lust

2.4K 205 24
                                    

Haloo guys ini chapter 19 yaa😁😁

Btw chapter ini masih 18+ hehehe

.

When the party is over…

.

.

Hinata berlari terus sembari menahan tangisannya. Tetesan-tetesan air mulai berjatuhan ke pipinya. Ia benci dengan perkataan Sasuke. Ia benci dengan pertengkaran ini. Ia benci dengan dirinya sendiri.

Kenapa harus marah?

Bukankah memang seharusnya hubungan seperti ini terjalin dengan beragam konsekuensi?

Kenapa hanya karena satu masalah kecil bisa sangat berpengaruh pada perasaan yang lain?

Ia tak mengerti.

Padahal baru saja hubungannya dengan Sasuke dekat lagi. Mulai kembali memanggil dengan ‘kamu’. Bahkan baru tadi sore mereka melakukan seks setelah hampir satu bulan tak pernah berkomunikasi. Kenapa harus seperti ini sekarang?

Saat Hinata sampai di rumah, neneknya telah tidur di kamar sembari menyalakan radio klasik kesayangannya. Memutar lagu-lagu Jepang era klasik yang sangat digemarinya. Gadis itu pergi ke dapur, mengambil segelas air dan segera menghabiskannya. Napasnya terengah-engah. Membasuh wajahnya dengan tergesa agar tak meninggalkan wajah sembab nantinya. Lalu memilih duduk di teras dekat dapur sembari memejamkan mata.

Ia harus menenangkan diri.

Ia tak boleh seperti ini.

Hinata terdiam. Mencoba menata kembali pikirannya yang sedang kacau. Hormon masa muda memang sangat sialan. Menghirup napas sebanyak mungkin lalu menghembuskannya secara perlahan, seperti yang sering diajarkan ibunya saat suasana hatinya sedang tak karuan. Mengingat kembali apa yang terjadi sebelumnya bersama Sasuke.

Mencoba merangkai teka-teki dan mencari alasan mengapa ia sangat marah hanya karena Sasuke tak memberitahunya tentang kedatangan Itachi. Bahkan Itachi saja tak pernah mengenal Hinata, lalu kenapa ia marah?

Gadis itu mengusap wajahnya dengan kasar. Mencari sisa kewarasan yang sedari tadi tak ia hiraukan, dan malah memilih menuruti ego yang tiba-tiba saja muncul ke permukaan.

Suara pintu geser yang ditutup menjadi pertanda bahwa Sasuke telah kembali. Hinata tetap pada tempatnya. Berusaha untuk tak terlalu peduli, dan memutuskan mungkin besok pagi ia akan mengajak Sasuke bicara lagi.

“Aku minta maaf.”

Namun, kehadiran Sasuke di ambang pintu dapur yang menghubungkan dengan teras membuat Hinata terkejut. Ia menoleh dan mendapati pemuda itu berdiri sembari menampilkan wajah yang muram. Mereka hanya menatap satu sama lain untuk beberapa saat.

Pemuda itu terlihat kacau. Bekas merah di pipinya membuat Hinata sedikit merasa bersalah. Ia tatap Sasuke dengan lamat-lamat, berusaha menemukan arti di balik tatapannya. Mata sekelam malam itu selalu menarik atensinya. Melahirkan sejuta pertanyaan yang tak ada jawabannya. Atau mungkin ada. Namun gadis itu tak mau mengakuinya.

Hinata kembali mencari jawaban atas meledaknya emosi pemuda itu tadi. Namun hanya kemuraman, dan perasaan bersalah yang ia dapat. Menghembuskan napas sekali lagi, gadis itu mencoba berdamai dengan diri sendiri. Kemudian mengulurkan tangannya. “Aku juga minta maaf. Tidak seharusnya aku marah karena masalah sepele.”

Mencoba menyelesaikan masalah ini layaknya orang dewasa.

Sasuke menerima uluran tangan Hinata. Untuk beberapa saat kedua orang tersebut hanya terdiam. Masih canggung akan pertengkaran yang tadi. Hinata kemudian berinisiatif mengambil kantong belanjaan Sasuke. “Es krimnya biar kutaruh di kulkas.”

when the party is overTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang