Chapter 5.

111 19 21
                                    

◂◂ ► Ⅱ ▸▸

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

◂◂ ► Ⅱ ▸▸

Menuruni motor Oki dengan susah payah telah dialami Valery saat sampai di gerbang sekolah tadi. Sudah Valery bilang bawa motor yang biasanya saja, tapi Oki malah mengeyel membawa motor tingginya dia. Dia bilang biar pas masuk kuliah nanti mantannya nyesel karena sudah mutusin 3 hari yang lalu.

Imbasnya jadi ke Haikal dan Valery yang bersempit-sempitan bonceng bertiga di model motor begitu, lebih kasihan ke Haikal yang berada di tengah sampai kesusahan nafas. Valery juga sudah bilang dia mau mesen ojek online saja tapi Oki memaksanya dengan marah-marah lebih baik pergi bertiga saja. Sifat keras kepala Oki.

Kejadian tersebut sudah berlalu. Valery menghirup udara segar pagi sebanyak-banyaknya sebelum mengemban lelah dari kewajibannya sebagai pelajar.

"Waw!" Karina menepuk pundak Valery dari arah belakang, "Dari mana aja lu hah, baru keliatan?"

Valery mengeluh, mencoba melepaskan pitingan tangan Karina, "Sakit. Ngapain, sih, emang?"

"Kangen."

"Lu sama gue hampir ketemu setiap hari, Rin."

"Kemarin gue mau ketemu lu, lu-nya malah gak ada," Karina mulai melepas pitingan tangannya di leher Valery.

"Ada bang Oki, kan? Kedemenan lu?"

Karina terkekeh, "Gue dibeliin seblak 2 bungkus dong sama abang lu. Terus gue main ps sama Haikal."

"Enakan lu, kan."

"Tapi gue kan maunya sama lo, Val!" Karina menghentak-hentakan kakinya, persis seperti anak kecil. "Lagi lu ngapain kerja, sih?"

"Gue gak kerja. Gue dah dipecat," ucap Valery.

"Hah?!" Karina menghentikan langkahnya sesaat lalu tersadar ini juga bisa disyukuri, "Oke, berarti itu berkah buat gue karena bisa lebih lama sama lu 24/7!"

Perkataan itu tentu mendapat tatapan hujaman dari Valery disampingnya.

"Oke, aku diam. Kamu seram."

Keduanya diam. Diam dengan bukan suasana canggung. Mereka hanya gak tau topik apa lagi yang dibicarakan. Lagipula kalau soal canggung karena tadi, Karina udah gak akan lagi karena sudah terbiasa juga.

"Yaudah, gue belok ya. Nanti kita ketemuan lagi, cii uu," ucap Karina di perbatasan gedung IPA-IPS yang dibalas deheman oleh Valery.

Ia membalikkan pandangan kepada tubuh kecil Karina yang mulai menjauh disana. Tidak kenapa-kenapa, Valery hanya merasa begitu menyanyangi sahabatnya itu yang selalu mengerti karakternya dan selalu mau ada untuknya dari mereka kecil hingga sekarang. Bahkan, setelah semua kejadian yang menimpa.

Valery berharap, dirinya juga bisa untuk selalu ada dan memberikan rasa sayangnya kepada Karina meski dalam bentuk yang berbeda dan tak biasa.

"Ekhem."

ValeryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang