Dunia. 21

9 4 2
                                    

=∆=∆=

“Sudah lewat tengah hari, aku akan kembali. Kalian boleh tetap berdiskusi disini”

Kami semua mengangguk sopan, Yeye berlalu pergi diiringi suara tongkatnya.

Suasana hening, aku bingung bagaimana memulai percakapan. Anna dan Elang yang biasanya ahli pun tetap terdiam. Elbonia dan Phantom sudah kembali, borgol di pergelangan tangan Dyta menghilang dengan cantiknya.

“Jadi kamu bisa melihat hantu Dyt?”Rose meluruskan lengan dan kakinya.

“Ah, ya. Sejak lahir”

Sejak lahir? Itu mengagumkan.

“Lalu apa yang bisa dan biasa kamu lakukan sebagai seorang indigo?”giliran Leo, yang membuat Dyta agak mengernyit.

“Pertanyaan macam apa itu? Aku melakukan semua hal seperti biasa. Makan teratur, sekolah dengan giat, memelajari bisnis keluarga. Tidak ada yang spesial, bahkan keluargaku—ah tidak, keluarga Cyandana pun tidak mengetahui kemampuanku ini. Aku baru melatihnya saat aku berumur enam tahun. Membuatku lebih peka, lebih bisa mengendalikan diri, berinteraksi dengan lancar dan benar dengan mereka”

Aku mengangguk-ngangguk saja. Berbeda denganku yang baru memilikinya saat berumur enam tahun, Dyta memilikinya sejak lahir. Ia melatihnya saat berusia enam tahun dan aku baru melatihnya akhir-akhir ini. Dari segi manapun aku selalu melihat kalau Dyta itu jauh lebih luarbiasa dariku.

“Tapi, kenapa kamu tidak memberitahukan kemampuanmu ini kepada mereka?”

Dyta menunduk, mengaduk teh miliknya. “Apa itu harus? Apa itu penting?”

Rose gelagapan, lalu ia memilih diam dan tak bertanya lagi.

Ah, suasana canggung kembali datang. Tapi semakin lama aku merasa bahu kananku semakin berat saja, maka kutoleh bahu kananku. Dan ternyata ada seorang remaja yang tidak mengenal tempat dan situasi yang tengah seenaknya menggunakan bahuku sebagai bantal.

“Desi banguun! Kenapa kamu malah tidur hah? Dibahuku pula? Beraat!!”

“Ngghh! Berisik”apa? Hei!

Aku semakin menjadi menampar-nampar pipi Desi, kini aku ubah menjadi mencubitnya. Dan barulah ia terperanjat bangun sembari mengusap-usap pipinya. Pipi chubby itu memerah.

“Huh! Rasakan itu!”sinisku sembari mengibaskan rambut sombong.

“Apa? Ini semua karena kamu tau Ta! Kamu tidur terus-terusan memeluk lenganku! Mana kasur itu sempit, kasur lain sudah penuh! Kan aku jadi tidak bisa tidur tau!”

Aku terkejut mendengar keluhan Desi. Ah, masa sih? Setahuku tidurku itu normal dan tidak seperti itu?

“Ah, bohong kamu Des”elakku.

Desi sepertinya hendak memarahiku lagi, tapi ia urungkan karena lebih baik ia beranjak tidur lagi. Desi membersihkan celana lapangku, lalu langsung membaringkan kepalanya disana. Ah, mulai deh Desi.

“Lalu sekarang apa rencana kita?”tanya Desi dengan mata terpejamnya.

Aku juga masih memikirkan jawabannya.

“Begini saja”kami semua sontak menoleh ke arah Elang, mari dengarkan si hebat, cerdas dan kreatif ini.

“Saat kemarin malam kami yang tampan ini bermain, aku menemukan rahasia kecil bahwa akan muncul makhluk besar dari batu-batu yang tertimbun ditanah lapangan ini. jadi bagaimana kalau kita berlatih diam-diam melawan monster itu?”

Ide bagus, aku tidak menyangka ide ini akan keluar dari mulut seorang Elang.

“Dan pada siang hari kita akan memelajari semua hal tentang Sansekerta. Kita akan melakukannya selama tiga hari berturut-turut. Dan setahuku kita sudah berada disini selama seminggu, itu berarti seminggu telah berlalu di Bumi. Kita tidak tau apa yang terjadi disana, namun perasaanku tidak enak. Jadi sebaiknya kita memercepat waktu”

LETATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang