Dunia. 5

18 19 9
                                    

=∆=∆=

Saatnya bel pulang berbunyi dan aku pun keluar dari kelas, aku bergegas menghampiri Desi yang tengah berbicara dengan siswa lain.

"Hai Des"Desi menoleh ke arahku lalu balik menyapa.

"Hai juga Ta, yuk pulang!"aku mengangguk.

Hari ini Anna, Desi, Dyta dan Rose akan menginap di rumahku. Desi akan langsung pergi bersamaku, sementara yang lain akan menyusul nanti sore. Entah, aku sangat bersemangat saat ini. Belum pernah ada teman sekolahku-kecuali Desi, yang pernah menginap dirumahku.

"Deen apa kabar, Ta? Sudah lama sejak kita kelas 4 aku jarang melihatnya diluar kamarnya lagi"aku memutar bola mata malas. Anak yang satu itu semakin hari semakin menjadi dengan tingkat kepintaran dan ketampanannya itu.

"Dia semakin menyebalkan!"Desi terkekeh lalu kembali lurus menatap ke depan.

Bruk!

"Aww!"aku meringis kencang, seorang pria berlari cepat dan menabrakku keras.

Aku menoleh kearah pelaku. Apa dia memang sengaja menabrakku? Bahu ini rasanya sangat sakit, aku bahkan kini terduduk jatuh di tanah lapangan yang luas dan terbuka. Beberapa pasang mata melirik mengamati lalu kembali beralih ke arah lain. Bila kuamati ia seorang lelaki jangkung paruh baya dengan pakaian casual, ala anak jaman sekarang. Rambutnya tertata rapi dan sedikit berwarna kecoklatan, entah alami atau dia mewarnainya.

"Maaf"

Aku mendongak, ia mengulurkan tangannya membantuku.

Aku menatapnya penuh intimidasi sebelum menerima ulurannya, kembali berdiri lalu berterimakasih. Aku menelitinya seksama, ada yang aneh dengan cahaya tipis berwarna ungu tua yang berada di sekelilingnya. Entah bagaimana aku bisa melihatnya, tapi sebelum aku bisa mengintrogasi lelaki tadi, ia sudah lebih dahulu pergi.

Aku masih memerhatikan punggungnya yang mulai menghilang ditengah kerumunan para siswa.

"LETAA!!"

Aku langsung menutup telingaku, takut-takut gendang telinga yang merupakan harta berharga indraku rusak. Desi dan suara melengkingnya memang patut diwaspadai.

"Desi! Ada apa denganmu?!"

Raut wajah Desi nampak sangat antusias akan suatu hal. Tangannya mencengkram bahuku kuat, aku meringis pelan. Desi apa kau tidak melihat bahwa barusan bahu sahabatmu ini sudah ditabrak dengan kencang?!

"Desi, ada apa?!"tanyaku lagi.

"Tampaan!!"aku mengernyit. Aku seorang gadis, bukan pria tampan.

"Lelaki yang barusan menabrakmu itu sangat tampan!!"ya ampun Desi, dari sekian kata di KBBI kenapa harus kata itu yang kau ucapkan hah? Kau bahkan sama sekali tidak prihatin dengan bahuku.

Aku melepas paksa cengkramannya lalu berlalu pergi keluar sekolah mendahuluinya. Aku tidak mau mendengar celotehannya lagi mengenai pria tampan atau semacamnya. Lebih baik aku bergegas pulang dan bersiap menyambut teman-teman yang lain nanti.

Desi berteriak lagi dari belakang, terserahlah aku sedang malas menghadapinya. Namun perlahan aku menyamakan ritme berjalanku dengan Desi. Cerita demi cerita kami pun menghabiskan jarak dan waktu kami. Kini aku dan Desi sudah hampir tiba di rumahku, kali ini kami pulang dengan menggunakan angkutan umum. Selain hemat di kantong, transportasi ini membuat kami memiliki banyak waktu untuk mengobrol.

"Eh Ta, bagaimana dengan Anna dan yang lain? Mereka jadi kan, menginap dirumahmu?"

Aku menggeleng tidak tau, aku belum mengecek ponselku sejak pulang sekolah. Tapi mana mungkin mereka membatalkan acara begitu saja, aku yakin mereka akan tiba sebentar lagi.

LETATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang