Chapter 41.

18 1 0
                                    

◂◂ ► Ⅱ ▸▸

Pintu kaca tersebut kembali tergeser, menggambarkan wajah Resta yang sembab. Saat ia menaikan mahkotanya, papanya berdiri di samping Om Bagas layaknya sedang menanti dirinya. Bundanya mengobrol dengan tante-tantenya Valery.

"Yang lain kemana, om?" tanya Resta saat mendekati Om Bagas.

"Ardian pamit pulang, Revaldy ada di kamar ICU, sisanya pergi makan," jelasnya.

"Valey sudah bangun, om?"

Bagas menggeleng, "Belum."

Athalla kemudian berjalan mengambil duduk di kursi panjang teruntuk penjenguk, "Sini yuk, Res."

Resta mengikutinya. Kepalanya masih tertunduk lesuh dengan kelopak mata yang terlihat semakin melemah.

"Valey... kena gangguan apa, nak?"

Loh? Memang papanya tidak diberi penjelasan oleh perawat dan dokter disini bahkan keluarganya Valery?

"Deskripsi psikotik. Dia dulu pernah trauma akan keadaan masa lalunya karena kehilangan orang-orang. Sampe sekarang trauma itu masih kebawa ternyata."

Papa Resta menengglekkan kepalanya, "Kehilangan orang-orang?"

"Iya, pah. Orang tuanya meninggal dalam kecelakaan di luar negeri. Dan dia juga ditinggal sama sepupunya yang udah dia sayang banget," jelas Resta.

Setelah penjelasan tersebut tak ada sahutan suara apapun lagi dari keduanya. Hening. Semuanya terhanyut dalam pikirannya masing-masing.

"Valery Ifani Natasya? Adiknya Kenan dan Qahtan, kan?"

Resta mulai melirik papanya heran, "Iya, pah."

"Actually, i have a story that i want to tell you," Papa Resta mengisi lubang kantung celananya, ia kemudian tersenyum pilu, "Orang tuanya adalah kolega dekat papa. Papa juga udah jadi sahabat sama papanya Valery dari semasa perkuliahan."

Mulai cerita Athalla yang membuat postur tubuh Resta makin maju mendekat.

"Inget papa pernah pergi ke Syria untuk ngurus pembukaan cabang hotel?" Athalla menatap Resta.

"I--iya," jawab Resta.

"Mereka meninggal disana, Resta."

Tampak jelas dahi Resta berubah mengkerut, "How did you know?"

Athalla menghela nafasnya dalam, "Kebetulan waktu itu mereka lagi kerja disana dan jadi perwakilan dari pihak Syria untuk ngurusin hotel papa. Waktu itu, ada kebakaran di suatu gedung. Papa lihat itu pas baru banget sampai di gedung tersebut. Kejadian itu merebut beberapa korban jiwa. Orang tua Valery adalah dua dari korban tersebut karena terjebak di dalam lift saat kebakaran itu terjadi."

Bola mata Resta semakin membesar beserta dengan pupilnya yang kian bergetar. Kenyataan cerita papanya berusaha ia telan dengan baik walau tak habis pikir dengan alur takdir yang bisa berhubungan seperti ini.

"Sewaktu Valery datang ke rumah, sejujurnya papa kaget melihatnya," Athalla tersenyum, "Awalnya papa gak yakin kalau dia itu anaknya Daniel, tapi setelah berapa kali merenung papa jadi tahu dan yakin."

Resta masih diam termenung dengan mulut yang terbuka– mencerna semua itu.

Tak tahu. Resta tak tahu. Mendengarnya ikut sesak. Pantas benar waktu itu ketika Resta memperkenalkan Valery, papanya sempat seperti tercekat sesaat.

Kuku-kuku Resta meremat kuat celana berbahan satinnya yang masih ia kenakan dari acara tadi.

Athalla kemudian merangkul anak semata wayangnya itu, "Valey gak lama lagi akan bangun, kok. Dia akan sembuh. Dia diberi perawatan terbaik dan papa punya feeling kalau kamu-lah obat terbaik untuk kesembuhan Valery."

ValeryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang