🏰🏰🏰
"Apa yang kau lakukan disini?" kata suara lembut dari atasku.
Aku dibully oleh anak lain yang tinggal disekitar, dan bersembunyi di pojokan rumah. Setelah melihat sumber suara itu, ada ibuku, yang sangat kucintai, kini ibu melihatku dengan wajah khawatir.
"...Tenang saja. Aku baik-baik saja." aku tidak ingin membuat ibu khawatir. Aku mengatakannya sambil menghapus air mataku.
"kalau menangis disini sendiri, rasa sakitnya tidak akan pergi. Kalau sakit, ibu bisa menemanimu. Aku akan duduk di sampingmu, jadi jangan menangis sendiri," kata ibuku, sembari memelukku erat.
Setelah aku mengenal diriku sendiri, aku tinggal bersama ibu. Kami sendiri. Ibu terus bekerja sambil mengurusku. Walau sulit, tapi senyum tidak pernah meninggalkan wajahnya.
Kami tidak hidup nyaman, tidak juga terlalu buruk, tapi ibu selalu mengatakan hal yang sama: "Aku sungguh bahagia punya putra sepertimu!" katanya, dan memelukku erat. Ibu yang sangat kucintai.
Hari-hari itu sangat damai dan tenang. Aku tidak tahu tentang ayah. Tidak namanya, juga apakah dia hidup atau mati. Karena itu, aku sering dijahili dan dibully oleh anak lain yang tinggal di sekitar. Rasanya bohong kalau bilang aku tidak pernah peduli. Tapi bahkan sebagai anak kecil, aku sadar kalau ibu tidak pernah menceritakan tentang ayah. Karena, anak-anak memang tidak punya banyak pikiran berat.
Tapi... aku akhirnya menyesalinya. Kalau aku tahu sesuatu tentang siapa ayahku... mungkin sesuatu bisa berubah.
Akhirnya... hari-hari damai bersama ibuku harus hancur. Saat itu akhir musim semi di ulang tahunku yang kesembilan, saat sore hari, ketika aku dan ibu berjalan pulang bersama.
Tiba-tiba, beberapa pria yang tidak kukenal menyergap kami - sebelum menyodorkan kain ke wajahku. Kain itu berbau manis... dan itu hal terakhir yang kuingat.
Setelah sadar, aku tahu aku berada di ruang gelap.
Ruang ini tidak punya penerangan alami, dan diterangi oleh lampu. Dengan cahaya itu, aku bisa melihat tulisan mantra sepanjang dinding. Sangat tidak nyaman.
Ada sekitar sepuluh orang disana. Aku terbaring dengan punggung di tengah ruangan, dan orang-orang itu berdiri di sekelilingku.
Laki-laki yang tadi menangkapku juga ada. Kalau kutebak, orang-orang ini yang membawa kami.
Kakiku diikat. Aku mencoba bergerak, tapi nihil. Ada juga kain dimulutku - aku tidak bisa bicara, juga mengeluarkan suara sedikit pun.
Di depanku adalah pria dengan pakaian hitam, dan... seorang wanita. Wanita itu mengenakan gaun merah cerah, dan di lehernya terdapat perhiasan besar. Wanita serba merah... ia terlihat tidak menyatu dengan sekitarnya.
"Anak itu bangun. Cepat, sekarang, bawa dia kemari," kata wanita serba merah, dan satu pria itu maju. Di tangannya adalah anak laki-laki seumuran denganku. Anak itu diletakkan di sampingku, di atas kain yang indah. Sepertinya ia tidur dengan tenang.
Setelah dilihat lebih teliti, dia sangat kurus... luar biasa kurus. Ia juga pucat, dan susah bernapas. Dia sepertinya sakit. Tapi... melihat dari fisiknya, aku sadar dia sangat mirip denganku. Rambut merah, mata abu-abu... bahkan wajahnya. Siapa anak ini...?
Setelah aku memeriksa tubuh itu, wanita serba merah mulai bicara. "Dengan begini, persiapannya sudah lengkap. Kalau begitu. Mari kita mulai. Persembahkan tumbalnya."
Persiapan? Apa maksudnya? Apa akan terjadi sesuatu di ruangan gelap ini? Apa-apaan "tumbal" ini? Aku merasa pernah mendengar kalimat itu sebelumnya, di buku yang pernah ibuku baca dulu... Apa itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Next Life As A Villainess || HAREM JAEMIN [OG]
FantasyON-GOING |OMEGAVERSE| |BXB| |ROMANCE| |FANTASI| |MATURE| Ingatanku tentang kehidupan masa laluku kembali ketika aku terjatuh dan kepalaku terbentur oleh batu. Aku Jaemin Claes, anak seorang Duke yang berusia delapan tahun. Sementara aku berjuang den...