=∆=∆=
Gorden magenta dengan hiasan manik-manik yang berkilau itu sudah tersibak sepenuhnya. Cahaya terang menerobos kedalam. Membuat hangat yang ia gapai. Aku tau ini sudah pukul enam, tetapi rasa malas ini tidak pernah bisa ditolak. Postur tubuhku yang mulanya sudah duduk tegak kembali tergiur untuk meringkuk dan membenamkan wajah pada bantal.
Namun kurasa diluar sedang terjadi perang, pintu kamarku saja seperti akan lepas dari engsel yang mengikatnya.
“LETA YA AMPUN!! BANGUN NAAAK!!”ya, siapa lagi jika itu bukan suara dari Mamaku.
Aku berusaha menegakkan badan, mengusap wajah dan menatap datar pintu. Aku lalu turun dari ranjang dan mengambil handuk putih didekat gantungan baju.
“Iya, lagi mau mandi ini Maa…”tukasku perlahan.
Aku mulai melangkah masuk ke dalam kamar mandi dan melihat pantulan diriku di cermin. Pantas saja tidak ada anak kecil yang mau mendekatiku. Wajahku sangat seram saat ini. Rambut sebahuku berantakan dan bahkan berdiri seperti rambut singa yang tersetrum. Poni tipis didahiku bahkan sangat tidak karuan dan menutupi mata sembabku. Kurasa Mama benar. Tidak baik menonton drama sampai tengah malam, karena saat bangun aku akan seperti tokoh antagonis drama tersebut.
Malah ini lebih buruk, seperti monster.
Oiya, aku sampai lupa memerkenalkan diri. Namaku Leta, atau Arthaleta lengkapnya. Umurku masih belum genap tujuh belas tahun. Siswi kelas sebelas semester akhir yang suka menghabiskan waktu dengan membaca buku-buku sejarah dan biografi para filsuf terkenal. Aku sama seperti kalian. Memiliki cukup banyak teman untuk bertukar cerita, bermain kesana kemari, berkutat dengan materi di Sekolah, dan hal normal lainnya. Hingga beberapa saat kedepan ada hal yang abnormal padaku.
Ritual mandi selama lima belas menit selesai, pakaian rapi, rambut dan poniku tertata dengan cantik dan polesan bedak tipis melengkapi.
Aku lalu merapihkan kerah seragam sekolahku, yang tersibak sedikit dan memerlihatkan benda indah berbentuk hati tergantung pada kalung rantai perak yang lembut.
Itu adalah benda kesayanganku. Peninggalan mendiang Oma bertahun-tahun silam, dan menjadi harta karun bagiku hingga kini. Kalung itu tidak terlalu spesial. Hanya kalung kristal berbentuk hati berwarna magenta yang dilapisi bandul ukiran besi. Aku sendiri sebenarnya tidak tau menahu mengenai keaslian kristal ini, lagipula itu tidak penting. Yang penting adalah orang yang memberikannya padaku, karenanya aku selalu memakainya kapanpun dan dimanapun.
“Oke, siap!”
=∆=∆=
Jalanan tampak semakin ramai dengan fakta bahwa ini adalah hari pertama dari semester akhir. Semua transportasi umum layaknya angkot, ojek, bahkan sepeda motor dan mobil pun mayoritas penumpangnya adalah para pelajar. Suara bising klakson kendaraan dan bincang-bincang para penumpangnya memasuki pendengaranku. Bisik-bisik para pejalan kaki pun tak luput dari pengamatanku.
Meski sangat ramai dan terkadang membuat pusing, tetapi aku sudah terbiasa dan hal ini malah menarik untuk aku dengarkan. Agak, menenangkan.
Sekolah sudah berada persis didepan. Setelah berpamitan aku lekas berlari memasuki area sekolah. Ini hari pertama di semester baru, sekolah ini sudah amat kurindu. Terutama wangi buku-buku perpustakaan yang sudah lebih dari satu bulan tak ku cium.
“Hai Let, selamat pagi..!”seru seseorang sembari merangkulku. Ah, Desi!
“Juga Des, gimana liburan ke luar kotanya?”tanyaku berbasa-basi.
“Ih, gak seru. Lebih seru main di kebun Oma-mu. Sejuk. Kalau disana pengap, banyak polusi air, tanah dan udara”aku terkekeh, membalasnya.
“Gak sekalian api? Biar jadi Aang?”kami berdua lalu tertawa renyah dan memasuki kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
LETA
Fantasy=∆=∆= LETA yang menemukan kembali fakta tentang kekuatan kecilnya tiba-tiba melakukan petualangan ke dunia lain. Bersama guru baru sekolahnya dan teman-temannya, mereka akan menemukan jalan pulang kembali ke bumi! =∆=∆= Namaku Leta, atau Arthaleta l...