realizing

1.6K 227 54
                                    

Halo guys ini chapter 31 buat kalian yang udah mau nungguin wkwkwk.... Kira-kira cerita ini bakal aku tamatin di chapter 34 nantinya (akhirnya yah :')) Moga kalian suka dengan chapter ini yaa :)

.

when the party is over

.

.

Bukankah kau pernah bilang bahwa dirimu tak pernah menyesal dengan semua hal yang melibatkan Sasuke? Mulai dari alasan pertemanan, bagaimana kau membawa hubungan tersebut, hingga ke titik di mana kau dan Sasuke saling mengisi satu sama lain. Jadi, kenapa?

Kenapa sekarang perasaan itu tiba-tiba muncul, ketika kau sadar kau tak ubahnya seorang teman? Bukankah kau yang menjejalkan kata itu dalam otakmu yang bebal? Menjahitnya ke tempurung kepalamu dengan tulisan tebal. Kau dan Sasuke tak ubahnya teman. Sepasang teman dengan banyak penafsiran.

Jadi, katakan padaku, siapa yang coba kau bohongi di sini?

Ah, tidak perlu dijawab.

Itu terdengar seperti pertanyaan bodoh sekarang.

.

Bekas jejak kaki yang bercampur dengan salju tipis tampak di sepanjang jalan. Ada begitu banyak orang yang datang malam ini. Ia pandangi langkah sepatu pemuda di depannya, yang begitu tegas dan semangat. Berkata bahwa Hinata harus mengikuti acara tahun baru kelas mereka. Sayang sekali jika Hinata berdiam diri di rumah, menolak keramaian malam ini. Toh, tahun depan saat semester baru, tak ada jaminan mereka bisa menikmati ini sebagai teman satu kelas. Jadi, ia putuskan untuk menyingkirkan memori beberapa hari yang lalu, dan mengiyakan ajakan Naruto untuk pergi.

Ino dan Futaba menunggu di depan stan takoyaki yang sudah ramai dengan beberapa teman kelas. Senyuman mereka membuat hati Hinata menghangat. Ia akan menghabiskan waktunya bersama Ino dan Futaba hingga hatsumode besok pagi.

Angin musim dingin berhembus, membuat tangannya reflek merapakatkan mantel yang membalut tubuh. Memandangi sepatu musim dingin yang kotor terkena butiran salju keruh. Hinata tahu dirinya sedang diperhatikan saat ini. Rasanya ia ingin menunduk saja, menolak menatap tatapan yang ditujukan padanya dari samping. Tapi, tidak.

Jangan menunjukkan perasaan malangmu, Hinata.

Maka mata bulan itu menatap ke arah mata sekelam jelaga.

Terdiam.

Apa yang kau cari, Hinata?

Kenapa mulutmu begitu sulit mengatakan saat hatimu sudah semakin dihimpit? Himpitan perasaan yang rasanya membuat sesak. Yang bisa kau lakukan hanya menarik napas dan membuangnya berulang kali. Berharap momen-momen yang timbul karenanya, akan terhapus oleh keadaan yang datang silih berganti.

"Baiklah, Semuanya! Mari berkumpul dulu." Suara Shintaro membuat matanya berpaling, menata wajahnya sedatar mungkin.

Ia tak sadar saat gerakan Ino sedikit demi sedikit membuatnya menjauh dari keramaian gerombolan itu. "Ino, ada apa?"

"Kau ingat ada hal yang harus kita bicarakan?"

Ia mengangguk. Tempo hari si pirang itu memang mengingatkan Hinata, jika dirinya ingin bertanya suatu hal. "Jadi, apa?"

Ia heran saat mata Ino hanya menatapnya datar. Kemudian si pirang menggeleng pelan sembari memejamkan mata. "Lupakan, kapan-kapan saja."

"Huh?"

"Sepertinya kau sedang banyak masalah akhir-akhir ini."

Baiklah, Hinata tak akan menyanggah kalimat tersebut.

when the party is overTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang