Chapter 40.

18 2 0
                                    

◂◂ ► Ⅱ ▸▸

Suara bel rumah berdering. Silvia bergegas ke depan untuk melihat siapa gerangan di balik pagar rumahnya.

"Assalamualaikum, tante. Sore."

"Wa'alaikumsalam, sore. Siapa, ya? Ada perlu apa?"

"Maaf, tante sebelumnya. Saya Ardian, teman sekolah Valery. Saya diminta sekolah untuk mengambil foto copy berkas-berkas yang dibutuhkan dalam konfirmasi penerimaan siswa yang lolos PTN. Kebetulan berkas yang dikirim Valery kurang lengkap."

"Oh, begitu. Silahkan masuk dulu, nak," Silvia membuka gerbang rumahnya lebih lebar, "Masukin aja motor kamu ke dalam."

"Makasih, tante. Permisi, ya," Ardian kemudian bergegas memasukkan sepeda motornya ke dalam halaman rumah.

"Berkas yang kurang apa aja, Ardian?" tanya Silvia.

"Foto copy hasil konfirmasi lolos universitas mananya, tante. Sama foto copy KK-nya katanya kurang satu," terang Ardian.

"Baik, baik. Masuk dulu aja sini, duduk dulu," Silvia mempersilahkan Ardian masuk ke dalam rumahnya.

"Ah, makasih, tante," ucap Ardian canggung.

Ardian kemudian mendudukan dirinya di bantalan sofa. Silvia pergi ke atas untuk mengambil berkas yang dibilang kurang olehnya tadi.

Suara deruan mesin mobil terdengar dari dalam rumah. Ardian menengok penasaran melalui kaca ruang tamu.

Seorang pria dengan balutan jas putih yang berantakan masuk begitu saja dengan terburu-buru lalu bersandar tangan pada pinggiran daun pintu, "Tante Silvia! Ini Resta!"

Ketika Resta menyusuri area ruangan ini, tatapan termenung dilayangkan olehnya ketika melihat Ardian ada di dalam rumah ini. Sama dengan Ardian yang juga menampakkan tatapan tak paham akan suasana Resta kini.

"Valey!! Valey!!"

Terdengar suara jeritan Silvia dari atas yang membuat keduanya spontan terkesiap nan panik serta gelisah. Resta kontan berlari dengan secepat kilat menuju lantai atas. Diikuti juga oleh Ardian di belakang.

Saat Resta telah tiba di lorong kamar, suara erangan tangisan Silvia makin terdengar. Resta menapakkan telapak tangannya untuk kedua kali pada pinggiran pintu.

Disana, ekspresi Valery benar-benar seperti mayat hidup dengan pergelangan tangannya yang sudah mengeluarkan aliran darah. Resta berlekas-lekas menapakan lutut di lantai, berhadap-hadapan dengan Valery dengan pandangan yang benar-benar kosong.

"Val!" tatap Resta iba. Air matanya sudah menggenang ketakutan.

Ardian yang baru sedetik sampai dibuat sama terkejut dan paniknya. Hal ini benar-benar kacau.

"Gendong dia, Res! Bawa ke mobil!" teriak Ardian dari pintu.

Dengan segera Resta langsung membopongnya lewat kedua tangannya yang memegang area lengkungan lutut Valery dan punggungnya. Selagi Ardian membantu tante Silvia untuk berdiri.

"Gue siapin mobil lu. Kunci lu dimana?" ucap Ardian selepas keluar dari kamar Valery.

"Masih gue cantolin di dalam mobil."

Ardian kemudian berlari mendahului mereka, dengan gerakan gesit pergi ke depan rumah.

Valery di dalam dekapan Resta telah memejamkan matanya. Darah yang keluar dari nadi tangannya tak berhenti-henti. Bahkan sudah menetes ke lantai dan menodai pakaian Resta.

Ardian sudah di dalam mobil. Urat pada tangannya menonjol kuat bersiap dalam memegang kendali mobil tersebut.

Buru-buru Resta menaruh Valery di kursi belakang. Kepala gadis itu diletakkan dalam pangkuan pahanya.

ValeryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang