"Salju, sebuah gambaran gumpalan es? Atau hanya selintas cuaca yang memiliki suhu dingin membekukkan? Tapi taukah rahasia di balik setiap kepingan salju? Kata sebagian orang, ia memiliki kisah di setiap butirannya, menyimpan cerita yang terkenang, membawa kisah yang belum usai, dan menyampaikan rindu yang tertahan.
Di sisi lain, salju juga seperti sebuah unsur yang menyiksa, menyebarkan hawa dingin yang menusuk, sirna pada sentuhan kehangatan, dan tidak bertahan dalam waktu yang lama. Mungkin, ia juga tidak setia? Karena selalu menghilang dalam sejekap kala kita ingin mengenggamnya lebih lama."***
Dua Tahun Kemudian
Gadis dalam dekapan mantel tebal itu semakin mengeratkan dirinya, mencari kehangatan di antara dinginnya suhu yang nenembus dinding perpustakaan dimana ia tengah terjaga.
Ia tidak pernah menyukai musim salju, musim yang membuat sebagian manusia hanya akan berdiam diri di rumah dengan sebatang kayu bakar di balik corong asap, atau di bawah mesin penghangat ruangan yang berhembus dalam keheningan.
Sebenarnya, tidak juga mungkin hanya ia yang tidak menyukai musim dingin, karena ia tidak memiliki kenangan hangat apapun bersama keluarganya di dalam rumah. Tidak ada secangkir teh, roti, atau sereal hangat yang akan menyambutnya setiap pagi musim dingin yang terlewati.
Beberapa hari lagi, semua aktivitas memang akan melewati masa libur musim dingin, dan gadis bersurai panjang sepinggang itu harus lebih cepat menyelesaikan tugasnya jika tidak ingin mendapatkan pinalti mata kuliah yang telah ia tempuh selama dua tahun ini.
Setidaknya ia harus menyelesaikan kuliah tepat waktu dengan nilai yang memuaskan.
"You're not going home?" seorang gadis yang memakai syal tebal berwarna merah cerah menyapanya ketika ia melewatinya di antara sebuah meja perpustakaan yang berjejer. Ia membawa setumpuk buku di dalam dekapannya dan juga payung yang ia kaitkan ke dalam genggamannya.
"Just a little longer. I'm almost done. You can go home first," kata gadis bersurai panjang itu. Ia tersenyum cerah, membuat kedua matanya tenggelam di balik kelopaknya yang runcing.
"All right, then I'm gonna go." Wanita bersyal merah itu melambai dan berlari pergi ke luar perpustakaan, menerobos butiran salju yang mulai turun kepada bumi dengan payungnya yang ia kembangkan.
Gadis bersurai panjang itu hanya memandangnya hingga ia menghilang dari pandangan.
Benar, ia jadi teringat jika ia lupa tidak membawa payung. Padahal sudah jelas-jelas ramalan cuaca hari ini mengatakan jika akan ada hujan salju lagi.
Gadis itu hanya tersenyum sekilas menyadari kebodohannya sendiri, kemudian ia kembali melanjutkan mengukir gambar di atas kertas membentuk sebuah design gaun pengantin cantik. Gaun pengantin yang memiliki sulur-sulur indah yang berkilauan di detail kainnya, juga designnya yang dibuat sederhana namun terlihat elegan secara bersamaan. Gadis itu tersenyum puas melihat visual gambar yang ia buat.
Kemudian di ujung kertas gadis itu menuliskan sebuah ukiran nama bertuliskan 'Miyawaki Eunbi' untuk memperjelas bahwa itu semua adalah hasil karyanya.
Gambar yang Eunbi buat adalah sebuah gambar pesanan seorang pemilik butik kecil di kota Annecy.
Setelah mengerjakan tugas kuliahnya, Eunbi selalu menyempatkan diri untuk menyempurnakan design itu sebagai hadiah hari pernikahan pemilik butik yang telah banyak membantunya selama ini ketika melakukan bisnis dan perkuliahan di Paris.
Sudah beberapa jam berlalu sejak Eunbi datang ke perpustakaan. Gadis itu menutup buku yang ia kerjakan, lalu merapikannya dan memasukkan semua ke dalam tas yang ia bawa. Masih terlalu awal untuk pulang, namun karena ia tidak ada jadwal kuliah di hari ini, maka Eunbi memutuskan untuk pulang lebih cepat karena ia juga memiliki janji dengan seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Like You As Soon As I Hated You
Fiksi PenggemarWhen winter freezes the oceans, the girl came with warmth in her arms.When summer comes to drop the leaves, the girl came with coolness to the rays of her eyes. But strangely enough, she was created to be an enemy. Notes: ➜ This is a work of fictio...