Dunia. 12

15 16 0
                                    

=∆=∆=

Nafas memburu kencang, hentakkan angin mendorong debu dan dedaunan berterbangan senang. Sinar redup dari sebuah array bercahaya berwarna putih kebiruan membuat mata kami kompak terbelalak.

Bagaimana, bagaimana mungkin?

“ELANG CEPAT LARI KEMARI!!”Mister Ha membentak Elang kencang, yang membuat Elang yang mulanya termangu dengan apa yang dialaminya mulai lari pontang-panting, kembali bergabung dengan kami.

“Mister, Mister barusan..”

“Abaikan! Sekarang hal yang perlu kita lakukan adalah membinasakan mereka semua!”

Aku memandang sekelompok elang raksasa itu satu-persatu, mereka nampak sangat kuat dan sangar. Terutama elang yang baru saja hendak menginjak habis Elang, ia benar-benar marah saat mendapati mangsanya masih hidup dan bernafas bersama kami. Para elang raksasa kembali meraung kencang dan melesat tinggi keatas, terbang berputar membentuk formasi.

“Aduh..! Lagian kamu ngapain sih Lang? Kenapa kamu malah membawa masuk salah satu monster elang itu hah?!” Anna kembali memarahi Elang, sementara Elang sendiri menunduk, merasa bersalah dan merenungkan perbuatannya.

“Aku gak tau An, serius aku gak tau kalau burung kecil diluar kubah tameng itu monster, maaf ya Ta”aku menggeleng pelan, Elang benar-benar tidak tau mengenai hal ini, jadi ini bukan salahnya.

Kelompok elang-elang raksasa itu memekik kencang. Suaranya benar-benar menyeramkan.

“Sekarang bagaimana?”Desi bertanya cemas.

Aku mengerutkan dahiku, ada sesuatu yang berbeda, seperti ada yang mengikat elang-elang raksasa ini dan mengendalikannya. Suara desingan pelan terdengar, semua mata beralih menatapku, aku sendiri beralih menatap kearah kalungku yang kini mulai bersinar lembut.

“Leta, kalung kamu itu...” Mister Ha terbata, menatap kalungku lama.

Bersamaan dengan itu elang-elang raksasa tadi tiba-tiba menghentikan formasi mereka dan beralih menatapku. Seketika mereka semua langsung menukik terbang tajam dan menghantam tanah pijakan kami, membuat debu mengepul dan menghalangi penglihatan. Sesekali aku terbatuk karena debu yang tebal dan terbang kemana-mana.

Debu perlahan menghilang, penglihatan kami mulai kembali jelas, hingga akhirnya tak satu pun dari kami yang tidak menahan nafas ketakutan. Lihatlah, sekarang para elang raksasa itu kini sudah berdiri dihadapan kami semua. Mata mereka yang seolah bersinar kehijauan mulai meredup,  sayap lebar mereka yang mulanya terbuka lebar kembali terlipat kedalam.

Salah satu dari elang raksasa itu lalu perlahan melangkah maju ke hadapan kami, yang membuat kami semakin awas dan ketakutan juga.

Mataku memincing, mencoba membaca apa sebenarnya yang ada pada elang ini, auranya yang mula-mula berwarna hijau tua kini menjadi biru muda dan semakin terang. Dan kemudian ketika ia tepat berada didepanku, elang raksasa itu perlahan menundukkan kepalanya yang dipenuhi bulu-bulu emas, sopan.

Kuda-kuda yang aku pasang mengendur, nampaknya elang ini tidak berbahaya, lebih seperti sedang membungkuk hormat.

“’Loh, ada apa dengan elang ini, Ta? Kenapa dia menunduk?” Anna dan yang lain merasa sudah aman, dan mulai mengerumuni elang dihadapan kami itu. Belum sempat aku menjawab, elang-elang raksasa lainnya pun mulai menunduk, bahkan mendudukkan tubuh mereka ke tanah, khidmat.

Aku mematung sesaat, memikirkan apa yang sebenarnya dilakukan elang-elang raksasa ini. Perlahan aku maju, mendekati elang bersayap emas yang berada tepat didepanku. Suasana hening, hanya ada suara kesiur angin yang perlahan-lahan melewati helai buku emas dari elang itu.

LETATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang