Dunia. 3

20 18 11
                                    

=∆=∆=

Suasana kantin tengah amat ramai kini. Bahkan aku yakin ini bisa mengalahkan suara alat musik dari band rock yang volumenya di setel full sekalipun. Terutama di meja tempat aku sedang makan siang kini, itu terlalu ramai sampai-sampai aku tidak bisa mendengar suara lain selain beberapa teriakan para siswi.

Jangan tanya untuk siapa, karena pasti ditujukan pada Elang dan Drean. Merekalah jantung dari geng terpopuler kedua disekolah kami. Sebenarnya aku tidak terlalu memerdulikannya, tapi sekarang hal itu membuat nafsu makanku hilang. Aku tidak mengerti lagi bagaimana bisa dari semua meja di kantin ini harus meja tempatku makan siang yang menjadi korban atas semua keributan yang tidak berguna ini.

Lagipula apa para siswi yang menggemari ‘mereka’ itu tenggorokannya tidak kering? Meneriaki nama Elang, Drean atau pun Bram dan Leo setiap saat?

“Elang!”bentakku, yang langsung direspon oleh Elang.

“Bisakah kamu membawa geng-mu dan tubuhmu itu menjauh dari sini? Aku keberatan dengan suara gaduh yang kamu dan geng-mu buat. Faham?”Elang mengernyit lalu menepuk bahuku santai, namun dengan cepat aku menepisnya.

“Disini sudah tidak ada meja lain yang kosong, Leta. Kita juga manusia yang butuh makan dan minuman, karenanya kita ikut makan siang di meja kalian yang masih lega ini. Lagipula abaikan saja teriakan itu, kembali fokus makan dan pada saatnya bel berbunyi, aku dan teman-temanku akan segera pergi. Setuju?”

“Gak! Pergi sekarang atau kami yang pergi?!”Elang terkekeh, menganggap remeh ancaman dariku.

“Silahkan saja, lagipula memangnya mereka mau pergi dari meja ini padahal mereka lagi kelaparan, huh? Silahkan tanya pada keempat sahabatmu, nona kecil”tanganku terkepal kuat. Ingin rasanya aku memukul atau menerbangkan Elang dengan telekinesis, lalu menjatuhkannya ke tanah lapangan sekolah dengan kuat. Tapi itu mustahil.

Aku berganti menatap Anna, Desi, Rose dan Dyta satu persatu. Namun dari tatapannya aku tau mereka amat enggan pergi sekarang. Aku menghembuskan nafas kasar, lalu pergi meninggalkan meja menuju lapangan sekolah. Setidaknya disana tidak terlalu bising.

Kemudian dari belakang Dyta menyusul. Aku sangat kesal dengan sikap Elang dan kawan-kawannya yang sok terkenal dan berkuasa itu. Lihat saja jka nanti aku lebih terkenal dan berkuasa dari mereka, tidak akan kuijinkan mereka bisa bergerak leluasa walau satu senti!

“Ta, Leta tunggu”aku berhenti berlari. Lalu berbalik ke arah Dyta, ia tersenyum hangat dan mengajakku duduk di tepi lapangan di bawah naungan pepohonan.

Kami berdua berdiam diri dibawah pohon, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Aku sendiri tengah memikirkan nasibku kedepan. Kini aku sudah berada di bangku kelas sebelas semester akhir, yang menandakan hanya tinggal satu tahun lagi aku akan segera lulus. Dengan pola hidupku yang berubah drastis ini aku memikirkan apa yang akan aku lakukan nanti.

Mungkin aku akan bertindak normal dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan, sembari bekerja sambilan dan mulai meniti karir akhirnya. Tetapi disisi lain aku merasa bahwa kekuatanku akan sia-sia. Entah mengapa aku ingin memiliki sebuah petualangan menakjubkan, yang akan aku kenang nanti dan menjadi kebanggan dan penghargaan terbesar bagi diriku sendiri.

Dan bila itu terjadi, aku juga ingin mengetahui. Apakah jika aku menikah nanti dan memiliki anak, akankah ia juga memiliki kekuatan sepertiku atau tidak. Dan akankah aku bisa terus menyimpannya sampai akhir hayat, tanpa membiarkan siapapun tahu dan hal ini akan terus menjadi rahasia terdalamku?

Entahlah, mungkin aku berpikiran terlalu jauh dan membuat beban untukku sendiri. Aku memang amat menyukai hal-hal menakjubkan seperti ini sejak kecil. Bagaimana aku setiap harinya membayangkan bahwa aku adalah seorang putri kerajaan yang memiliki kekuatan besar yang mampu menaklukan semua lawannya. Aku terobsesi itu sejak menonton serial petualangan, yang membuatku selalu membayangkannya setiap saat.

LETATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang