Chapter 33.

22 4 1
                                    

Fix Me Up - Fin Argus & Sabrina Carpenter

Fix Me Up - Fin Argus & Sabrina Carpenter

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

◂◂ ► Ⅱ ▸▸

Suasana cafe di siang itu ramai. Bau kue yang baru keluar dari oven sangat mendominasi indra penciuman, begitu juga dengan bau dari minuman manis, dan topik berbeda obrolan orang-orang yang tak ada habisnya sehingga membuat mereka betah berada di dalam nuansa ruangan.

Ardian ada disini. Ikut membantu. Terkadang, ia modus kesini hanya bisa untuk melihat Valery yang sedang bermondar-mandir mengantar pesanan, membersihkan meja dan pantry, atau berdiri di depan mesin kasir. Namun, sekarang tentu perempuan itu tak ada lagi karena fokus penyakitnya.

Ardian datang kesini hanya untuk melepaskan rasa nestapa akan perempuan itu. Di sekolah ia sudah tak bisa melihatnya lagi, jarang sekali, juga pesan teks yang rasanya percuma jika dikirim, karena Valery tak akan bisa membalasnya, dia malah akan kebingungan.

"Pulang, gih. Shift kamu udah selesai," ucap David yang berjalan sehabis mengatar pesanan.

"Bentar lagi, bang," sahut Ardian.

Mau tak ada kehadiran Valery pun, cafe tempat kakak sepupunya ini memang selalu ramai pengunjung dari waktu ke waktu dan cafe ini pun selalu mengalami peningkatan.

Maya disampingnya setia menatap adik sepupunya itu yang sedang mengelap kaca pantry sampai benar-benar mengkilap. Ia berdehem, "Gue mau nanya sesuatu. Tapi, takut kesannya sensitif."

Sontak ujaran Maya pun mengalihkan alih perhatian Ardian yang sudah berdiri tegap menghadap wajah milik Maya, "Tanya aja. Mau nanya apa?"

Maya bergeming dengan tatapan yang menunduk kebawah sebelum mengeluarkan pernyataannya, "Valery... Gue denger-denger dia kena depresi berat. Emang benar?"

Jujur, Maya merindukan anak pekerja keras itu. Setelah tahu tentang kabar penyakit tersembunyinya itu, Maya tak menyangka. Setelahnya dia juga tak mendengar kabar apapun lagi tentang Valery. Tapi, sekarang Maya benar-benar berharap jika ada suatu pertanyaan terkait kondisi Valery, jawaban baik-lah yang keluar dari mulut si penjawab.

Ardian mengerutkan bibirnya, lalu lanjut mengelap lagi, "Gue gak tahu lebih jelasnya kayak gimana, kak. Gue juga- gak bisa main narik kesimpulan dan percaya apa kata omongan orang. Gue gak punya hak untuk nyari tahu juga, kak."

Kalau ditanya apakah ada orang di sekolahnya yang masih percaya bahwa Valery baik-baik saja? Jawaban satu-satunya adalah Ardian. Dia masih tidak mau percaya tentang kabar-kabar yang beredar hebat di sekolahnya, sebelum Valery-nya sendiri atau bahkan mungkin keluarganya yang memberi tahu.

"Lu bukannya suka sama dia, ya, dek?" tanya Maya yang berhasil membuat Ardian terkekeh. "Gimana udah ngakuin belum?"

Ardian mendengus, "Gimana mau ngakuin, orang kondisinya aja lagi begini."

ValeryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang