"The destruction in your life will probably be another, more terrible destruction if it is not repaired."
***
Pagi menjelang, suara alarm berdering nyaring mengusik tidur Sakura yang kurang nyenyak. Ia membuka matanya sambil mengernyit karena cahaya matahari menyelinap masuk ke dalam netranya. Jam menunjukan pukul 9 pagi, entah penanda waktu untuk apa karena itu adalah alarm milik Yena.
Sakura bangun dari tidurnya, kemudian menatap alarm yang masih berbunyi di atas nakas sambil terduduk. Ia menyentuh bahunya yang semakin terasa nyeri. Efek obat-obatan dalam infus yang mungkin telah menghilang sepenuhnya membuat tubuhnya merespon rasa sakit yang sesungguhnya dari luka itu.Sakura memutuskan berjalan ke luar kamar setelah mematikan alarm. Ia mengedarkan pandangan pada ruangan yang hanya terdengar suara detik jam dinding, tapi tak menemukan siapapun.
Sakura berjalan ke arah dapur. Perutnya butuh asupan makanan meski sebenarnya ia tak bernafsu makan sama sekali. Mau tidak mau ia harus sarapan dan minum obat agar lebih cepat pulih.
Sakura berniat membuat makanan dengan bahan yang akan ia temukan di lemari pendingin. Ia cukup pandai memasak karena telah lama hidup tanpa ibunya dan lebih sering menginap di studio Yena. Yena merupakan panutan Sakura dalam menjalani hidup serba mandiri. Ia semakin terbiasa lepas dari kehidupan mewahnya.
Sakura mengangkat alisnya. Alih-alih menemukan bahan makanan mentah di dalam lemari pendingin, ia malah menemukan semangkuk bubur, segelas susu, dan secarik note yang tertulis "Jangan lupa dimakan, Sayang. Panaskan dulu 😘"
Sakura meringis membaca note itu, juga karena bentuk bubur yang tidak karuan. Itu adalah bubur nasi yang telah dihaluskan dengan sayur sayuran, tapi tidak sehalus itu karena ia masih bisa melihat wujud dari wortel dan seledri yang bertebaran. Sakura mencoba mengaduk bubur itu, terlalu encer. Ia mencicipinya, terlalu manis. Sakura mengernyitkan mukanya sambil menatap bubur itu iba. Ia yakin Yena yang membuatnya. Yena memang lelaki mandiri, tapi satu yang harus disayangkan, karena kemampuan lelaki itu dalam hal memasak jauh di bawah rata-rata.
Akhirnya Sakura memutuskan pergi ke luar setelah membersihkan diri. Ia harus makan dan dapur studio milik Yena hanya dipenuhi dengan bir. Ia tidak mungkin memesan delivery karena ia tidak memiliki ponsel sekarang.
Bagaimana mungkin seseorang yang sakit dibiarkan mencari makan sendiri dan hanya diberi semangkuk bubur yang tidak meyakinkan seperti itu.
Cuaca hari itu cerah, menampilkan langit biru tanpa awan sedikit pun. Berbeda dari hari biasanya yang hanya dihiasi dengan rintik hujan yang tiada hentinya. Sakura berjalan menuju sebuah caffe bernuansa coklat yang tak jauh dari studio Yena. Ia menghentikan langkahnya, menatap sebuah pohon yang tidak memiliki bunga atau pun daun di dahannya.
Pohon Sakura, tentu saja akan membuat Sakura tidak bisa mengabaikan pohon itu karena namanya yang mampu membuat dirinya kembali memikirkan seseorang. Seseorang yang entah bagaimana kabarnya.
"Aduh!"
Sakura berbalik, mendapati gadis kecil yang terguling dari sepeda di belakangnya. Ia segera menghampiri gadis kecil itu dan membantunya berdiri.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Sakura khawatir. Ia berjongkok menyetarakan gadis kecil itu yang hanya sebatas pahanya. "Gara-gara Oppa! Oppa berdiri di sana dan membuatku bingung mau lewat mana!" kata gadis kecil itu memukul lengan Sakura, membuat Sakura melebarkan matanya terkejut. Ia memang menghalangi jalan karena ia berdiri di tengah trotoar.
![](https://img.wattpad.com/cover/285667331-288-k120580.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I Like You As Soon As I Hated You
FanfictionWhen winter freezes the oceans, the girl came with warmth in her arms.When summer comes to drop the leaves, the girl came with coolness to the rays of her eyes. But strangely enough, she was created to be an enemy. Notes: ➜ This is a work of fictio...