Apa kamu gak capek ? Kan baru pulang juga" ayah Navasha ikut bersuara.
"Namanya juga nginep, pih. Jadi ya malem pergi nya. Kalo siang itu nama nya main"
"Ya udah. Anterin sama Gibran gih !" seru Ibu Navasha
Namun anaknya yg dipanggil itu malah langsung menggendik bahu nya acuh,
"Ogah ! Biarin aja dia pergi sendiri. Gak pulang juga gak papa""Gibran" tegur Ayah nya pelan
Namun teguran seperti itu tak berarti apa-apa bagi cowok yg sudah berusia 22tahun. Gibran acuh-acuh saja menikmati makan malam nya. Sampai geplakan di belakang kepalanya membuatnya langsung tersedak.
"Uhuk uhuk"
Ayah dan ibu nya melongo melihat Navasha di belakang Gibran dengan wajah puas. Melihat abang nya meraih gelas berisi air demi meredakan tenggorokannya.
"Tanda sayang gue buat lo, bang" ucap Navasha sebelum pergi. Ia lalu berlari keluar sebelum Gibran mengamuk karena tindakan nya.
"Mami, Papi, Navasha pergi dulu !"
Segelas air ia habiskan hingga tandas. Kini tatapan Gibran tertuju pada pintu tempat menghilang nya Navasha. Adiknya itu telah berhasil melarikan diri.
"NAVASHAAAA !!!!! ANAK KUTIIL !! ADIK DURHAKA LO !!"
🍀
Menapaki jalan di depan sebuah rumah besar. Pagar yg menjulang tinggi bercat cokelat tua berada di hadapannya.
Navasha mendorong gerbang itu, demi bisa melangkah masuk.
Lampu-lampu taman di sekitar menerangi setiap langkahnya. Navasha sampai di depan pintu utama. Ia menghembuskan nafas mengumpulkan keberanian sebelum membuka pintu itu.
Keadaan senyap dan sunyi yg di tangkapnya pertama kali. Navasha melangkah masuk semakin dalam. Navasha kesana saat malam sudah cukup larut, jadi wajar saja jika penghuni rumah sudah terlelap.
"Neng Vasha ?!"
Navasha terkesiap. Ia menoleh cepat, mendapati seorang wanita paruh baya yg menatapnya penuh keheranan.
Senyum Navasha terukir dengan kaku.
"Bi Sari"

KAMU SEDANG MEMBACA
Alvasha (End)
JugendliteraturHari-hari Alvaro tidak bisa setenang biasanya, ketika ia berhadapan dengan Navasha. Saat cewek itu memaksanya untuk berpacaran dengannya. "ALVARO ATTAREKSA, WILL YOU BE MY BOYFRIEND?" "CEWEK GILA!"