Dunia. 28

1 1 0
                                    

=∆=∆=

Bram memutar kemudi dan berbelok menuju area yang lebih terbuka. Aku memanggil Mister dan Kak Du untuk turun barusan. Memperingatkan bahwa sebentar lagi kita semua harus bersiap.

“Lihat di depan kalian, it’s perfectly perfect”

Aku tertarik dengan himbauan Bram. Dan teman-temanku juga, karenanya kami langsung membuka kaca mobil dan menengok keluar. Wah, indahnya. Di depan sana terlihat sebuah kota dengan dominasi warna putih dan aku yakin benda berterbangan berwarna biru muda adalah kelopak bunga.

“Itu kota yang super cantikk!!” ucapku.

Aku sangat bersemangat dan berlari ke arah pintu van. Menggeser pintu dan membiarkan angin menyapaku bebas.

Ah, udara segar.

“Waah..”

Gapura besar dengan cat putih berdiri kokoh menyambut siappun yang datang. Nampak biasa saja, tapi nyatanya aku bisa melihat pembatas hologram berwarna biru langit berdiri sebagai pintunya.

“Sebelum masuk para penjaga akan memeriksa kita dan menyita van ini untuk disimpan di area parkir khusus. Segera kemasi barang kalian”

Kami mengangguk. Aku bergegas mengambil tasku dan tas punggung hitam yang Mister siapkan untuk Kak Du. Kami lalu bersiap dengan duduk rapi dikursi masing-masing. Dua orang penjaga berpakaian formal berwarna putih bersih sudah melebarkan tangannya untuk menahan kami.

Mister Ha turun dan berbincang sebentar dengan mereka. Lalu pintu hologram besar itu memudar dengan cantik. Percikan berwarna biru dan putih bersinar turun, bersamaan dengan redupnya gerbang. Mereka mempersilahkan kami masuk.

Mister Ha kembali ke van dan menyuruh kami mengangkut tas masing-masing dan segera turun.

Ah ya, Mister Ha sudah bercerita kalau beliau sama seperti Dyta. Berasal dari Sansekerta, karenanya ia mengetahui sangat banyak hal sejak awal. Bahkan menguasai bahasa internasional Sansekerta.

“Wah, cantik sekali..”

“Tolong putar musik akustik gitar, seruling, piano atau guqin. Itu akan sangat pas dengan pemandangan ini.” kataku cepat.

Aku berusaha mencari musik akustik yang aku simpan secara offline tapi nyatanya percuma. Dan teman-temanku juga tidak memilikinya.

Ketika kami memasuki gerbang, suara ramai warga yang sedang berjualan memenuhi indra pendengaran. Dari apa yang kulihat, mayoritas penduduknya berprofesi sebagai pedagang. Baik sisi kanan maupun kiri ada banyak kios beraneka ragam barang dagangan berdiri. Di belakangnya akan ada penginapan atau rumah si penjual itu sendiri. Pakaian para warga juga cukup sederhana walau modelnya agak asing di mataku. Namun itu hampir mirip baju yang biasa dipakai masyarakat kerajaan zaman dahulu.

Jalanan kota ini cantik dengan kelopak-kelopak bunga berwarna biru yang terus berjatuhan. Aku menengadahkan tangan, menangkap sehelai kelopak biru itu dan memperhatikan pohon-pohon besar cantik yang berdiri di sekitarku.

“Kurasa pemimpin Sanse K menyukai warna biru.” celetuk Drean. Aku mengangguk dan beralih menyapu area lain.

“Ayo dibeli dibeli, bola camilan bermacam rasa! Manis ada, pahit ada, pedas ada, asam ada, semua ada..!”

“Kain bordir terbaru! Mohon dilihat, dicoba dan dibeli!”

“Para Jeng dan Rayi! Kalian akan menyesal bila tidak memberi pengharum pakaian ini! Dijamin! Langsung dapat menarik perhatian pujaan hati! Bahkan Yang Mulia Ratu sendiri membelinya..!”

“Benarkah?!”

“Hei, Rayi. Mana berani aku berbohong atas nama Yang Mulia..? Ayo ayo cobalah!”

Aku melirik toko di depan dengan penuh perhatian. Barusan sang penjual menyebut nama Yang Mulia Ratu dengan penuh kebanggaan, aku jadi sangat ingin tau siapa itu Yang Mulia Ratu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LETATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang