Duka

21 3 1
                                    

Arzetha adalah kakak satu-satunya yang Ziana miliki, dan Riza adalah anak semata wayang dari Zetha. Sudah 2 bulan Zetha jatuh sakit dan kondisinya yang sedang mengandung membuat dokter kesulitan untuk memberikan pengobatan. Arzetha tinggal di daerah Cimahi, dan semenjak ia sakit Riza dititipkan terlebih dahulu di rumah Ziana bersama sang nenek.

Kondisi Zetha yang terus menurun membuatnya diharuskan mendapat perawatan intensif di rumah sakit. Malam itu ketika Kiandra sedang berada di kediaman Ziana, Riza mendapat kabar bahwa Zetha masuk rumah sakit dan kondisinya langsung koma. Mereka terkejut dan langsung bergegas menuju rumah sakit yang ternyata disanalah tempat Renata bekerja.

Terlihat sedikit keraguan dalam wajah Kian ketika akan ikut mengantarkan kekasih dan keluarganya menuju rumah sakit. Namun jika tidak mengantar akan lebih terasa tidak enak bagi Kian. Akhirnya mereka bersama menuju rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit terlihat A Prio suami dari Zetha sedang terduduk lesu dan wajahnya nampak panik.

"Prio, bagaimana keadaan Zetha sekarang? Mama kaget, kenapa bisa cepat begini kondisinya memburuk" Seru mama lebih panik dari A Prio.

Mama tidak bisa menahan tangisnya. Aku yang melihat langsung lemas dan ikut menangis sambil memeluk Riza yang sudah menangis lebih dulu. Kian hanya berusaha menenangkanku tanpa sedikitpun memeluk atau sekedar menyentuh badanku. Tampaknya Kian seperti tidak mau terlihat akrab denganku.

"Ayo, kita keluar dulu beli minum untuk Riza!" Ajak Ziana berusaha tegar dan kuat. Kiandra hanya mengangguk dan berjalan lebih dulu tanpa berusaha mengimbangi langkahnya dengan Ziana.

Melihat kekasihnya itu terlihat kikuk dan menjaga jarak Ziana keheranan dan kesal, seharusnya disaat seperti ini Kian bisa lebih dekat dan merangkul bukannya malah menjauh.

Ketika hendak mengimbangi langkah kekasihnya itu, Ziana tidak sengaja melihat foto jajaran tenaga medis di ruangan itu, terlihat wajah yang familiar baginya, Renata.

Oh, lagi-lagi karena perempuan itu. Ternyata ini ruangan tempat ia berdinas.

Ziana melihat sekeliling dan ternyata disana nampak apotek dekat ruangan tempat Zetha dirawat. Ziana terkejut, hatinya terasa remuk dan sakit sekali ketika harus menerima kenyataan kakak satu-satunya sedang koma dan sang kekasih lebih memilih menjaga perasaan perempuan lain daripada dirinya. Entah gengsi atau memang ia tidak mau terlihat akrab dengan Ziana, yang jelas malam itu hatinya terasa hancur.

"Zi, kita sekalian bungkus makanan depan rumah sakit buat Mama, papah dan Riza ya!" Ajak Kiandra mulai mengimbangi langkah Ziana ketika sudah memasuki area parkir.

"Makan apa sayang?" Rasanya berat sekali untuk memanggil Kian dengan sebutan sayang ketika situasi sedang seperti ini. Tapi lagi-lagi Ziana tidak memikirkan perasaannya sendiri demi menghindari pertengkaran.

"Di seberang sana ada warung masakan Padang, enak" Jawab Kiandra mantap. Rupanya dia masih sangat mengenal situasi di sekitar rumah sakit itu. Semakin sesak terasa dada Ziana mendengar jawaban dari Kian. Rasa ingin berteriak dan menolak ajakan kekasihnya itu, tapi ia mencoba meredam emosi. Dan tetap harus membelikan makanan enak bagi keluarganya yang sedang berjaga di dalam.

Drrttt... Drrttt... Drrttt... Drrtt...

Bagaspati Wiratama.
Nama itu terpampang di layar handphone Ziana. Tampaknya laki-laki itu mau menagih janji Ziana untuk diajak berkunjung kerumahnya.

"Zi, telepon tuh!" Kiandra membuyarkan lamunan Ziana. Cepat-cepat Ziana mematikan telepon dari Agas.

"Siapa?" Tanya Kiandra terlihat curiga. Masih berlagak cuek tapi hatinya terasa panas dan kesal. Ah, dasar si gengsi.

"Hmm, ini sepupu Sherly. Dia ngajak kita ketemu" Jawab Ziana ngasal.

"Kita? Aku kenal ga orangnya?" Tanya Kiandra tambah curiga.

"Hmm, engga. Tapi nanti aku kenalin kok" Jawab Ziana gugup. Kiandra tidak bertanya lagi, namun hatinya semakin kesal karena tahu bahwa kekasihnya itu sedang menyembunyikan sesuatu.

Andai Kiandra tipe orang yang friendly dan tidak cemburuan, mungkin Ziana juga akan memperkenalkan Agas. Tapi melihat dari pengalaman sebelumnya saat Kiandra dikenalkan dengan Raffa, ia terlihat tidak suka dan tidak banyak berbicara.

Alih-alih menyebut Raffa laki-laki nakal senang keluyuran malam kesana kesini padahal dirinya sendiri pun seperti itu, hanya saja Kian kira ia sudah main rapi, padahal Ziana sudah tau banyak tentang kenakalannya diluar sana dengan teman-teman kantornya.

Sesampainya di koridor rumah sakit Kiandra mulai berjalan lebih dulu dari Ziana. Iseng dan ingin membuktikan kecurigaannya, Ziana mencoba mengimbangi langkah kaki kekasihnya itu dan memegang tangan Kian yang tidak memegang kantong plastik. Tapi ternyata Kian melepaskan genggaman tangan Ziana sambil berpura-pura hendak mengambil handphone didalam tas kecilnya. Ziana kesal, langsung berjalan cepat dan meninggalkan Kian sendiri yang tampak terkejut dengan sikapnya itu.

"Ziana... Ya, Allah.. Teteh Zi hikshiks.." Terkejut melihat ibunya tiba-tiba menangis dan histeris Ziana bertanya sambil mencoba menenangkan sang ibunda.

"Kenapa mah?? Teh Zetha kenapa?" Tanya Ziana tak kalah paniknya. Namun suasana disana sudah mulai terasa kacau. Terlihat A Prio menangis sesenggukan sambil membaca surat Yasin di sebelah Riza. Papah memeluk mama erat.

"Maaf bu, pak. Saya harus bertanya hal sensitif ini" Dokter keluar dari ruangan Zetha dirawat.

"Pak, bu.. Jika diharuskan memilih. Siapa yang akan ditolong. Bayi atau ibunya?" Tanya dokter hati-hati. Mama dan A Prio semakin terlihat panik dan kebingungan.

"Ya, Allah dok. Andai kata saya diharuskan memilih, saya ingin keduanya bisa selamat" Jawab mama berusaha tegar di sela-sela tangisnya.

"Ibunya saja dok, insyaAllah saya ikhlas" Jawab A Prio berusaha kuat meski suaranya terdengar bergetar.

"Baik, berkuat pada do'a Pak, Bu. Saya akan berusaha semaksimal mungkin" Jawab dokter lalu kembali menuju ruangan. Menurut hasil CT-Scan Zetha mengidap meningitis dan harus mendapat perawatan intensif dan total.

Janin dalam kandungan Zetha tepat berusia 7 bulan. Kondisinya mulai melemah dan ketika esok harinya hasil USG menunjukan bahwa sang jabang bayi sudah tidak bernyawa dan akan segera dilakukan tindakan untuk mengeluarkan dari dalam rahim Zetha.

Hujan pagi itu mengiringi duka atas kehilangan calon keponakan baru Ziana yang berjenis kelamin perempuan. Belum usai kepedihan atas meninggalnya bayi dalam kandungan Zetha, tepat pukul 11.30 siang sang ibu menyusul kepergian bayinya. Zetha meninggal dunia akibat kondisinya yang terus menerus drop, demam yang sangat tinggi, darah rendah dan berbagai serangan dari meningitis lainnya.

"Innalillahi wainnailaihi roji'un, kami sudah berupaya semaksimal mungkin, Pak, Bu. Tapi Tuhan berkehendak lain. InsyaAllah ibu dan sang bayi husnul khotimah. Sekali lagi kami mohon maaf tidak bisa menyelamatkan keduanya" Ujar dokter terlihat sedih dan merasa tidak puas atas kinerja ia beserta team medis lainnya.

"Mah... Mamaaaa.. Hiks.. Hikss... Mah, Riza sama siapa mah..... " Tangis Riza meledak mengisi seluruh ruangan. Ziana memeluk mama erat sekali dan papa berusaha tegar dan menenangkan A Prio yang terlihat sangat terpukul. Hari itu, 29 November 2020 Zetha meninggalkan mereka untuk selamanya.

Drrtt... Drtt... Drrttt.. Drrtt...

Ki.. Siapa perempuan yang baru aja meninggal itu?
Tanya Renata dari dalam ruangan khusus apoteker melalui pesan singkat. Matanya terus tertuju pada Ziana dan keluarga juga Kiandra yang tampak bingung dan berdiri memegangi lengan Riza.

FlummoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang