Chapter 24

98 26 0
                                    

"Semua gading memang telah retak."

***

Kelopak mata gadis itu terbuka kala silau sinar matahari yang menyilaukan mulai menyelinap masuk di sela-sela gorden. Visual yang pertama kali tertangkap matanya adalah seorang lelaki berparas rupawan yang masih terlelap dalam wajahnya yang damai.

Eunbi tak terkejut sama sekali. Ia tahu dan telah mempersiapkan mentalnya sebaik mungkin jika ternyata apa yang terjadi semalam memang bukanlah mimpi atau halusinasinya. Pertama, keadaan ini merupakan suatu hal yang bahkan tak pernah ia tulis dalam kamus hidupnya. Eunbi telah mempersiapkan segalanya jika kini ia benar-benar terbangun dengan orang lain yang berada dalam satu ranjang bersamanya, yang kini mengisi ingatannya tentang apa yang telah mereka lakukan semalam. Yang lebih mengejutkan, ia adalah Miyawaki Sakura, lelaki dalam urutan pertama yang awalnya harus ia jauhi.

Melihat Sakura dalam jarak sedekat ini dan tanpa pertikaian adalah suatu hal yang baru bagi Eunbi. Sakura terlihat seperti lelaki normal lainnya dalam tidurnya, lebih tenang dan manusiawi. Tak ada sorot kebencian, kemarahan, dendam, kesinisan, atau apapun itu yang biasanya selalu menghiasi wajahnya jika berhadapan dengan Eunbi.

Melihatnya setenang ini membuat Eunbi menyadari bahwa Sakura juga manusia. Mungkin ia juga tidak ingin hidupnya menjadi rumit? Tidak ingin menyerahkan masa depannya untuk suatu hal yang mengusik hari-harinya terus menerus? Jika mengingat seberapa besar cintanya kepada Minju, maka seharusnya Eunbi tahu bahwa Sakura memiliki hati sedalam itu. Ia adalah lelaki berhati lembut yang juga bisa jatuh ke dalam jurang yang disiapkan oleh takdir. Ya, Sakura mungkin merupakan salah satu manusia yang bisa dengan mudah terperosok dan tak tahu caranya kembali bangkit. Ia kehilangan kendali atas dirinya setelah begitu besar perasaan yang tumbuh dalam hatinya.

Namun apa yang telah terjadi tak akan pernah dapat terlupakan dengan mudah bagi Eunbi.

Bagaimana Sakura dengan tanpa hati menghancurkannya tanpa aba-aba. Bagaimana lelaki itu memaksanya untuk ikut masuk ke dalam kubangan yang sama seperti dirinya. Bahkan, setelah itu ia tak peduli tentang bagaimana Eunbi harus kembali menghadapi masa-masa kelamnya yang entah mengapa selalu terulang di setiap langkah kehidupannya.

Sakura seolah tak peduli dan hanya membuat semuanya semakin sulit untuk dihadapi. Eunbi membuang pandangannya dari wajah Sakura dan menatap langit-langit kamarnya dengan nanar. Sebagian dari dirinya mengutuk apa yang telah ia lakukan semalam, seperti sebuah penghianatan.

Ia tak bisa menyalahkan Sakura, karena yang paling berperan besar atas apa yang terjadi semalam adalah Eunbi sendiri.

Eunbi menarik selimut yang menutupi tubuhnya yang masih polos, mencoba duduk meski ia merasakan nyeri di sekujur tubuhnya. Ia berjalan pelan dengan selimut yang melingkar dari lehernya ke bagian bawah hingga menjuntai ke lantai, berjalan masuk ke dalam kamar mandi dengan perlahan karena ia tak mau Sakura terbangun dan membuat semuanya menjadi canggung. Eunbi mendekati arah kaca yang memperlihatkan dirinya sendiri ketika menginjakkan kakinya di marmer lantai kamar mandi. Pantulan dirinya yang membuatnya sedikit terksiap. Bercak kemerahan terpampang dimana-mana pada bagian lehernya, jejak yang mengikrarkan penghianatannya kepada logikanya yang terus mengutuknya tanpa henti.

Pagi itu terasa dingin, apalagi semalaman Eunbi menggunakan suhu AC yang sangat rendah. Tapi Eunbi malah menyalakan shower dengan air dingin yang mengalir membasahi rambut dan tubuhnya yang masih menyisakan jejak semalam. Eunbi ingin menghapusnya sedetail mungkin, bahkan dari ingatannya untuk selamanya jika bisa.

***

"Aku... tidak pergi ke kampus hari ini," ucap Eunbi kepada seseorang di seberang telepon.

I Like You As Soon As I Hated YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang