Wangi parfum yang familiar tercium di seluruh sudut ruangan. Ziana mengelus perlahan kepalanya yang terasa berat. Tak ada siapa-siapa di dalam kamarnya, namun wangi itu masih sangat lekat tercium oleh hidungnya. Mungkin si pemilik parfum belum lama pergi.
"Ateu..." Riza mengintip di balik pintu perlahan. Kali ini aroma teh hijau ikut semerbak mengisi ruangan.
"Alhamdulillah udah bangun, nih teu minum teh nya!" Riza menyodorkan segelas teh hangat yang dibawanya. Alih-alih meminumnya Ziana malah larut dalam ingatan kejadian terakhir yang dialaminya.
"Om Kian baru aja pulang, tadinya dia maksa mau stay disini tapi ae nyuruh pulang, takutnya kesehatan ateu belum stabil"
Ziana berusaha mencerna perkataan keponakannya itu. Ia masih tak percaya Pap Darwan menyuruh Kiandra untuk pergi.
"Tapi papap gak ada ngobrol aneh-aneh sama Kian kan??"
"Masih aja ateu ini mikirin perasaan orang yang selama ini aja ga pernah mikirin fisik ateu, mental ateu, perasaan ateu"
Lagi-lagi Ziana tak menyangka dengan perkataan Riza. Usianya boleh jauh lebih muda dari dirinya, namun pemikirannya ternyata sudah dewasa. Ziana diam seribu bahasa. Ia kembali mengelus kepalanya yang masih terasa pening dan meminum teh hangat yang sedari tadi dipegangnya. Pikirannya masih dipenuhi wajah Kiandra dan perkataan terakhirnya yang meminta tuk memperbaiki hubungan.
Drrtt... Drrtt... Drrtt...
Lamunannya terhenti ketika panggilan masuk di handphonenya berbunyi.
7 panggilan tak terjawab dari Bagaspati. Ziana terlonjak dan segera menghubungi balik Agas."Halo, are you okay?" Terdengar suara Agas agak panik. Ziana berharap tak ada yang memberitahu perihal kejadian malam ini pada kekasihnya itu.
"I'm fine. Kenapa Gas?"
"Hei, lihat coba jam berapa sekarang?"
"Hah?" Ziana melirik jam dinding di sudut kamarnya. Ia terlonjak kaget ternyata sudah masuk waktu shubuh.
"Tumben semaleman ngilang, cape banget kayaknya ya? Sorry, jd spam called"
"Ngga kok, Gas. Cuma abis minum obat sakit kepala jadi tidurnya nyenyak hehe" Ziana beralibi.
"Nanti siang kita lunch ya! Aku mau ngobrol"
"Ngobrol apa? Bikin penasaran aja"
"Hehe, ngga kok cuma kita sharing aja sebelum keberangkatanku ke Taiwan"
"...... " Ziana nampak keheranan dengan ajakan lunch Agas. Hatinya merasa sedikit tidak enak.
"Okay, cepet sarapan gih! Jangan lupa jam 13.00 aku jemput ya!"
Klik. Sambungan telepon terputus.
Drrt... Drrtt..
Kini notif pesan masuk dari Agas.Aku kangen kamu, aku harap kamu rasakan yang sama juga, dear..
Tumben..
Batin Ziana semakin tak nyaman ketika melihat pesan yang tak biasanya dari Agas.Klik. Ia melihat beberapa notif pesan masuk dari Sherly, dan Kian.. Alih-alih membuka pesan dari laki-laki yang membuatnya selama ini berasa naik roller coaster itu, ia malah mendelete semua pesan tanpa membacanya terlebih dahulu.
****
"Zi, once again.. Are you okay??"
Agas membuka obrolannya dengan pertanyaan yang sama seperti di telepon pagi tadi."Baik Gas, cuma dari semalem sakit kepala aja tapi sekarang udah mendingan kok" Ziana berusaha bersikap biasa saja. Iya tersenyum kecil pada Agas. Namun justru mimik wajahnya tidak berhasil dimanipulasi oleh senyuman itu.
"Zi, bisa ga mulai detik ini lebih menyayangi diri sendiri? Aku ga akan minta kamu untuk sayang ataupun cinta sama aku seperti perasaan aku sama kamu yang begitu besar"
Ziana kaget dengan perkataan yang lebih mengarah ke sebuah permintaan dari seorang Agas. Diliriknya lelaki itu, mata sipitnya menatap dalam pada dirinya saat ini. Tatapan yang selama ini belum pernah ia lihat dari Agas. Tatapan yang lebih ke nanar, miris, kasihan entah apapun itu, tapi yang jelas bukan tatapan lembut dan sayang seperti biasanya.
"Aku mau jadi obat untuk kamu awalnya, tapi ternyata resep yang aku punya belum cukup kuat untuk menyembuhkan luka batin kamu"
Agas menyentuh lembut tangan Ziana yang terlihat sedikit mengepal dan memainkan kuku jari jemarinya.
"Aku ga akan minta kamu untuk kangen sepeninggal aku ke negeri orang nanti, tapi aku minta kamu untuk baik-baik aja disini, untuk sehat, dan nunggu aku dengan hati yang bahagia disini"
Kini matanya terlihat berkaca-kaca. Agas berusaha keras menstabilkan suaranya dan menahan air matanya agar tidak mengalir. Ia tak mau menambah beban pikiran perempuan yang amat dicintainya itu.
"Aku mau sepulangnya aku nanti dari sana, kamu sehat, bahagia, dan menyambut aku dengan sukacita. Aku akan beri kamu waktu untuk menyembuhkan batinmu dengan caramu sendiri. Karena ternyata obat yang aku kasih belum cukup mempan. Kamu harus bangkit, lebih tangguh, dan jadi sosok Ziana yang bahagia lahir bathin!"
Kali ini air mata Ziana lah yang tak bisa dibendung. Pipinya kini basah dan memerah. Ia hanya bisa menunduk dan memegang erat tangan Agas.
"Aku mau kamu ga terlatih tertatih seperti saat ini. Aku mau kamu lebih mencintai diri sendiri sebelum kamu benar-benar siap untuk cinta sama aku"
Diangkatnya lembut wajah Ziana yang sudah banjir air mata itu. Ia usap lembut dan tersenyum manis.
"Ziana sayang, aku ga akan pernah benci oleh keadaanmu saat ini. Tangguhmu sekarang adalah rapuh yang tersenyum. Kamu hebat"
Agas kembali tersenyum, sorot matanya melembut dan tak terasa air matanya pun jatuh tak bisa dibendungnya lagi."Senyum dong, perempuan tangguhku!"
Agas mengusap lembut kepala Ziana dan menyandarkan di bahunya."Nanti, kalo kamu sedih dan kangen aku jangan nangis di pundak orang ya! Nih, sandaran di pundak dia aja! Hehehe" Agas menyodorkan boneka lilo n stitch kegemaran Ziana.
"Surprise!!!"
"Thanks Gas, thanks for everything, thanks a lot... " Ziana terkejut oleh surprise kecil dari Agas. Ia mengambil boneka tokoh kartun favorite nya itu dan memeluknya.
"Yaaaah, jadi si boneka deh yang dipeluk bukan aku!" Agas menggerutu berlagak marah.
"Idih, cemburu sama boneka hahaha" Ziana tertawa melihat tingkah menggemaskan Agas.
Tangis mereka kini menjadi tawa. Langit hitam kembali cerah. Air mata yang terbuang menjadi senyum di bibir. Meski di dalam sukmanya Ziana masih dilema dengan apa yang dirasakannya saat ini, namun ia yakin bahwa obat yang diberikan Agas lambat laun akan menyembuhkan luka batinnya yang kembali menganga sejak malam tadi.
Ia yakin Tuhan tidak mungkin memberikan ujian melebihin batas kemampuan umatNya. Ia yakin Tuhan tidak mungkin membiarkan dirinya larut dalam keterpurukan dalam waktu lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flummox
FanfictionKetika kamu ingin menangkap 2 kelinci sekaligus, maka sampai kapanpun kamu tidak akan pernah mendapatkan keduanya. Kalimat itu terus terngiang dalam pikiran Artapela Ziana, perempuan berusia 25 tahun yang mandiri, baik hati, tangguh, namun naif dan...