Chapter 22.

35 4 2
                                    

blue - keshi

◂◂ ► Ⅱ  ▸▸

Perubahan cuaca yang tak jelas ini agak menganggu Valery. Sebentar panas, sebentar mendung. Bahkan, prediksi cuaca di ponselnya pun tak bisa membacanya begitu jelas.

Selain dari cuaca yang tak jelas, masih ada Resta dengan perubahannya yang tiba-tiba, berbeda sekali dari yang kemarin. Entah kenapa, hari ini interaksinya terkesan seadanya saja. Ia juga tak seriang seperti kemarin, yang mana biasanya Resta akan selalu menghampiri dirinya duluan secara tiba-tiba hanya untuk berbasa-basi, menceritakan hal konyol yang kadang Valery tak pahami, dan merecokinya.

Sekarang, istirahat tengah berlangsung. Suasana sepi kelas serasa menekan Valery, walau masih ada sedikit orang di dalamnya. Maka dari itu, ia memutuskan keluar dan saat sedang berada di dalam lift yang tumben sekali sepi, padahal ini jam istirahat. Anin dan Nabila sudah sedari tadi pergi ke kantin, dan Valery memang melipirkan diri sendiri karena ia tak nafsu untuk makan. Lagipula, perutnya juga masih terasa penuh akibat sarapan yang terlalu banyak tadi.

Ia menatap langit-langit dinding lift tersebut selagi memikirkan Resta dan suasana hatinya sekarang ini yang terasa tak mengenakan. Pintu lift kemudian terbuka dan menampilkan sosok Ardian sedang menahan cairan berwarna merah yang keluar dari hidungnya—tembus mengenai lengan kemeja putih yang dikenakannya.

"Gila lu, ya!" Valery menahan tombol lift dari dalam, mencegat agar pintu tidak tertutup karena ulah Ardian.

"Kemari sini lu," Valery menarik lengan Ardian menjauh dari area lift, "Mimisan langsung ke UKS atau ke toilet. Lu kira lift ada toilet atau UKS?!"

Ardian tampak tengah menyusun segala hal yang terjadi sekarang ini selagi Valery membawa dirinya dengan cepat ke arah UKS. Wajar saja, Valery langsung mengumpat dan bertindak cekatan.

Ruangan UKS yang tertutup rapat menandakan bahwa tempat ini sepi. Valery yang sudah terbiasa diajak bolos ke UKS dengan lugas membuka pintu tersebut. Mengarahkan pria yang ditariknya ini ke sebuah wastafel.

"Bersihin. Abis itu ganti seragam lu," ucap Valery selagi ia berjalan ke arah ruangan satunya.

Ardian melihat pantulan dalam dirinya sesaat di kaca. Memalukan. Lihat betapa kacaunya sekarang dia. Pikirannya dipenuhi bagaimana bisa dia dipertemukan dengan Valery tepat ketika ia ingin masuk ke dalam lift dengan keadaannya ini selagi dia mengeluarkan darah dari hidungnya. Belum lagi pekerjaannya yang masih tertinggal.

Valery disana sibuk membuka kardus botol minuman. Ia kembali mengecek Ardian sebentar yang benar tengah membersihkan area hidungnya. Agaknya Valery mengerti kenapa Ardian jadi seperti ini. Kelelahan. Sedari tadi ia juga melihat anggota OSIS lainnya yang mondar-mandir di segala penjuru area sekolah untuk persiapan Olimpiade yang diselenggarakan di sekolahnya. Valery kemudian menodorkan botol minuman kepada Ardian saat ia sudah berbalik, "Nih, minum."

Dengan perlahan Ardian meraih botol minuman itu dari tangan Valery, kemudian berusaha membukanya.

"Ck, lu udah jadi lemah banget kali, ya, ampe buka tutup botol aja gak bisa," Valery mengambil alih benda tersebut dari tangan Ardian. Ia berhasil membuka tutup botol tersebut. Tidak seperti Ardian. "Udah 2x gue ketemu lu dengan keadaan mimisan."

Ardian langsung meminumnya sebab tatapan nyalang yang diberikan Valery setelah menyerahkan lagi botol tersebut.

"Tubuh lu keliatan bener kalau belum kemasukan apapun. Sekacau itu wajah lu," oceh Valery lagi.

Ardian seketika tersedak, "Jangan dilihat."

Valery mendengus terserat-merta tawa disana, "Gue punya mata gimana bisa gak ngeliat, sih?"

ValeryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang