Dunia. 23

3 2 0
                                    

=∆=∆=

Aku berpikir serius dan aku ingin tetap disini untuk membantu Yeye. Keputusanku sudah bulat dan tak terbantahkan. Aku menoleh ke arah semua teman-temanku.

“Teman-teman, apa kalian masih memiliki energi?”tanyaku serius.

Mereka saling tatap kebingungan. Aku tau apa yang mereka pikirkan tidak sejalan denganku, tapi kali ini aku ingin mencoba mengambil keputusan sendiri dan menjadi seorang komando.

“Kita akan tetap disini. Apapun yang terjadi. Yeye, Mo-Shi, Mo-Ni dan warga lain sudah memberi kita bantuan logistik, mengobati luka dan memberi kita tempat tinggal. Ini adalah kesempatan kita untuk membalas jasa mereka. Dan ini adalah hal mutlak”aku menatap mereka satu persatu dengan tajam.

Aku tidak pernah seserius ini sebelumnya, tapi kali ini aku sudah memasuki fase memerjuangkan, memertahankan dan melindungi.

Teman-temanku masih tetap diam. Aku melebarkan tangan, kembali membuat tameng, namun yang satu ini untuk memberi kami sedikit ruang. Dyta, tampaknya menolak usulanku. Ia mengeluarkan Birawa.

“Tidak tetap tidak Leta. Aku akan membawa kalian pergi dari sini—”

“Tapi Yeye?!!”

He will be fine!!”

GAAARRZZ

Kami serempak menoleh ke asal suara. Seketika wajahku menjadi pucat. Yeye sudah kehabisan tenaga, tongkatnya sudah patah dan bahkan darah keluar lebih banyak dari mulutnya. Namun Yeye masih memertahankan posisi berdirinya.

Seakan tau bahwa kami masih berdebat disini, Yeye melirik kami dan wajahnya menjadi dongkol. Api disekitar kami sudah sangat besar hingga menutupi Kerta Mo seperti tameng raksasa. Bahkan para warga sudah keluar dari perlindungan mereka dan ikut membantu melawan.

Lihat, dalam keadaan seperti ini bagaimana mungkin kami meninggalkan mereka begitu saja?

“YEYE”

Aku baru akan berlari menghampirinya, namun sebuah aray besar berwarna hijau mengelilingi kami. Aku tetap tidak peduli dan lanjut melarikan diri, namun begitu menyentuh batas dari aray tersebut, tubuhku menabrak keras dinding transparan. Aku jatuh terduduk dan melihat Yeye mengarahkan telapak tangan berdarahnya pada kami. Tangan dengan energi hijau yang sama yang dimiliki aray ini.

“Aku, akan kembali... dan menggetok-kepala kalian, satu, persatu...”

“YEYE JANGAN”

Dengan bunyi ombak yang besar, aray ini bercahaya terang dan mulai naik perlahan lebih tinggi. Bersamaan dengan tubuh kami yang perlahan menghilang dibawanya. Dan yang terakhir aku lihat adalah wajah tulus Yeye, yang tersenyum hangat pada kami.

Tidak. Ini sama seperti..

OMA JANGAAN

“Ugh!”

“Leta?!”

Bruk

=∆=∆=

“Oma Oma! Deepa tadi habis mancing dan dapat ikan gembil loh Oma!!”

“Eh? Masa? Coba sini-sini Oma bandingin, siapa yang paling gembil. Deepa atau ikannya”

“Ish Oma, Deepa bukan gembil. Cuman chubby!”

“Ehehehe, iya deh”

“Tuh tuh Oma, gembil kan?”

“Wah iya ya, eh! Warna matanya lucu sayang, kaya kalung kamu..”

“Ah, masa? Ih, iya! Wah, ikannya suka sama kalung Deepa Oma, Deepa benci”

“Heh! Dapet darimana itu kata benci? Siapa yang ajar?”

LETATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang