Chapter 21.

3 1 0
                                    

◂◂ ► Ⅱ ▸▸

Kenan tengah memerhatikan anak-anak yang bermain sepak bola dari pinggir lapangan sembari menyandarkan beban tubuhnya pada sebuah pagar besi yang mengelilingi sebuah kolam ikan. Es mambo yang tengah di kunyahnya terasa nikmat di kala siang hari ini, selagi menunggu Haikal yang sedang tebar pesona ke junior-junior perempuan.

Setelah membantu junior tersebut membawa keranjang berisi peralatan olahraga— yang mana tawaran bantuan tersebut adalah sebuah dalihnya, Haikal lalu kembali mengambil tempat berdiri di samping Kenan. Kenan menyerahkan es mambo milik Haikal sehabis di pegangnya.

"Lu tau kalau kakak lu udah pacaran?" Haikal menggigit ujung plastik es-nya.

Kenan memberhentikan kegiatan mengunyahnya ketika mendengar hal tersebut, "Emang udah pacaran?"

"Gak tau, sih," Haikal menyengir, "Cuma gue sering ngeliat kak Valey sering di gofood-in makanan sama dianter pulang sama dia."

"Cowoknya gak tahu aja, kalau gue yang lebih sering ngabisin makanan yang di gofood-innya. Hahahahaha," sambung Haikal lagi dipenuhi tawa.

Kenan hanya mengangguk seadanya lalu kembali menghabiskan es yang di genggamnya. Melihat respon Kenan yang biasa saja malah membuat Haikal terheran. Mengingat kalau Kenan orangnya dingin dan cukup prefeksionis nampaknya ini bukan respon yang diharapkan seorang Haikal, "Kok lu biasa aja? Lu seneng kalau kakak lu diambil orang?"

"Belum pasti pacaran, kan? Lagi emang kenapa? Selagi kak Valey bahagia ngapa gak?" balas Kenan.

"Gue yang gak bahagia!"

"Kok lu?"

Haikal mendecak, "Ya 'kan dia juga kakak gue, ya."

"O, y."

Es mambo yang baru sedetik di kunyah oleh Haikal dijadikan sebagai alat untuk memukul pundak Kenan. Sudah dibilang kan mengesalkan. Kenan memang tipe orang yang seperti itu dengan semua orang, bukan hanya orang tertentu saja, tapi semua orang. Sering bikin naikin tinggi darah orang.

Tanpa tahu saja kalau Haikal sebenarnya juga sama. Cuma bedanya kalau kata-kata dingin, sikap, dan sindiran menusuk Kenan yang membuat orang kesal– walau Kenan gak serius bermaksud begitu. Sedangkan Haikal kata-kata mengejeknya juga kelakuannya yang subhanallah gak ada akhlak bikin orang juga kesal sampai naik darah juga– walau Haikal sebenarnya memang bermaksud begitu.

Kalau Kenan sudah mengesalkan begitu, biasanya Haikal akan menggunakan senjata andalannya yaitu perbedaan usia lebih setahunnya dibandingkan Kenan. Kalau Kenan bukan seorang murid akselerasi, Kenan itu akan menjadi adik kelasnya di sekolah. Itu semua emang karena otak Kenan aja yang terlalu encer, tapi untungnya Haikal gak sekelas sama Kenan. Kalau sekelas, udah habis kuping Haikal makin panas karena kata-kata cynical Kenan juga omongan membanding-bandingkan dari kedua orang tuanya.

"Orang kalau pacaran kemungkinan terburuknya apa yang bakalan terjadi, Kal?" tanya Kenan sambil memperhatikan es mambonya.

"Putus, karena perasaanya makin udah gak ada, yang tadinya perasaanya penuh banget ampe tumpah-tumpah, eh, jadi tiris. Kayak es mambo lu, tuh," sahut Haikal. "Atau enggak karena telah menyakiti salah satu pihak tersebut. Kayak es mambo, makin lama lu pegang, tangan lu ngerasa kedinginan sampai memerah."

"Gak ada yang kerenan dikit apa perumpamaannya? Es mambo terus," Kenan menyelidik.

Kemudian Haikal sangat bersiap-siap untuk memberikan bogeman ke wajah Kenan, "Anjir lu! Gue pake perumpamaan gitu juga mikir ya pake sel otak yang udah keluar, nih!"

•❅•

"Boleh lu bantuin gue?"

Valery yang tengah mengerjakan latihan soal tercekat akan kehadiran Resta yang sudah mengambil tempat duduk di sebelahnya. Segera pandangannya memandang ke sekitar kelas, takut dicurigai.

ValeryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang