Lima belas.

1.9K 199 17
                                    

Karena part ini lumayan sensitif jadi siapkan tisu ya gaes...

Kita bakal menggunakan perspektif Xiao Zhan, biar meweknya lebih khusyuk, cie elaaah...

Enjoyy ❤💚

***

Ingin tahu apa yang selalu aku impikan saat pertama kali membuka mata?

Aku selalu berharap jika hari-hari kelamku selama di Inggris berubah menjadi sebuah mimpi indah, berharap Yibo berada disampingku.

Enam tahun bukanlah waktu yang singkat untukku menyembuhkan luka, dan saat luka lamaku mulai membaik aku justru dihadapkan pada sebuah pilihan yang membawaku kembali pada mereka.

Jujur aku lelah, aku tak mengharap lebih ketika itu. Bahkan tidak pernah ada seorang pun yang tahu akan latar belakangku, teman-teman ku di Cambridge memanggilku Sean, dan aku terpaksa menikahi seorang teman karibku demi legalitas identitas Xiaoyi.

Dia perempuan cantik nan anggun, kami bertemu sejak aku mengambil spesialis di CU. Sayangnya keinginan ia untuk bisa membangun sebuah keluarga impian harus terhalang oleh penyakitnya, aaah... Apa aku sudah membahas hal ini sebelumnya? Aku rasa tidak.

Sifat temanku ini mirip sekali dengan Xuan lu- jie, dia begitu senang ketika mengetahui aku hamil, bahkan tunangan nya pun menjagaku, sampai hari dimana aku bisa menerima Xiaoyi. Pernikahanku dengannya hanyalah sebagai perwujudan rasa terima kasihku karena ia mau meminjamkan identitasnya kepada kami berdua -aku dan Xiaoyi- tapi begitu umur Xiaoyi menginjak 8 bulan, malaikat manisku ini harus kembali ke surga, meninggalkanku, Edward serta si pangeran kecil.

Terkadang aku masih bermimpi tentang sosok keibuan yang mau menerima bayi kecilku, ia tersenyum lembut saat menimang Xiaoyi, membuatku sedikit tertampar oleh kenyataan.

Mengapa dulu aku tega ingin menggugurkan makhluk mungil tak berdosa ini?

Bukankah Xiao Yi tidak pernah meminta ingin dilahirkan ke dunia dari rahimku? Kalau pun dia bisa memilih mungkin pangeran kecilku itu tidak mau terlahir dari seorang pria pengidap PTSD dan gangguan kecemasan yang mengarah pada bipolar tipe 2.

Dan kalian pasti bertanya bagaimana bisa seorang dokter sepertiku dapat dikatakan kompeten? Jujur, aku jarang terpancing saat berada di Inggris dan dokter kejiwaanku pun menganggapnya sebagai level depresi tingkat rendah.

Ya, setidaknya sebelum diriku kembali ke Hangzhou.

Aku mencoba membuka mata perlahan, menghidu aroma mint menyegarkan dari pria disampingku, dia memang posesif tapi aku tak pernah mengetahui sisi lain Wang Yibo yang rela menukar seluruh asetnya demi diriku. Haruskah aku bahagia sekarang?

"Pagi, sayang" sapaan lembut diselingi kecupan hangat selalu mengawali pagiku, yaa... Aku adalah manusia paling beruntung seantero jagat raya, karena memiliki suami tampan sekaligus perhatian namun sedikit mesum, haha.

"Tumben kau bangun pagi?" wajar, kan; kalau aku bertanya soalnya Yibo biasanya bangun diatas jam 10 kalau akhir pekan.

"Bukankah kita mau ke tempat jiejie?" Yibo turun dari tempat tidur, mendahuluiku ke kamar mandi.

Kapan aku bilang mau periksa ke tempatnya Xuanlu-jie?

Ooh, iya... Aku memang berencana kedokter setelah acara shopping kemarin tapi salahkan saja keluarga besarku yang ikut dalam acara belanja singkat -pada awalnya- dan berakhir menjadi rekreasi bersama cucu kesayangan dua keluarga kolot ini, ckck.

Simon malah asyik pacaran, aku merasa sedikit kasian dengan Hanhan karena terus diganggu oleh adik bongsorku itu.

Aku senang melihat kedekatan semuanya,...

bleuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang