Chapter 36.

27 4 0
                                    

◂ ► Ⅱ ▸

Melupakannya tak pernah ada di dalam daftar sejak bertemu dengan kilauan itu. Resta masih sering kali memerhatikan berbagai sosmed Valery dan juga isi galeri fotonya yang berkaitan dengan Valery. Masih sering kali untuk tidak peduli. Tak bisa melupakannya.

Dia dan segala kenangan. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa itu dilakukan jika itu semua sangat membekas, begitu sangat tersimpan di relung dan memori?

Sejujurnya Resta sangat merindukannya. Bagaimana kabar perempuan itu sekarang? Resta ingin melihat lagi segala hal yang ada pada diri Valery. Rindu ini sangat memenjarakannya. Sudah tak ada lagi yang bisa ia lakukan.

Orang baru yang disengajakan hadir untuk menemaninya lagi tentu tidak akan bisa membuatnya tersenyum lepas sama seperti yang perempuan itu lakukan padanya dahulu.

Keabu-abuan yang dirasakan sendiri. Juga, Resta tak pernah tahu kalau rasa menyesakkan ternyata bisa mengkabut setebal ini. Berusaha tetap menganggapnya tidak ada, selagi Valery sekarang benar-benar telah menghapus tentang Resta di kepalanya.

Iya, Resta, dia telah lupa akan semua orang.

Dalam putus asa dan kepasrahan Resta hanya bisa diam walau dia ingin kembali maju lagi, sama seperti sewaktu dia mengulurkan jabatan tangannya pertama kali pada perempuan jelita tersebut, mengenalkan sosok dirinya kembali. Namun, tentu hal itu membuat Resta takut akan semuanya menjadi lebih kian memburuk.

Masih sering kali tiba-tiba menangis di tengah malam. Iya, menangis. Katakan Resta pria cengeng. Tidak apa-apa. Memang begitu kenyataannya. Dia benci akan dirinya sendiri.

Satu sisi masih tak bisa berhenti menyanyanginya, dan satu sisi benci karena bayangan Valery selama ini selalu menganggapnya adalah orang lain.

Semuanya sekarang teriisi dengan kata seandainya, kalau saja, kenapa harus. Namun begitu, tetap harapannya adalah untuk gadis itu— agar semoga ia bisa segera sembuh.

•❅•

Revaldy terduduk lemas layaknya semua cakra jiwanya telah terkuras habis. Hari ini di halaman rumah sakit. Ia tidak diperbolehkan masuk ke koridor dimana ruang Valery terbaring oleh keluarganya.

Dedaunan pohon trembesi melambai-lambai diatasnya. Rambutnya terbawa angin lembut. Revaldy menatap langit biru cerah itu.

Sudah pantas, kok, dia di perlakukan seperti ini. Bahkan bisa dibilang ini kurang dibandingkan dengan apa yang telah ia lakukan mengenai kepergiannya. Kalau Oki ingin menambah jotosannya lagi pun dengan senang hati Revaldy akan menerimanya. Ah, itu juga tampaknya masih kurang.

Ia memindahkan pandangannya ke samping. Terhenti pada 4 orang yang terlihat keluar dari pintu rumah sakit. 1 perempuan itu berjalan di posisi tengáh dengan cara jalannya yang lebih menggebu-gebu dibandingkan 3 orang lainnya.

"Lu brengsek! Kemana aja lu selama ini?!!" Karina langsung mencengkram pakaian Revaldy ketika pria itu baru saja mau berdiri.

Guratannya memerah beserta dengan air mukanya yang terasa pedih. Revaldy bisa melihat masih banyak genangan di dalam indra penglihatan Karina.

Farhan dibelakang sudah mengeluarkan ekspresi sarkasnya. Ia yang selama ini juga telah menyembunyikan keadaan sahabat sedari kecilnya tersebut atas permintaannya. Walaupun ingin sekali ia membongkarnya.

Ia sudah lelah menjadi fake untuk ikut-ikutan tidak tahu soal Revaldy soal keberadaannya. Akhirnya, datang juga hari ini.

ValeryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang