Dua puluh empat.

1.4K 159 12
                                    

Keluarga besar Xiao sudah terbang lebih dahulu ke Paris bersama beberapa kerabat dekat prof. Zhang. Sementara kakek Wang memilih pergi bersama A-yi dan Zhan dua hari setelahnya, mereka hanya menghadiri acara resepsi disana mengingat Zhan tidak bisa berlama-lama berada dikerumunan orang.

"Kau benar-benar mau meninggalkan Yibo?" tanya ayah mertuanya.

Zhan mendengus sebal, "Dia tidak peka! Aku membencinya"

Haoxuan terkikik, "Kau tidak kasihan pada Yibo kecilku, hmm?"

Zhan mendongak, memandang lekat sang ayah, "Kalau ia mau, nanti ia pasti menyusulku, tapi jika sampai Yibo tidak menyusul kita maka aku akan pulang kerumah Xiao"

A-yi yang mendengar kekesalan papa-nya lantas mengambil handphone dan mengetikkan sesuatu pada daddynya.

Zhanzhan sedang kesal, cepatlah daddy reservasi tiket, kalau tidak mau hakmu sebagai pendampingnya dicoret, hahahahaha...

A-yi menyeringai penuh makna setelah menekan tombol kirim lalu melirik sang kakek.

"Semua beres" ucap A-yi pelan, dibalas anggukkan dari Haoxuan.

Disisi lain, Yibo yang sedang menghadiri rapat perdananya hari ini di interupsi oleh sebuah pesan singkat, awalnya ia ingin mengabaikan pesan itu, namun setelah mengintip sedikit siapa sang pengirim; Yibo pun tersenyum membuat beberapa kolega di dalam ruangan megah bernuansa modern minimalis itu tercengang mendapati perubahan drastis tuan Wang.

"Urus keberangkatanku ke Paris setelah ini" bisik Yibo pada A-cheng.

•••••

Penerbangan melelahkan dari Beijing ke Paris membuat Zhan tidur lebih awal sesampainya ia di hotel. Zhan bahkan tidak melepaskan outer yang sebelumnya ia pakai.

Ps. Tulisan bercetak miring adalah flashback dari Zhan; persepektif yang digunakan pun adalah perspektif Zhan.

Enjoyy...

Aku bingung mengapa anak-anak di lingkungan kampus selalu mengeluh-eluhkan nama pemuda angkuh nan arogan itu, memang apa kelebihan yang ia miliki?

Sama halnya hari ini, di depan fakultasku bahkan penuh sesak oleh fangirlnya.

"Heh! Zhanzhan" suara rendah itu menyebutkan namaku ketika aku berjalan melewati kerumunan.

"Kau memanggilku?" balasku acuh.

"Aku mencintaimu!" teriaknya lantang.

Apa dia gila? Oh, astaga bahkan wanita-wanita ini memandangku aneh, hei... Bukan aku yang memulai semua ini mengapa tatapan kalian seolah mencerca ku karena tidak membalas perkataan cecunguk ini!

"Kau gila?" ya, nampaknya otaknya memang sedikit tidak berfungsi dengan baik.

"Namaku Wang Yibo dan aku tidak akan pernah melepaskanmu!" setidaknya itulah kalimat terakhir yang ia gaungkan, aku terlalu malas menanggapi anak aneh ini, lagipula aku normal! Yaaa... Aku normal!!!

Tetapi awal kehancuran hari-hari tenangku justru berawal dari sana...

Aku memang sedikit ansos -anti sosial- selain karena aku harus berpenampilan ala anak nerd satu-satunya alasanku kuliah karena ingin membuktikan pada ayah kalau menjadi dokter tidaklah buruk, jujur sebelum ini aku tidak pernah diganggu siapa pun. Setidaknya sampai pemuda bernama Wang Yibo itu mengusik ketenanganku dan semua fangirl yang mengawasiku sekarang.

"Beruntung dia manis, meski sedikit cupu, tetapi kalau memang Yibo bisa memolesnya aku akan memaafkan Yibo kita menjadi gay" bisik salah seorang mahasiswi dibelakangku.

bleuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang