Laneta melangkah cepat memasuki rumahnya tanpa memperdulikan teriakan Layona yang memanggilnya. Ia tidak peduli dengan ibunya itu, perasaannya sudah buruk sejak bertemu dengan Elga tadi.
Gadis itu menghela nafas panjang setelah menutup rapat-rapat pintu kamarnya, ia melangkah menubruk kasur menghempaskan tubuhnya disana.
Ia kecewa dengan Elga.
Rasa kecewanya tidak akan berubah saat cowok itu berusaha membujuknya lewat pesan.
Neta berdecak setelah membalasnya 'Iya'. Ibu jarinya terulur menekan tombol panah, keluar dari room chat Elga. Meski masih ada beberapa pesan yang cowok itu kirim namun ia mengabaikannya, dan lebih memilih mematikan daya ponselnya. Ia tidak ingin bertambah kesal hanya dengan melihat chat cowok itu.
Ia ingin tidur, melupakan kekecewaannya sejenak.
***
Senyum dibibir Neta mengendur kala melihat Elga yang menghadang jalannya saat ingin melangkah.
"Ta".
"Apa?".
"Kamu kenapa sih?, kenapa dari kemarin kamu nyuekin aku?".Tanya Elga sambil menahan pergelangan Neta.
Gadis itu menggeleng pelan. "Aku cuma capek".Alibinya, dan kembali melangkahkan kakinya.
"Ta, ta.. Kalau aku ada salah, aku minta maaf. Tapi please, jangan begini".Pinta Elga menahan pergelangan tangan Neta lagi.
"Kamu nggak punya salah".
"Udah ya, aku mau ke kelas".Neta benar-benar melangkah meninggalkan Elga.
Sedangkan Elga hanya menatap punggung gadis itu dalam yang sudah berjalan meninggalkannya.
Entah apa salahnya hingga membuat Neta menjauhinya seperti ini.
Rasanya baru kemarin ia bercerita hangat bersama gadis itu.
Entah mengapa melihat respon gadis itu hari ini membuatnya sedih, sedih melihat kekasihnya seakan menjaga jarak darinya.
***
Laneta berjalan dikoridor dengan wajah murung, tak biasanya yang selalu menampilkan senyuman manis. Hari ini Neta berbeda, bukan Neta yang sebelumnya murid-murid kenal. Hari ini hanya ada Neta yang asing, bukan khas Neta. Murid-murid disekolah disana menyadarinya.
Bruk!
Saat pembelokan koridor tubuh Neta terpental diatas lantai saat seseorang menabraknya cukup kencang. Tubuh Neta yang tidak terisi apa-apa sangatlah mudah untuk terpental.
Seseorang yang tak lain adalah Yuna tak henti-henti nya mengucapkan kalimat maaf, sambil mengulurkan tangan membantu Neta untuk bangkit.
Neta mendongak menatap sang empu yang menabraknya, ia tatap wajah itu lamat entah mengapa rasa sakit seketika menjalas didalam hatinya, wajah Yuna mengingatkannya dengan foto kemarin.
Neta segera bangkit sendiri, mengabaikan uluran tangan Yuna.
Yuna tersenyum kecut saat menerima penolakan dari Neta. bukan seperti yang sebelumnya.
"Ta. Maaf".Sesal Yuna sambil mengigit bibir bawah.
Neta menatap gadis itu sambil tersenyum kecut. "Iya".Sambil mengatakan itu Neta berjalan mendahului Yuna.
Ia tak ingin berlama-lama menatap Yuna yang hanya akan mengingatkannya pada kemarin.
Entah mengapa saat menatap Yuna membuatnya kembali sesak.
Sedangkan Yuna mengangkat pandangannya menatap Neta yang sudah berjalan meninggalkannya.
-
Neta saat ini memilih menolak ajakan Runi yang ingin mengajaknya kekantin saat jamkos. Neta lebih tertarik berada didalam perpustakaan yang tenang tanpa ada yang mengganggunya.
Rasanya lebih nyaman seperti ini, dari pada berada ditengah-tengah banyaknya orang disekililingnya.
Ia butuh penenang. Ia butuh tempat curhat, tapi rasanya sangat sulit menyinggung tentang kemarin.
"Ta, Neta..!".Seruan suara milik Runi membuat Neta gagal fokus saat membaca novel.
Gadis itu menutup novelnya dan mendongak menatap Runi yang berlari menghampirinya.
"Kenapa Run?".
Runi membuang nafas berkali-kali sebelum berbicara pada Neta.
"Elga..".Neta mengerutkan kening.
"Elga kenapa?".
"Elga..".Neta gemas menunggu ucapan Runi yang menggantungkan.
"Elga pingsan ditaman setelah dikeroyok anak sekolah sebelah, gua mau lo bantuin gua bawa Elga ke rumah sakit".Ujar Runi dengan raut cemasnya. Kalimat yang dilontarkan gadis itu sukses membuatnya terkejut.
Neta melototkan mata terkejut, bangkit dari sofa tanpa memperdulikan novel yang saat ini terjatuh diatas lantai.
Gadis itu berlari keluar dari area perpustakaan dengan jantung yang senantiasa berdegub. Hatinya terus meyakinkannya jika Elga baik-baik saja, namun fikirannya berjalan kemana-mana membuatnya tidak tenang.
Tiba-tiba ada perasaan bersalah dilubuk hatinya, merasa bersalah telah mengabaikan cowok itu dari kemarin.
Neta berlari sekuat tenaga tanpa ada sepatu yang melindungi kakinya. Mungkin karena rasa paniknya yang membuatnya lupa memakai alas kaki.
Namun itu tidak penting, Elga lah yang penting saat ini.
Neta mengelilingi taman belakang mencari sosok Elga, namun yang ada hanya beberapa batang pohon beringin dan dua orang saja yang terlihat sedang berpacaran.
Gadis itu mengumpat pelan, berbalik mencari keberadaan Runi yang ia kira sahabatnya itu mengekorinya dari belakang dari tadi. Namun tak ada seseorang dibelakangnya.
Kemana sahabatnya itu?.
Neta melangkahkan kakinya hendak melangkah, namun cekalan ditangannya membuatnya mengurungkan niatya.
"Jangan pergi".
BERSAMBUNG!
KAMU SEDANG MEMBACA
ELNETA
Teen Fiction"Apa yang akan mamah lakuin kalau aku rusakin berkas mamah?". "Tentu saja mamah akan marah". "Tapi mamah selalu rusakin kertas ujian aku". - "Mana yang sakit Ta, bilang sama aku". "Semuanya sakit". - "Andai kamu tau El, gimana sakitnya aku ketika li...