Dunia. 4

17 17 18
                                    

=∆=∆=

Pukul tiga sore.

Aku sudah berdiri didepan rumahku dan tepat sekali Mama sudah menunggu disana untuk menanyakan banyak hal padaku. Aku menghampirinya lalu menyunggingkan senyum, beliau membalasnya ramah.

“Minggu depan ada acara kemah, Ta?”tanyanya.

Aku mengangguk dan mulai membuka sepatu. “Iya Ma, Ta boleh ikut kan? Desi juga ikut kok, Ma”

Aku sudah menyimpan sepatu sekolahku, lalu membuka pintu rumah mengajak Mama melanjutkan obrolan didalam. Kami sudah memasuki rumah dan Mama kembali menanyaiku.

“Kamu yakin mau ikut, Ta? Kamu pasti akan cape dan kelelahan nanti”aku menggeleng, aku benar-benar ingin mencoba pengalaman baru ini. Mencoba mengenal alam liar dan segala hakikat didalamnya. Mungkin saja aku dapat menemukan sesuatu yang baru atau bahkan ‘sesuatu’ tersebut adalah hal ajaib lain yang belum aku telusuri.

“Kamu sudah besar Ta, Mama tidak akan melarang kamu. Silahkan saja kamu mau melakukan apapun juga, tapi jangan lupa bahwa Mama dan Papa akan selalu siap disini”

Aku tersenyum menanggapi jawaban Mama, kemudian masuk kedalam kamarku dan membersihkan diri. Aku berpikir untuk melewati makan malam dan termangu didepan jendela kamar, sembari aku melihat dalam kalungku. Menurutku benda ini sangat aneh, karena akhir-akhir ini kalung ini amat sering mengeluarkan cahayanya.

“Sebenarnya benda apa kamu itu? Apa kamu benar-benar merupakan kalung sihir atau hanya sebuah ilusi saja?”aku kembali terdiam, beralih menatap pantulanku dari jendela.

“Sangat spesial”aku terhentak.

Ada pantulan seseorang dari kaca jendelaku, lantas aku menoleh cepat dan menangkap sosok itu. Ia berjubah putih lusuh dengan wajah yang tertutup jubahnya, hanya menyisakan mata merah menyala miliknya yang amat terang. Aku menautkan kedua alisku, memasang kuda-kuda dan menatapnya awas. Ia mendekat dan nampaklah senyumannya yang amat menyeramkan itu, dengan melihat itu saja aku sudah bergidik ngeri. Jika ia adalah monster kesekian yang harus aku lawan, ini monster dengan rupa paling baik. Menyerupai manusia, bahkan benar-benar seperti manusia dengan gender lelaki.

“Aku memang manusia”aku masih menajamkan indraku, takut-takut dia akan menyerang tiba-tiba atau ada kemungkinan buruk lainnya.

“Kamu sangat beruntung karena berhasil mewarisi kristal dan DNA itu. Yang membuatmu kini berbeda dengan manusia kerta terendah lainnya, membuatmu mewarisi kekuatan itu”
“Siapa kamu dan, apa maumu?!”aku akhirnya bersuara. Ia terkekeh serak, membuat senyumnya semakin menyeramkan.

“Kita lihat nanti saat tes”aku mengernyit, tes?

Dan kemudian, click! Ia menjentikan jarinya dan bersamaan itu ruangan disekitarku berubah total. Ini bukan lagi kamarku dengan cat magenta dan putih polos, tetapi hamparan padang rumput sejauh mata memandang. Benar-benar dataran yang datar, kosong, terbuka dan pemandangan langit yang menakjubkan. Kepalaku kembali bertanya-tanya, tes apa yang ‘sosok’ didepan ini maksudkan.

“Aku bukanlah siapa-siapa, hanya pengelana yang kini sudah menemukan tujuan terakhirnya. Dan aku ingin mencoba memastikan mengenai tujuanku itu”apa sebenarnya yang ia bicarakan kini dan apa yang dia maksud dengan ‘tujuan terakhir’-nya? Maksudnya tujuan terakhir itu, apakah aku dan kalungku ini? Ayolah, aku sudah mendengus kasar dan memertanyakan semua yang ada di dunia ini.

“Mulai”

“Apa yang–”

BUAK!!

Aku terpental beberapa meter dan ini sakit sekali, tulangku rasanya akan remuk saja. Dia barusan memukulku dengan tangan kosongnya, namun dengan kekuatan berkali-kali lipat. Ia tersenyum picik, membuat kuda-kuda lalu kembali meluncur hendak menyerang. Sigap aku membuat tameng transparan.

LETATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang