Kau Yang Sembunyi - Hanin Dhiya
◂◂ ► Ⅱ ▸▸
Kaca lebar tersebut merefleksikan postur tubuh seorang perempuan yang tengah menunduk. Rambutnya sedikit menutupi wajahnya. Orang yang melihatnya tahu bahwa perempuan itu tengah bersedih— terlihat serta dari pergerakan tangannya.
"Ini Valey," Maya dengan suara halusnya menyerahkan sebuah amplop cokelat di atas meja.
Valery datang kemari untuk bertemu kabar dengan rekannya disini, sekaligus memberitahu bahwa dia benar-benar sudah akan berhenti. Semuanya sudah tahu apa yang menjadi putusan Valery berhenti bekerja.
Valery menatap Maya di depannya, disusul dengan David dan Nina yang duduk di satu sofa panjang yang sama.
Dibelakang sana ada Ardian yang tengah bersandar punggung pada tembok.
"Makasih semuanya."
"Kamu harus bangkit lagi, ya? Nanti jangan lupa main-main kesini," ucap Nina dengan senyum cantiknya.
"Jangan sungkan untuk main kesini," tambah David.
Nina dan Maya kemudian memeluk Valery, tanda perpisahan mereka. Nina bahkan sudah menganggap Valery bagaikan adiknya sendiri, begitu juga Maya yang sudah terlanjur begitu sayang dan begitu nyaman dengan Valery.
Buru-buru Maya menghapus air matanya setelah mereka berpelukan. Maya tak mau tangisannya terlihat dan menjadi beban untuk Valery.
Maya seperti tak rela untuk melepasnya. Tapi mau bagaimana lagi. Harapannya, Valery bisa segera lepas dari bayang-bayang kerumitan.
"Aku anterin sampe ke mobil, ya?" tawar Maya.
"Dian aja, kak, yang nemenin," Ardian disana telah bersiap dengan jaketnya.
"Oh, yaudah."
Valery disana telah berdiri dari duduknya. Ia mengangguk pamit kecil lalu pergi tanpa mengucapkan kata apapun lagi.
Berdua mereka menuju kearah mobil Oki di parkiran. Guratan wajah Valery tampak sangat kosong, seperti tubuh yang tak berjiwa.
"Gue kangen banget sama lu, Val," ucap Ardian disampingnya.
Hal itu membuat Valery menghentikan langkahnya dan menatap Ardian yang langkahnya sama juga ikut terhenti.
Fokus matanya menghujami manik biru Valery yang bertabrakan dengan manik hitam miliknya. Bibirnya menekuk kecil keatas. Siapapun yang melihatnya tahu bahwa ada rasa ketulusan yang tersemat di dalam bola mata hitamnya.
"Udah berbulan-bulan gue gak ngeliat lu," Ardian tersenyum kecil, "Biasanya gue bisa nemuin lu di sekolah. Hari ini lu dateng ke cafe, gue bersyukur bisa ngeliat lu lagi."
Setetes air mata terlihat mengalir jatuh di pualam Valery.
"Val, lu kenapa?" ekspresi Ardian langsung berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Valery
Roman pour AdolescentsValery kira fokus bebannya hanya pada hal-hal ini dan itu saja. Semuanya tidak berhenti disitu, nampaknya hidup akan selalu menambahkan kesan baru dalam warnanya. Terlebih lagi, hal-hal itu datang ketika suatu perasaan yang sama menghinggapinya lagi...