Kala Logika Mempermainkan Hati

19 3 2
                                    

Ziana menaruh kembali sepatu yang sudah ia pilih untuk bertemu Kiandra malam itu. Diliriknya jam dinding yang menunjukkan pukul 20.00 WIB.

Ah, tahu bakal gagal ketemu Kian mending nginep di rumah Sherly aja tadi! Atau... Sekalian dinner kek bareng Agas.

Umpat Ziana dalam hati. Ia versi yang sekarang entah kenapa lebih bisa mengontrol emosinya. Alih-alih galau dan berpikir keras mengapa Kian membatalkan janjinya begitu saja ia malah menyesal tidak bisa menghabiskan waktu lebih lama dengan Agas atau sekedar menginap di rumah sahabatnya.

Malam itu Ziana memilih duduk santai di kursi dekat kolam ikan. Suara gemericik air dari kolam memberi ketenangan bagi siapa saja yang mendengarnya. Pikirannya menerawang jauh, tetiba terbayang wajah Agas sedang tertawa dan menggodanya seperti anak kecil. Ia telah tepat pada waktunya datang dan mengisi hati Ziana yang sudah lama mendingin tak tersentuh oleh cinta sang terkasih.

Drrrtt.... Drrrttt... Drrrttt...

"Halo, Gas? Hmmm.. Udah tidur?" Ziana membuka obrolan ketika suara Agas terdengar menyapa diseberang telepon.

"Hehehe, mustahil aku tidur jam segini Zi. Btw, ada apa nih, tumben?" Agas sedikit heran menerima telepon dari Ziana, namun bibirnya tak henti tersenyum. Sekali lagi ia lihat layar handphonenya, benar disana terdapat foto profil Ziana. Ini bukan mimpi, gumamnya dalam hati.

"Hmm, ga ada apa-apa sih, cuma pingin telepon aja. Ganggu ya?" Ziana sedikit merasa tidak enak karena menghubungi di waktu istirahat.

"Santai Zi, kayak ke siapa aja!" Agas terkekeh sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Untung saja saat itu mereka hanya berbincang melalui telepon sehingga wajah salah tingkah keduanya tidak nampak secara langsung.

"Hehehe, Gas keluar yuk!" Ajak Ziana tiba-tiba. Ia menggigit bibirnya serasa tak percaya dengan apa yang telah diucapkannya.

"Ayo, kemana? Ngukur jalan lagi? Hahaha" Agas tertawa keras namun terdengar bersemangat menerima ajakan Ziana.

"Aku mau ke Punclut, ngadem disana" Ziana membayangkan suasana lokasi yang diinginkannya itu.

"Siap tuan putri! Aku jemput sekarang ya!" Tanpa pikir panjang Agas segera mencari jaket dan menuju rumah Ziana. Di perjalanan tak henti ia tersenyum dan terbayang terus wajah perempuan yang disukainya itu.

Ziana menatap dirinya dalam cermin, tak menyangka sebegitu beraninya ia mengajak sosok Bagaspati untuk sekedar menemaninya keluar malam itu. Lipstik berwarna nude menambah kecantikan bibir Ziana yang mungil namun sedikit tebal. Rambutnya yang panjang ikal ia biarkan terurai menghiasi pundak dan punggungnya.

Hatinya meronta dan berteriak merindukan sosok Kiandra. Namun logikanya bersikeras untuk tetap menemukan kebahagiaan di lain jiwa. Ia menatap fotonya bersama sang kekasih kala sedang berada di taman wisata Lembang.

Kian, aku kangen..

Malam itu hati serta logikanya sedang tak sejalan bahkan jika mereka berwujud mungkin sudah saling jambak untuk memperebutkan raga Ziana agar mau menuruti salah satu dari mereka.

"Teu..... Ada temennya tuh!" Suara Riza terdengar nyaring dari balik pintu. Tak lama pintu kamar diketuknya dengan tak sabar.

"Iya, iya, suruh tung... " Tubuh Ziana terdorong sedikit keras oleh Riza. Mimik wajah keponakannya itu sulit dimengerti.

"Ateu, ateu ya ampuuun itu oppa Korea ya??" Riza menepuk-nepuk lengan Ziana dengan cukup keras.

"Aduuuhhh, Riza! Pelan-pelan sedikit dong ngomongnya. Malu tau didenger Agas!" Ziana menutup mulut Riza dengan telapak tangannya. Alih-alih menuruti perintah tantenya, Riza malah semakin berteriak dan matanya nampak memang sedang tak menyangka dengan apa yang baru saja dilihatnya.

"Okay, okay.. Tenang! Namanya Bagaspati. Dia pernah kesini di hari pemakaman teh Zetha. Kamu lagi kalut dan sedih jadi mungkin lupa" Ziana menjelaskan sambil bergegas mengambil tas dan mengenakan hoodie.

"Stop, jangan berteriak lagi, jangan bikin malu ateu yah, bye! Ati-ati di rumah!" Ziana mengecup kening Riza lalu pergi meninggalkannya.

Dilihatnya Agas yang sedang duduk di sofa ruang tamu sambil memegang handphone dan bungkusan beraroma lezat.

"Zi, ini buat disini. Btw, orang tuamu kemana?" Agas memberikan sebungkus roti bakar. Matanya celingukan ke seluruh penjuru rumah mencari mama dan papa Ziana.

"Masih ada catering di Cimahi Gas. Senin besok baru pulang"

"Oh, gitu. Pantesan sepi, cuma kedenger teriakan keponakanmu aja tadi dari kamar" Seru Agas sambil terkekeh. Ziana membelalakan matanya, ia terkejut ternyata Agas mendengar obrolannya dengan Riza tadi.

"Hehehe, biasa ABG. Ayo, keburu hujan nanti!" Ziana menarik tangan Agas lalu cepat-cepat meninggalkan rumah. Laki-laki blasteran Korea itu masih terkekeh gemas melihat tingkah Ziana dan keponakannya itu.

Dua puluh menit kemudian mereka sampai di Punclut. Udara dingin khas perbukitan mulai terasa, Ziana menggigil dan melekatkan hoodienya pada tubuh lebih kencang. Kedai-kedai tempat makan dan nongkrong berderet sepanjang jalan itu. Muda mudi terlihat ramai entah untuk makan atau sekedar bersantai sambil menikmati suasana alam disana.

"Udah hampir setahun lebih ga kesini, makin ramai ya, Zi!" Agas melihat sekeliling sambil memasukkan kedua tangannya kedalam kantong jaket.

"Iya Gas, ramai terus disini. Btw, mau makan?" Tanya Ziana pada Agas yang terlihat sedang meniupi kedua telapak tangannya.

"Hehehe, dingin banget ya?" Ziana tersenyum geli melihat tingkah laki-laki disampingnya itu. Agas tersenyum sambil menganggukan kepala.

"Ayo, makan aja. Aku mau makan bebek goreng sama nasi merah, nikmat kayaknya" Jawab Agas. Mereka berdua pun memasuki salah satu kedai yang tidak begitu ramai oleh pengunjung.

"Gas, kok disini? Biasanya tempat yang sepi itu kurang enak lho menunya!" Ziana mendekatkan kepalanya pada Agas lalu berbisik didekatnya. Melihat tingkah Ziana yang begitu membuat Agas terkejut tapi gemas. Dicubitnya pipi Ziana lembut lalu tertawa renyah.

"Ih, beneran Gas. Liat aja nanti coba makanannya... " Belum selesai Ziana berbicara seorang perempuan paruh baya memberikan daftar menu dan 2 gelas teh panas. Agas masih tertawa sambil menggelengkan kepala. Gigi gingsulnya menambah kemanisan wajah orientalnya itu. Ziana terpana dan terdiam sejenak menatap wajah Agas. Ia benar-benar larut dalam pesona laki-laki sipit itu.

Tersadar bahwa dirinya sedang ditatap Ziana, Agas salah tingkah dan tak sengaja menumpahkan segelas air teh yang dihidangkan pelayan tadi.

"Aww, panas!" Tangan kanannya memegang lengan sebelah kiri sambil diusapnya cepat-cepat. Kali ini Ziana yang tertawa melihat tingkahnya. Segera ia mengambil tisu dan membantu lap lengan Agas. Malam itu raga mereka larut dalam udara dingin di Punclut, namun jiwanya hangat oleh suasana yang diciptakan keduanya.

Ketika Agas sedang ke toilet, Ziana menatap sekeliling tempat itu. Ia teringat kala pertama kali mengajak Kiandra ke Punclut. Mereka berdua tak tahan menahan dinginnya udara disana karena cuaca sedang hujan, hingga Kiandra meriang ketika pulang dari sana. Senyum Ziana mengembang saat mengingat kejadian itu. Sekali lagi hatinya berteriak bahwa ia merindukannya..

Ziana tak menyangka bahwa dirinya akan berada di titik ini. Ia menganggap bahwa sekarang bom waktu sedang bekerja aktif.
Dirinya yang dulu tak mungkin dapat seberani ini berjalan bersama laki-laki lain. Tapi nampaknya rasa lelah oleh sikap Kiandra yang semakin hari semakin tidak terbuka dalam segala hal padanya membuat kemustahilan itu menjadi nyata.

Kala logika mempermainkan hati, yang mustahil dapat menjadi pasti.

FlummoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang