Senyuman Dalam Dilema

23 3 2
                                    

"Huft, tau gini kita ke rumahmu aja Gas!" Ziana mengeluh sambil melempar badannya ke atas ranjang besar di apartement yang telah di pesannya di kedai tadi.

"Lagian kamu ga pastiin dulu Zi, Sherly lagi free atau ngga" Agas menyalakan tv di ruang tamu berukuran 3x4m itu. Wangi tiramisu dan keju tercium dari dalam kresek menyebar di seisi ruangan.

Ziana menghela nafas dalam-dalam. Ia bingung apa yang harus dilakukan sekarang. Badannya tidak fit, dan kini ia hanya berdua saja bersama Agas. Pikirannya mulai travelling kemana-mana.

Duhhhhh! Sadar Zi! Sadar!

Ia menggerutu sambil menepuk-nepuk kepalanya. Agas yang sedari tadi memanggil dan menawari kue balok tak digubrisnya.

"Zi....? Sakit kepala? Wait, aku ke apotek bawah dulu ya beliin kamu obat pusing"

"Hah? Ga apa-apa kok Gas. Mungkin cuma kelelahan aja sih, serius hehe.. " Ziana salah tingkah ketika menatap wajah Agas yang kini sudah tepat di hadapannya.

Wajah mereka hanya berjarak beberapa cm saja. Nafas laki-laki sipit itu bahkan terasa hangat di wajahnya. Ia kembali teringat apa yang ada dalam pikirannya tadi. Belum sempat menjauhkan diri dari Agas, tiba-tiba bibir tipis lembut milik kekasihnya itu mendarat di bibirnya yang sedikit tebal. Kali ini Ziana benar-benar terpaku tak bisa bergerak ataupun berkata apa-apa. Yang ia bisa lakukan hanyalah mengikuti dan membalas setiap gerakan bibir Agas yang terasa manis itu. Ia larut dalam ciuman pertamanya bersama Agas.

Tanpa sadar matanya mulai memejam dan menikmati moment itu. Hingga tiba-tiba wajah Kiandra melintas dalam pikirannya. Ia rindu sosok itu. Entah mengapa saat ini Ziana malah merasa sedang mencium bibir Kiandra. Dan ia semakin menikmatinya dengan bayangan wajah laki-laki yang dicintainya itu dalam pikirannya.

"Zi.... "

"Zi.... " Sekali lagi Agas sedikit menarik tubuhnya dari Ziana, lalu menjauhkan bibirnya perlahan. Mata perempuan yang disayanginya itu terpejam, dan tangannya masih melingkar di lehernya.

Tersadar sudah tak ada gerakan apapun lagi dari sang kekasih, Ziana membuka matanya dan terkejut melihat Agas sedang menatapnya lembut dan tersenyum. Ia mengerjapkan matanya berulang kali, merasa bersalah dengan apa yang telah dilakukannya. Ia berciuman dengan Agas, namun yang ada dalam bayangannya malah wajah Kiandra.

"Gas..... "

"Yes, Zi....? Aku sayang banget sama kamu" Agas memeluk lembut Ziana, disandarkannya kepala kekasihnya itu dalam dekapannya.

"Aku ingin serius sama kamu, Zi.... Aku harap kamu bisa nunggu dan mendampingi sampai mimpi-mimpiku tercapai" Diusapnya lembut rambut Ziana. Aroma wangi bunga dari rambutnyapun tercium.

"Tapi.... Aku... " Belum sempat meneruskan pembicaraannya, bibir Agas kini sudah benar-benar mengunci bibirnya lagi. Ziana paham, kekasihnya itu tak mau mendengar sanggahan ataupun penolakan. Yang ia butuh saat ini adalah sebuah penerimaan dan support.

Alih-alih menjauhkan diri dari Agas, kini Ziana malah larut dalam momen manis itu. Ia merasa kasihan pada laki-laki yang telah berusaha mengobati lukanya karena Kiandra.

Agas semakin erat memeluk Ziana. Tangannya memegang kepala kekasihnya itu, lalu menyandarkannya di bantal. Mereka menikmati sore itu dalam buaian kasih. Suara jantung mereka terdengar semakin cepat berdetak.

Dalam sekejap bayangan wajah Kiandra pun hilang, Ziana mencoba membuka matanya dan menatap laki-laki yang kini mendekapnya erat. Ia tersadar bahwa bayang masa lalu tak boleh  selalu mengikutinya, kini ia harus benar-benar menyembuhkan luka dan membuka lembaran baru.

****

Aroma wangi masakan bercampur kemangi mengisi ruangan menelusup hidung. Agas membuka matanya dan melihat pemandangan indah dihadapannya.

"Morning oppa Bagaspati.. " Ziana tersenyum kearah Agas sambil terus mengaduk nasi goreng dalam wajan.

"Morning, dear.." Cepat-cepat Agas menghampiri kekasihnya yang sudah terlihat cantik dengan rambut diikat satu.

"Sarapan ya, kamu harus coba masakan aku!"

"With pleasure" Agas mencium pipi Ziana lembut. Ia memeluk perempuan yang amat dicintainya itu dari balik punggungnya.

"Nih, cobain!" Ziana menyodorkan nasi goreng buatannya pada Agas.

"Kamu juga dong, makan. Eh, btw udah enakan belum badannya?"

"Alhamdulillah" Ziana tersenyum lembut pada Agas.

Drrttt... Drrttt... Drrttt...

"Telepon?" Agas menunjuk handphone Ziana yang sedang di charge depan televisi.

"Siapa ya pagi-pagi gini..... "

Drrttt... Drrttt... Drrttt.. Drrtt..

Sekali lagi terdengar bunyi getar dan layar handphone Ziana nyala redup. Dilihatnya beberapa notifikasi pesan singkat dari Kiandra Mahisa.

Zi...
Zi, apa kabar?
Zi, where r'u??

Seketika terasa darah dalam tubuhnya berdesir hebat. Jantungnya berdegup kencang, jari jemarinya terasa dingin.

Drrrttt.. Drrttt.. Drrtt..

Kali ini telepon masuk dari nomor Kian. Belum sempat ia matikan sambungan telepon itu, Agas berdiri tepat disamping Ziana dan menekan tombol tanda menjawab. Ditaruhnya handphone kekasihnya itu tepat di telinganya.

"Answer, no problem!"

Masih dengan keterkejutannya, terdengar suara orang yang dirindukannya itu dari seberang telepon.

Halo, Zi? Halo...? Zi...

Ziana masih terpaku. Diliriknya Agas dengan was-was, wajahnya masih terlihat tenang namun tangannya tanpa sadar telah mengepal menahan emosi alih-alih takut tak terkendali. Ia harus meredam ego nya.

Zi.... ? Halo.....?

Halo, Kian.. Sudah cukup bermain dengan kebohonganmu? Sudah puas membuat aku merasa jadi perempuan yang selama ini mesti berlagak bodoh dan pura-pura tidak tau apa-apa?? Selamat, kamu berhasil membuat aku merasa tidak berharga! Semoga besok lusa kamu tak merasakan hal yang sama!

Klik! Sambungan telepon terputus. Ziana tak cukup kuat untuk mendengar jawaban dari Kiandra. Ia pun tak menyangka dengan apa yang telah diucapkannya itu. Ternyata, melawan rasa dalam sukma terasa sama sulitnya dengan bermain logika dalam duka. Senyuman dalam dilemanya seketika hancur hanya pada hitungan menit. Benteng pertahanan hatinya roboh, rasa yang berusaha dikuburnya dalam-dalam kini malah semakin muncul di permukaan raga. Ziana kalah dari egonya.

Agas terkejut dengan apa yang didengarnya. Duri yang tertancap di hati kekasihnya itu ternyata masih ada. Emosi yang tidak tertahan dari diri Ziana membuktikan bahwa besar pula rasa yang masih tersimpan untuk Kiandra. Ini bukan hal yang diharapkan Agas. Ia tak menyangka dengan respon Ziana saat itu. Terlebih ketika air mata mulai deras mengalir dan membasahi wajah manis perempuan yang dicintainya itu, disaat itu pula ia tersadar bahwa hati Ziana masih milik orang lain. Belum ada tempat bagi dirinya di dalam sana.

Tersadar bahwa air matanya kini sudah tak bisa dibendung lagi, cepat-cepat Ziana berlari menuju kamar mandi, dibasuhnya wajah manisnya itu. Namun bukannya berhenti menangis, ia malah semakin terisak. Kedua tangannya menutup kencang mulutnya yang semakin tak karuan. Ia masih memikirkan Agas yang berada di ruang tamu pada saat itu.

FlummoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang