"Masalalu mungkin sangat mudah berlalu. Juga, bisa dilupakan kapan saja. Tapi, ia mengendap ke dalam setiap jaringan darahmu, mengalir menjadi setiap inci kepingan pikiran yang akan disusun di masa mendatang. Mereka tetap tak bisa dipisahkan."
***
Flashback
Seoul Performing Arts High School, sekolah seni internasional yang mampu membawa siswanya benar-benar masuk ke setiap nominasi kandidat pemenang dalam event-event penghargaan sekolah nasional dan internasional. Sekolah itu kini dipenuhi oleh ratusan manusia yang terlihat berlalu lalang di sekitar kawasan sekolah. Masa penghujung semester genap di akhir musim semi. Sekolah memutuskan untuk mengakhiri pembelajaran dengan evaluasi raport bersama wali setiap siswa, dilanjutkan libur panjang jika musim dingin tiba.
Dua gadis yang tengah menggambar sebuah labu dalam graffiti bertema Hallowen di rooftop gedung sekolah kini tersenyum puas kala apa yang mereka buat terpampang dengan apik di layar dinding. Dua gadis berseragam lengkap yang hanya menggeletakkan jaketnya pada meja rendah di samping mereka, membuat kulit lengan mereka sesekali digosok agar kehangatan sedikit menjalar.
"Kenapa mereka memberikan tema seperti ini di musim dingin? Padahal aku sudah merekomendasikan tema natal. Aku ingin menggambar Sinterklas raksasa di sini," katanya. Saerom, seorang gadis berdarah campuran Korea-Perancis itu terus mengeluh karena hal yang sama.
Gadis bermata sipit namun mempunyai hidung bangir seperti gadis eropa. Ia cantik dan menarik meski tengah mngerucutkan bibirnya karena merasa jengkel.
Saerom bangkit berdiri, kemudian melongokkan kepalanya ke arah bawah di seberang pagar rooftop, dimana terlihat koridor panjang yang menghubungkan dengan lapangan olahraga outdoor. Orang-orang sangat ramai berlalu lalang, tapi Saerom tak terlihat puas dengan apa yang ia cari.
"Apa orangtuamu tak datang lagi kali ini?" tanya Saerom berbalik memandang gadis yang masih sibuk merapikan hasil kerjanya. Gadis dengan rambut panjang yang ia ikat dengan rapi ke belakang. Ia tak berminat menatap Saerom yang tengah bertanya kepadanya.
"Aku rasa tidak," jawabnya singkat.
Eunbi melemparkan kuas yang ia genggam sambil tersenyum cerah memandang gambar graffiti miliknya dan milik Saerom yang telah dikerjakan selama seminggu akhirnya selesai tanpa cela. Pipinya yang sedikit kemerahan karena hawa dingin, ternodai oleh cat yang menempel di beberapa titik.
"Aku iri padamu," kata Saerom saat tubuhnya telah ia dudukkan di meja panjang dengan kaki yang ia ayun-ayunkan di udara.Perkataan Saerom membuat Eunbi menoleh, menunggu kelanjutan perkataannya, tentang apa yang telah diirikan dari dirinya seperti apa yang baru saja ia katakan. Maksudnya, Saerom bahkan sudah memiliki semuanya. Lalu apa lagi yang kurang?
"Karena kau bisa seacuh ini meski orangtuamu tak pernah datang. Maksudku, kau bahkan mendapatkan prestasi gemilang. Lihat, wajahmu terpampang sebesar ini di sekolah, bahkan di cover sekolah, brosur, website! Aku rasa semua anak pasti ingin menunjukannya kepada orangtuanya jika ia adalah seorang bintang kejora. Dan kurasa semua orangtua pasti ingin memamerkan kehebatan anaknya di hadapan wali murid yang lain," kata Saerom menggebu-gebu. Lagi-lagi bibirnya mengerucut. Mungkin karena ia merasa tak bisa melakukan apa yang Eunbi lakukan.
"Ah, keluargaku terlalu banyak prestasi sampai mereka mungkin merasa bosan. Mungkin aku harus melakukan kekacauan saja agar mereka datang?"
"Ey! Sombong sekali!" Saerom melempar topi di dekat tangannya ke arah Eunbi yang kini tertawa terbahak-bahak melihat Saerom yang merubah ekspresinya menjadi sangat kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Like You As Soon As I Hated You
FanfictionWhen winter freezes the oceans, the girl came with warmth in her arms.When summer comes to drop the leaves, the girl came with coolness to the rays of her eyes. But strangely enough, she was created to be an enemy. Notes: ➜ This is a work of fictio...