Bunga Tidur yang Tak Harum

15 2 0
                                    

"Hei!!" sapa Kiandra dari balik punggung Ziana.

"Sayang..... ngagetin tau!" seru Ziana sambil memukul lembut lengan kekasihnya itu. Kiandra mengerucutkan bibirnya sambil mengelus lengan yang dipukul perempuan yang sudah 3 tahun dipacarinya itu.

Mereka tidak sadar bahwa dari kejauhan tampak seorang laki-laki mengawasinya dari tadi. Agas melonggarkan sedikit kerah kemejanya yang tidak sempit itu sembari menghela nafas panjang dan menjauh dari caffe tempat Ziana dan Kiandra bersama. Langkah kakinya terhenti ketika tidak sengaja tatapan mata mereka bertemu lalu cepat-cepat Agas berlari kecil sambil menutup topinya agar wajah paniknya tidak terlihat. Ziana hanya bisa menatap dari kejauhan dan tertunduk lesu.

Agas.. sejak kapan dia ada disana? Ya Tuhan, kenapa sakit sekali melihat sorot matanya yang sedih itu??

Gumam Ziana dalam hati, ia tak menyadari bahwa Agas sedari tadi sudah memperhatikannya dari kejauhan.

"Sayang, kamu ngelamun terus, why? are you okay??" tanya Kiandra keheranan.

"Ehm, enggak kok aku gak ngelamun" Ziana tampak gelagapan.

Melihat tingkah kikuk Ziana membuat Kiandra penasaran dengan apa yang sedang ditatap oleh kekasihnya itu. Namun ketika ia melayangkan pandangan ke arah luar caffe tidak ada siapapun, hanya seorang laki-laki yang sudah berjalan menjauh memakai topi hitam. Tiba-tiba jantungnya berdetak lebih kencang, ia tidak tahu apa yang membuatnya seketika merasa tak enak hati.

"Zi, feeling aku gak enak. Rasanya seperti kamu menyimpan sebuah rahasia besar dari aku"

Drrtt.. drrtt... drrttt...

Belum sempat pertanyaannya dijawab, tiba-tiba handphone Kiandra bergetar. Notifikasi panggilan masuk dari Renata. Seketika tangan dan kakinya terasa dingin, ia tak berani melihat kearah Ziana yang diam terpaki sebab tak sengaja melihat layar handphone kekasihnya itu berbunyi.

"Kian, perasaan aku gak enak. Rasanya kamu pun masih menyimpan sebuah rahasia besar dengan Renata. Mungkin pertanyaanmu tadi tidak perlu aku jawab apalagi fikirkan" Seru Ziana sembari mengambil tas nya lalu bergegas pergi meninggalkan Kiandra yang masih tak percaya dengan apa yang terjadi.

Hatinya hancur, air matanya kini tak terbendung. Perasaannya campur aduk antara mengingat sosok Agas yang telanjur pergi dan mengetahui bahwa kekasih yang sangat ia cintainya pun kembali mengkhianati.

"Zi? Hei, Zi.. kamu baik-baik aja kan?" suara Sherly membangunkannya dari mimpi buruk sore itu.

"Astaga, Sher.. sorry, aku ketiduran" Ziana gelagapan terbangun dari tidurnya. Dadanya masih terasa berdegup kencang, mimpinya barusan sangat tidak indah. Perasaan bersalahnya pada sosok Agas sampai terbawa mimpi.

"Zi, kamu lagi gak baik-baik aja ya?" Sherly menatap miris sahabatnya itu.

"I'm good Sher" Ziana berusaha menenangkan diri sembari meyakinkan Sherly.

"Ya, udah pulang yuk! Oia, hasil foto kita hari ini bakal keluar lebih lama dari biasanya, Koh Adi bilang editornya lagi pulang kampung ke Jogja"

"Oh, okay no problem, yang penting fee nya gak ikut lama juga ya hehehe" Ziana tertawa garing.

Melihat sahabatnya yang agak aneh hari itu membuat Sherly jadi penasaran apa yang telah terjadi.

****

"Masa sih, Raff?" Sherly membelalakan matanya tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh kekasihnya itu.

"Iya, si Agas telepon pagi tadi sayang. Aku aja sempet ga percaya, tapi pas Nicko kirim chat ke aku, baru deh aku yakin"

"Gila ya Ziana ini. Bener-bener labil banget tuh, anak. Gak ada kapoknya!" Sherly tampak kesal.

"Bingung sih, kalau udah urusan hati. Mungkin Ziana selama ini berhubungan dengan Agas untuk pengalihan pikiran aja. Tapi ya, aku gak mau suudzon sayang. Bisa jadi iya kan??" seru Raffa sambil meneguk gelas berisi wine kesukaannya.

"Ziana yang aku kenal gak sejahat itu sih, tapi ya bener juga apa katamu tadi sayang kalau udah urusan hati emang membingungkan"

"Btw, emang tadi pas lagi photoshoot Ziana gak ada cerita apa-apa ke kamu?"

"Ngga sih, cuma gelagat dia emang agak aneh aja hari ini. Dia gak banyak ngomong apalagi cerita soal balik lagi sama Kiandra, no!"

Acara ngedatenya malam itu dengan Raffa menjadi terasa hambar karena topik pembicaraan mengenai Ziana, Kiandra, dan Agas. Mood Sherly mendadak buruk, Raffa merasa bersalah menceritakan perihal ini di waktu yang tidak tepat.

"Kamu gak usah ikut campur terlalu jauh sayang, biar mereka selesaikan sendiri masalahnya" Raffa mengusap lembut kepala Sherly.

"Nggak, aku gak akan pernah bahas masalah ini sama Ziana. Aku angkat tangan sekarang Raff, balik lagi yang namanya urusan hati emang sulit"

Raffa memeluk Sherly yang mulai terlihat membaik, ia berusaha menaikan kembali mood kekasihnya itu dengan mengajaknya menari di lantai dansa sambil menikmati musik.

Rasa penasaran Sherly akan tingkah aneh Ziana pada hari itupun sirna, kini ia benar-benar tidak mau tahu lagi urusan hati sahabatnya itu. Di satu sisi ia tidak enak karena telah mengecewakan Agas selaku sepupu Raffa atas keputusan yang diambil Ziana, tapi di sisi lain Ziana adalah sahabat yang sudah seperti saudaranya sendiri.

Memang, urusan hati sering membuat bingung. Terlebih jika di hadapkan pada dua pilihan yang masing-masing memiliki kelebihan serta kekurangan. Ya, namanya manusia pasti akan selalu dihadapkan pada sebuah pilihan. Apapun keputusan seseorang kita tidak dapat mencampuri. Menurut kita benar belum tentu orang lain membenarkan, pun sebaliknya apa yang kita rasa salah belum tentu orang lain menganggap itu sebuah kesalahan.

Tugas kita untuk setiap keputusan orang lain cukup satu, menghargai. Bukan menghakimi.

****

"Dini, di rumah sakit mana itu? mama di jalan bareng Kian ini" tanya Mama Henny panik. Ia bergegas pulang dari Aceh ketika mendengar kabar sang cucu masuk rumah sakit.

"Ini di RS Bunda Kasih ma, disini udah ada Erik juga"

"Tunggu ya mama kesana sekarang, ayo Kian agak ngebut sedikit mama khawatir"

"Iya ma, sabar"

Malam itu Mama Henny mendadak terbang ke Bandung untuk melihat kondisi cucunya yang terbaring sakit sehingga harus di jemput dari Pondok Pesantren. Mama Henny yang sangat sayang dengan cucunya itu selalu mengutamakan bahkan terkadang berlebihan dalam memperhatikan anak cucunya.

Sesampainya di Rumah Sakit Kiandra langsung menuju ke ruangan dimana tempat keponakannya itu di rawat inap.

"Dini, kamu gak salah pilih ruangan?? kan bisa minta Renata carikan ruangan yang lebih nyaman di Rumah Sakit tempat dia kerja" alih-alih meredakan sedih anak menantunya, Mama Henny malah membabi buta menyalahkan Kak Dini yang menurutnya telah salah memilih Rumah Sakit.

"Ini aja udah alhamdulillah dapet ruangan ma, di Rumah Sakit lain kebetulan ruang VIP dan kelas 1 nya sudah pada penuh" Kak Erik membela sang istri.

"Kalau minta Renata kan siapa tahu bisa dapat ruangan VIP minimal kelas 1 di Rumah Sakit sana" mama Henny bersikukuh dengan pendapatnya.

"Udah lah ma..." Kian berusaha menenangkan ibunya tersebut. Alih-alih menyanggah perkataan Mama Henny yang masih menyebut nama sang mantan, Kian malah terbayang wajah Renata.

Lagi-lagi pendiriannya hampir goyah. Ia teringat Renata. Dulu sewaktu mereka masih menjalin hubungan pasti akan selalu melakukan kontrol kesehatan di Rumah Sakit tempat Renata bekerja. Bukan hanya Kian, namun seluruh anggota keluarganya memiliki kartu berobat di Rumah Sakit tersebut.

Mungkin Kiandra sedang lupa, kalau masa lalu memang manis, namun masa kini dan masa depan tak akan pernah meninggalkan tangis.

FlummoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang