26

436 64 44
                                    

Mohon maaf apabila ada kesamaan nama, tempat, karakter, ataupun peristiwa dengan cerita lain.

Semua yang ada di cerita ini hanya fiksi, jangan sangkut pautkan ke dunia nyata. Biasakan untuk menghargai setiap usaha seseorang.

Klik tombol bintang sebelah pojok kiri biar ATARAXIA sering up yaa!!

Happy Reading!!

"Aku hanya berpura-pura ikhlas. Faktanya, tentangmu masih tersimpan rapat dalam memori."


####


Perlahan mata tajam itu terbuka, mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya. Gavier menatap sekitar, kedua alisnya hampir menyatu saat melihat kamarnya yang tampak rapi dan bersih. Padahal seingatnya, semalam ia memberantakkan kamarnya sendiri seperti orang kesetanan.

Lalu Gavier menyadari tangan kanan yang semalam terluka kini sudah terbalut perban. Ah Gavier ingat, semalam Jia datang untuk menenangkannya. Apa mungkin Jia yang melakukan semua ini? Terus sekarang dimana cewek itu? Apa sudah pulang??.

Gavier bergegas menuruni ranjang dan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Mengingat Arin yang hilang, membuat Gavier buru-buru berniat mencari adik tersayangnya itu.

Beberapa menit Gavier keluar dari kamar mandi dengan wajah yang sudah terlihat lebih fresh. Setelah lengkap memakai pakaian, Gavier berjalan menuruni tangga, tangannya menenteng jaket kebanggan Stheno.

Saat di pijakan tangga terakhir, Gavier mendengar suara dari arah dapur, seperti orang yang tengah memasak. Gavier mengerutkan keningnya bingung. Seingat Gavier, Bi Iyem sedang izin pulang kampung. Dan juga Bundanya sedang ada di luar kota bersama Papanya. Jadi siapa yang ada di dapur??.

Gavier melangkah pelan menuju dapur. Ia terdiam, langkahnya pun terhenti saat mengetahui orang yang tengah memasak adalah Jia. Kenapa Jia ada di rumahnya sepagi ini? Atau mungkin Jia memang menginap disini?.

Lamunan Gavier buyar setelah Jia menyadari keberadaannya.

"Loh Gavier? Lo udah bangun??"

Gavier mendengus malas, lalu berjalan mendekati Jia. "Menurut lo?!"

Perempuan itu tidak menjawab, ia hanya terkekeh dan kembali menata makanan.

"Kok lo ada disini?" tanya Gavier yang sudah duduk di kursi, satu tangannya diletakkan di meja.

"Maksud gue, lo emang sengaja dateng kesini pagi atau lo...nginep disini?" tanya Gavier lagi.

Jia menatap Gavier sejenak. "Opsi kedua,"

Gavier terdiam mendengar jawaban Jia. Tiba-tiba rasa bersalah dan tidak enak hati muncul di benaknya. Gavier merasa dirinya sudah terlalu banyak merepotkan Jia.

Jia yang mengerti apa yang sedang Gavier pikirkan pun berjalan mendekati cowok itu. Ia berjongkok di depan Gavier yang tengah menatap lantai kosong. Tangan Jia menggenggam tangan Gavier. Bukan apa-apa, hanya untuk menenangkan saja.

"Jangan mikir kayak gitu. Semua yang gue lakuin ke lo, itu murni karna keinginan gue sendiri. Gak tau kenapa, gue selalu ngerasa lo butuh gue, dan gue harus selalu ada di saat lo butuh. Mungkin kesannya gue terlalu PD, tapi itu yang gue rasain, Gav."

Tidak. Bukan Jia yang ke PD-an, tapi memang ucapan Jia benar. Gavier sangat membutuhkan Jia, apalagi disaat pikirannya sedang kacau. Biasanya, disaat sedang kacau dan butuh ketenangan, Gavier selalu menyakiti dirinya sendiri, menghancurkan semua yang ada di dekatnya. Tapi jauh dari itu semua, ada di dekat Jia membuat Gavier jauh merasa lebih tenang.

ATARAXIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang