Air laut terus menyapu kakinya yang tak henti melangkah. Aroma asin turut menemaninya menyusuri pinggiran pantai. Deburan ombak silih bersautan diterpa angin laut. Agas mengikuti Ziana dari belakang. Jarak antara ia dan perempuan itu hanya sekitar 2 meter.
Tiba-tiba langkah kaki Ziana terhenti. Merasa ada yang mengikuti ia membalikkan tubuhnya dan...
"Hah! Agas....... Ngagetin aja kamu nih!" Sembari menghela nafas panjang ia mengerutkan dahinya dan menatap Agas bingung.
"Aku mau nemenin, tapi ga mau ganggu me time nya kamu" Agas salah tingkah. "Jadi aku ikutin kamu dari belakang" Ia menggaruk rambutnya yang tidak gatal.
"I'm fine, Gas. Dan lagi kita disini bukan untuk me time, but our time. Kita bareng-bareng berangkat kesini buat refreshing, kan"
Agas merasa lega melihat ekspresi Ziana yang baik-baik saja. Ia berjalan mendekati perempuan manis itu, kali ini langkahnya sejajar. Botol air mineral dingin yang sedari tadi digenggamnya ia berikan pada Ziana.
"Zi, terkadang hati itu perlu mengalah pada logika. Banyak orang bilang ikuti kata hati. Tapi harus diingat, hati yang seperti apa dulu yang mesti diikuti" Agas menatap mata Ziana lekat.
"Ada seorang perempuan mempertahankan hubungan dengan kekasihnya yang berbeda keyakinan. Meski sempat risau dengan perbedaan yang ada, namun ia mengikuti kata hatinya yang amat sangat mencintai laki-laki itu. Lalu mereka sampailah di jenjang pernikahan. Sayangnya setelah memilki sepasang anak kembar, pernikahan mereka ga berlangsung lama... Tau kenapa?"Ziana melirik Agas dan menggelengkan kepalanya.
"Karena mereka tidak menemukan titik dimana perbedaan yang ada dapat menjadi sama" Agas kembali menatap kedua mata Ziana.
"Dalam pernikahannya mereka terpaksa hidup dalam dua keyakinan, dan ini menyalahi aturan kepercayaan mereka masing-masing. Disamping itu mereka sering berbeda pendapat dan bertengkar karena masalah perbedaan ini. Pada akhirnya logikalah yang mereka pakai demi ketentraman kedua belah pihak. Juga logika mereka berkata bahwa kedua anak kembarnya haruslah hidup dalam bimbingan orang tua yang rukun dan damai" Agas mengalihkan pandangannya pada hamparan air laut yang luas dan terlihat tak bertepi.
"Lalu bagaimana nasib kedua anak kembarnya itu Gas? Bukankah mereka menjadi korban brokenhome orang tuanya?"
"Ya, mereka menjadi anak brokenhome. Namun fisik dan psikis mereka jauh lebih bahagia, karena mendapat asuhan dari kedua orang tua yang rukun. Mental mereka lebih sehat karena tak harus melulu melihat pertengkaran orangtuanya" Agas tersenyum manis. Tatapannya masih lurus kearah lautan luas.
"Betul, Gas... Terkadang hati yang lembut dapat menjadi sebodoh itu sehingga bisa menyebabkan sakit bagi pemiliknya. Namun justru logika yang terkesan keras dapat menjadi pembawa kebahagiaan yang tak terduga bagi si pemilik" Ziana setuju dengan cerita Agas. Mereka berdua bertatapan dan saling melempar senyum.
"Yes, i'm! " seru Agas tiba-tiba. Senyumnya masih melekat di bibirnya yang mungil. "Aku salah satu si anak kembar itu, Zi"
Ziana membelalakan matanya tanda tak percaya. Agas tertawa lepas. Gigi ginsulnya terlihat menambah ketampanan wajah manis laki-laki sipit itu.
"Begitu juga kamu, Zi. Tak selamanya mengikuti kata hati itu tepat. Logika haruslah dipakai juga. Kamu ga tau mungkin sesuatu yang lebih indah adalah kado yang akan diberikan si logika jika kamu mengikutinya"
Kali ini pandangannya yang melihat ke lautan. Ia termenung dan kalimat terakhir Agas terus terngiang ditelinga dan pikirannya.
****
Dua bulan sudah sejak kejadian di kedai sate Padang berlalu. Kiandra masih bergelut dengan pikirannya. Ia tak henti berpikir bagaimana cara mendapatkan hati dan kepercayaan Ziana kembali. Jauh sebelum mereka berjarak seperti ini, dulu ketika hubungannya masih baik-baik saja ia sudah sering tak memberi kabar ataupun menemui Ziana. Namun kali ini jarak yang ada sungguh berbeda. Ini sangat menyiksanya dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flummox
FanficKetika kamu ingin menangkap 2 kelinci sekaligus, maka sampai kapanpun kamu tidak akan pernah mendapatkan keduanya. Kalimat itu terus terngiang dalam pikiran Artapela Ziana, perempuan berusia 25 tahun yang mandiri, baik hati, tangguh, namun naif dan...